7

3.1K 778 34
                                    

Happy reading, moga suka.

Full version sudah tersedia di Karyakarsa ya.

Akun saya: carmenlabohemian

You can follow me there

Playstore masih proses ya.

Luv,
Carmen

___________________________________________

Saat turun menuju rehearsal reception, Stephanie merasa tidak nyaman. Bagaimana tidak? Ia jarang sekali menggunakan riasan tapi setidaknya malam ini ia tidak ingin membuat Angeline kesal. Jadi ia mengenakan riasan dan berharap bisa menyenangkan Angeline.

Ia sudah menjinakkan rambut liarnya dengan jepitan-jepitan rambut dan memakai tali pinggang untuk memberi aksen pada tubuhnya yang berlekuk. Ia tahu hal itu akan membuat tubuhnya tampak semakin berlekuk, dada dan pinggul yang jauh lebih lebar dari pinggangnya yang sempit dan ia sempat ragu sejenak, namun tali pinggang itu adalah satu-satunya aksesoris pada gaun polosnya. So, Stephanie membiarkannya tetap seperti itu. Ia juga mengenakan sepatu berhak tinggi karena jika tidak, ia pasti akan tampak semakin pendek di tengah-tengah kumpulan para model dan pesepak bola itu.

Stephanie mengabaikan rasa tak nyaman di kakinya sementara ia menyeimbangkan diri. Tidak apa-apa, asal mereka langsung duduk dan makan, Stephanie tidak akan tersiksa terlalu lama dengan sepatu ini. 

Saat melewati lobi dan meja resepsionis, Stephanie otomatis melirik. Dan ia melihat Alessandro di sana, mungkin tengah menekuni laporan. Seperti sadar kalau Stephanie ada di sana, pria itu mengangkat wajah lalu tersenyum. Dia bahkan sempat memberi isyarat tangan yang berarti bahwa penampilan Stephanie sangatlah menawan. Entah kenapa, hanya pujian sambil lalu itu, Stephanie merasa kepercayaan dirinya tumbuh. Dan langkahnya semakin yakin saat ia menuju ke restoran yang telah dipesan oleh kakak dan calon kakak iparnya itu. 

Saat ia berjalan masuk ke dalam restoran, ia terkejut karena Angeline tersenyum lebar lalu berlari untuk memeluknya. Stephanie sampai kehilangan kata-kata dan ia bertanya-tanya apa yang telah terjadi sehingga kakaknya ini berubah dalam sekejap. Jangankan memeluknya ketika pertama kali ia tiba, Stephanie bahkan kesulitan untuk berbicara layaknya sesama saudara dengan Angeline bahkan hanya untuk beberapa menit. Tapi saat ia melihat orang-orang yang ada di restoran itu, ia baru sadar bahwa keluarga Lorenzo sudah ada di sana dan sedang menatap mereka.

Tentu saja, seburuk apapun hubungan mereka, tentu Angeline tidak ingin orang-orang tahu. Begitupun Stephanie. Jadi ia menurut ketika Angeline menariknya untuk mendekati Lorenzo dan pasangan yang lebih tua yang pastinya merupakan orangtua dari tunangannya.

“Lorenzo, Sayang,” ujar Angeline lembut. “Perkenalkan, ini adik kecilku, Stephanie.”

“Senang sekali akhirnya kita bisa bertemu, Stephanie,” sapa Lorenzo dengan akses Inggris yang kentara lalu menunduk untuk mencium ringan pipi Stephanie. “Aku senang sekali kau akhirnya bisa datang.”

Stephanie membalas dengan kata-kata yang kurang lebih sama lalu Angeline memperkenalkannya pada kedua orangtua Lorenzo. Kakaknya berbicara dalam Bahasa Italia jadi Stephanie cuma bisa menebak-nebak. Kedua orangtua Lorenzo kemudian tersenyum pada Stephanie, menjabat tangannya dan mencium pipinya sambil mengucapkan sesuatu dalam Bahasa Italia.

“Mereka tidak bisa berbahasa Inggris,” ujar Angeline, memberitahu sesuatu yang sebenarnya sudah jelas. “Nah, ini adiknya Lorenzo, Alberto. Dia juga seorang pemain sepak bola terkenal.”

Alberto adalah pria yang tinggi, kekar dan juga tampan, kurang lebih seperti Lorenzo dan dia boleh dibilang langsung berusaha menebarkan pesonannya dan menggiring Stephanie untuk memperkenalkannya pada lebih banyak orang. Lorenzo memiliki keluarga yang besar dan Stephanie merasa seperti orang luar. Ia tidak bisa seperti kakaknya, yang dengan mudah berbaur dan sepertinya Angeline memang berbaur baik dengan keluarga calon suaminya.

Dari Alberto juga ia kemudian tahu bahwa ayah pria itu adalah mantan pemain sepak bola dan ibunya adalah seorang mantan model, jadi itu bisa menjadi penjelasan mengapa semua orang tampaknya begitu tinggi, langsing dan menarik untuk dipandang. Tapi sayangnya, bagi Stephanie, mereka juga sangat membosankan.

Jelas kalau Alberto sepertinya telah ditunjuk untuk menemani Stephanie sepanjang malam karena dia salah satu dari sedikit tamu yang bisa berbahasa Inggris. Memang jauh dari kata sempurna, tapi Stephanie tidak keberatan karena ia juga sama sekali tidak bisa berbahasa Italia. Tapi bukan bahasa yang menjadi masalah, tapi karena kepribadian Alberto.

Pria itu sangat, sangat membosankan dan luar biasa narsis. Pria itu jelas-jelas mengharapkan semua orang akan terpesona dengan wajahnya, tubuhnya, dengan jumlah uang yang dimilikinya dan berbagai prestasi-prestasi hebat serta pendapatan-pendapatannya dari berbagai iklan, duta merk hingga berbagai sponsporship dan fansclub yang dimilikinya.

Dan Stephanie dipaksa untuk mendengarkan dan dipaksa untuk mengagumi padahal ia tidak benar-benar peduli. Pria itu boleh menjadi orang paling kaya sedunia dan tetap saja Stephanie tidak terkesan. Hingga acara hampir selesai, ia menyadari bahwa pria itu tidak tahu satu hal pun mengenai Stephanie karena pria itu terlalu sibuk berbicara tentang dirinya sendiri. Begitu banyak hal-hal hebat yang diceritakan Alberto sehingga Stephanie sampai lupa apa saja yang dikatakan pria itu padanya.

Dan Angeline menyadari hal itu. Tahu bahwa adiknya tidak terkesan, sepertinya membuat Angelina tidak senang. Dia kemudian menarik Stephanie menjauh dan memberinya tatapan marah. “Kau benar-benar tidak tahu terima kasih, ya kan? Tidak tahu diuntung. Kau tahu, Alberto itu adalah bujangan paling diminati di Italia. Kau bisa mencoba tersenyum padanya tatkala dia berbicara padamu.” Dan Angeline mendelik tak senang.

Stephanie mendesah keras. “Itulah persis masalahnya, Angeline. Dia terus berbicara padaku. Dia tidak sekalipun berbicara denganku, dia hanya sibuk menceritakan dirinya dan memberitahuku tentang betapa hebatnya dirinya. Benar-benar membosankan.”

Angeline mendengus keras. “Apa aku tidak salah dengar? Tentu saja dia berbicara tentang dirinya karena dia memang hebat. Apa yang memang harusnya dia dengar darimu? Apa yang bisa dibanggakan dari dirimu? Kau hanya PA, kau tidak punya apa-apa, tentu saja dia tidak tertarik untuk mendengarnya.”

Stephanie tak percaya kakaknya bisa berkata seperti itu. Dia lebih memilih membela Alberto?

“Dan membosankan, katamu? Hei, kau tahu dia memiliki pendapatan jutaan dolar setiap tahunnya dari karirnya, belum lagi ditambah dengan kontrak model dan iklan. Seluruh wanita di Eropa bahkan rela saling membunuh agar bisa berkencan dengannya. Dan kau sebut dia membosankan? Aku yakin dia juga memiliki pendapat yang sama tentang dirimu!”

“Oke, so they can have him. Are we done now? Aku boleh meninggalkan acara sekarang? Karena aku orang yang membosankan, kurasa tidak akan ada yang menyadari kalau aku keluar lebih cepat. Aku rasa aku butuh udara segar sebelum kembali ke kamar. Have a good night, Sis.”

Stephanie meninggalkan restoran tanpa sekalipun berbalik. Sambil mengutuk sikap kakaknya, ia berjalan menuju teras dan turun ke taman kastil lalu menyusuri langkah untuk menuju ke tempat tadi malam. Saat tiba, perutnya kembali terasa dipenuhi oleh kupu-kupu saat ia melihat siluet pria di bawah pergola. Pria itu ada di sana, sedang menunggunya.

"Alessandro?"

Sweet SurrenderWhere stories live. Discover now