5

3.7K 850 32
                                    

Happy reading, semoga suka. Jangan lupa vote dan komen ya.

Luv,
Carmen

_________________________________________

Stephanie terkejut saat pria itu membungkuk ke arahnya, mendekatkan wajah dan mengusap bibirnya pada bibir Stephanie. Tapi keterkejutannya berubah ketika bibir mereka saling menempel. Rasanya seperti magis. Dan mengejutkan dirinya sendiri, Stephanie merespon. Ia membalas ciuman Alessandro. Satu ciuman lembut menghibur berubah menjadi sesuatu yang lain tatkala satu lengan pria itu memeluknya dan dia mendesakkan lidahnya ke antara bibir Stephanie.

Stephanie bisa merasakan debar dada pria itu lewat kaus yang dikenakannya dan ia mengelus dada bidang itu sementara tangan Alessandro yang lain merangkum salah satu payudaranya dan memijat lembut. Walaupun terayun oleh gairah, sebuah suara dari dalam kepalanya berbicara pada Stephanie, memaksanya untuk mendengarkan, untuk keluar dari kabut gairah yang membuat otaknya lumpuh. Jangan lakukan ini pada dirimu sendiri, Steph. Pria ini mungkin merayu para tamu wanita setiap minggunya. Kau tidak menjaga keperawananmu selama ini hanya untuk diberikan pada seorang resepsionis Italia bermulut manis, di sebuah hotel yang hanya akan kau tinggali beberapa hari. Jangan bodoh, Steph.

Dan Stephanie sadar suara di dalam kepalanya memang benar. Ia tidak bisa melakukan ini. Ini bukan dirinya. Apa yang dilakukannya? Bercumbu dengan seorang pria asing di sebuah tempat yang akan ia tinggalkan selamanya setelah satu dua hari?

“Tidak,” akhirnya ia mendapatkan kekuatan untuk mendorong dirinya menjauh dari ciuman Alessandro yang memabukkan. “Tidak, ini tidak benar. Maaf, aku tidak bisa, Alessandro.”

“Apa yang salah, Mia Bella?” tanya pria itu lembut, dia menjauh dan meraih tangan Stephanie, mengelusnya lembut.

Dengan pelan, Stephanie menarik tangannya kembali. Ia tidak ingin pria itu mempengaruhinya dan membuatnya lemah. “Kau baik sekali, Alessandro. Aku tahu kau berusaha menghiburku dan terima kasih untuk itu. Aku memang tidak secantik dan secanggih kakakku atau teman-temannya, tapi aku… aku punya prinsip sendiri. Aku tidak… aku tidak tertarik dengan cinta satu malam.”

Mendengar kata-katanya, Alessandro hanya tersenyum lembut lalu pria itu dengan merapikan rambut-rambut Stephanie dari wajahnya. “Apakah aku terlalu… agresif? Was I moving too fast? Kau tidak nyaman?”

Stephanie mengangguk.

“Maafkan aku, Stephanie. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, biasanya aku… maksudku hanya saja aku…” Pria itu tampak kehilangan kata-kata tapi matanya masih menatap Stephanie dengan binar-binar tulus yang lembut. “Sudahlah, lupakan saja, oke? Izinkan aku menemanimu kembali ke kamar. Aku janji aku akan bersikap seperti pria sejati.”

Mendengar itu, Stephanie tertawa pelan lalu menyetujui permintaan Alessandro dan membiarkan pria itu menemaninya kembali ke kastil. Ia curiga kalau Alessandro sengaja memilih jalan yang lebih memutar dan lebih lama sebelum mereka akhirnya tiba di kastil, tapi ia tak benar-benar peduli. Mengesampingkan fakta bahwa pria itu perayu ulung, Stephanie memang menikmati keberadaan pria itu di sampingnya, ia senang menghabiskan waktunya dengan Alessandro sementara pria itu menghiburnya dengan berbagai cerita-cerita menarik. Saat mereka sudah mendekati hotel kastil itu, ia menghentikan Alessandro.

“Kenapa?” tanya pria itu lagi, lembut.

“Lebih baik aku masuk sendiri saja, aku tidak mau kau terlibat masalah jika terlihat bersamaku. Bagaimanapun kau staf di hotel ini.”

Alessandro berdecak pelan. “Jangan cemaskan hal itu, Mia Bella. Lagipula menemani dan membantu tamu yang membutuhkan adalah tugasku, bukan?”

Lalu pria itu menggiringnya masuk dan menemaninya hingga sampai ke kamar. Bahkan dia meraih tangan Stephanie dan menunduk untuk mencium punggung tangannya seperti selayaknya seorang pria sejati. Setelahnya, pria itu mengucapkan selamat malam dan meninggalkan Stephanie yang masih termenung, dengan bekas hangat bibir pria itu pelan-pelan merayap hingga ke lehernya.

Oh God, Stephanie yakin jika ia tinggal di sini seminggu lebih lama, ia benar-benar akan menyerah dalam pelukan Alessandro – sang resepsionis perayu itu.

Setelah masuk dan menutup pintu, Stephanie lalu memesan makan malam untuk dirinya sendiri. Setelahnya, ia masih duduk di balkon menikmati pemandangan danau di malam hari. Dengan lampu-lampu yang menyinari sekitar danau, tempat itu bersinar keemasan, dengan air tenang yang indah dan pemandangan sekeliling yang memukau, pepohonan yang gelap di sekitar danau, bangunan-bangunan tua kuno, kastil-kastil zaman dulu, desa-desa nelayan kecil di sekelilingnya, tempat itu hanya terlalu… indah.

Setelah cukup menikmati pemandangan dan udara malam yang agak dingin, Stephanie beranjak untuk menggosok gigi, mencuci wajah dan berganti pakaian ke piyama. Ia membiarkan pintu balkon terbuka secelah untuk menikmati dinginnya udara malam yang segar dan rasanya akan menyenangkan sekali tidur ditemani udara malam yang sejuk.

Tapi tetap saja matanya sulit terpejam. Sosok Alessandro membandel di dalam benaknya dan setiap kali ia memejamkan mata, wajah pria itu tergambar di sana. Lalu ia seolah mendengar lagi semua ucapan pria itu tentang dirinya. Benarkah apa yang dikatakan oleh Alessandro? Tapi Stephanie tidak cantik. Iya, ia mungkin baik, ia mungkin memiliki kepribadian yang cukup baik, tapi tidak mungkin Alessandro tahu hal itu hanya dengan menatap ke dalam matanya. Kesimpulannya, pria itu memang perayu ulung. Dia bisa dengan mudah membuat Stephanie percaya bahwa dia tulus dan bersungguh-sungguh.

Dan pikiran terakhir Stephanie sebelum jatuh tertidur adalah meminta dirinya sendiri menjauhi pria itu dan kembali ke London dengan tidak kehilangan keperawanannya. Ada seorang pria muda di gereja yang sama dengannya, yang terlihat baik dan akhir-akhir ini memberikan banyak perhatian khusus pada Stephanie. Ia bisa mempertimbangkan pria itu. Pria itu memang tidak bisa membuatnya merasakan hal yang sama dengan yang dirasakannya pada Alessandro, tapi pria itu akan lebih cocok untuknya. Pria seperti itu pasti akan bisa menjadi suami yang bisa diandalkan dan itulah yang diinginkan oleh Stephanie. Ia menginginkan suami dan sebuah keluarga miliknya sendiri.

Sweet SurrenderWhere stories live. Discover now