8

3.3K 783 34
                                    

Happy reading, moga suka.

Full version sudah tersedia di Karyakarsa dan Playstore ya.

Akun Karyakarsa: carmenlabohemian

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Akun Karyakarsa: carmenlabohemian

Akun Karyakarsa: carmenlabohemian

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Enjoy

Luv,
Carmen

___________________________________________

___________________________________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Alessandro?"

Lalu Stephanie berjalan ke hadapan pria itu.

"Stephanie." Alessandro berdiri saat melihatnya dan ketika Stephanie mendekat pria itu lalu meraih dan mencium pipinya lembut.
"Aku tadi tidak yakin kau benar-benar menunggu di sini," ucap Stephanie sedikit tersipu.

"Kulihat pestanya sudah mulai bubar, jadi aku kabur dari reception."

"Apa tidak apa-apa kau meninggalkan posisimu begitu saja?" tanya Stephanie cemas. "Nanti kau bisa mendapat masalah."

"Mendapat masalah?" Alessandro terlihat bingung. "Oh, tidak... tidak usah khawatirkan itu. Shift-ku baru saja selesai. Aku hanya tinggal karena ingin menunggumu."

Mendengarnya, Stephanie lega. Ia tidak ingin Alessandro mendapat masalah karena dirinya. Sebenarnya ia juga cemas kalau Alessandro bisa mendapat masalah karena selalu terlihat bersama dirinya. Bagaimana jika pihak manajemen hotel berpendapat bahwa Alessandro mencoba menggoda salah satu tamu dan memutuskan untuk menjatuhkan penalti? Tapi jika Stephanie mengungkapkan hal itu pada Alessandro, rasanya agak memalukan. Bagaimana jika pria itu sebenarnya tidak sedang menggodanya? Bisa jadi Alessandro hanya berusaha bersikap baik padanya dan mungkin... menghiburnya... karena Stephanie tahu ia selalu terlihat... murung.

"Bagaimana acara rehearsal dinner-nya?"

Stephanie melepaskan desahan lelah. "Membosankan? Aku benar-benar bosan sekali. Sepanjang malam, aku direcoki oleh pria ini, Alberto. Dia terus berbicara tentang jumlah uang yang dimilikinya, jumlah uang yang didapatkannya, karir sepak bolanya, segalanya tentang dia.. dan dia dan hanya dia. Aku bersumpah kalau dia bahkan tidak mengingat namaku."

Mendengar keluhannya, Alessandro hanya tertawa. "Alberto Ricci, maksudmu? Pemain sepak bola terkenal itu?"

"Ya, ya, adik dari calon kakak iparku." Stephanie membenarkan.

"Well, adik beradik Ricci memang tidak terkenal karena intelektualitas mereka, Steph. Tapi kenapa memedulikan hal itu, bukan? Mereka sukses karena wajah dan keahlian mereka, kurasa itu sudah cukup mengesankan. Aku dengar mereka sangat populer di antara para wanita."

"Heh, kau juga sama saja."

"Pardon?"

"Itulah persisnya yang dimaksudkan kakakku. Aku seharusnya terkesan dengan Alberto. Tapi kenapa aku harus menganggapnya menarik hanya karena dia memiliki banyak uang? Aku akan lebih terkesan jika dia pria biasa-biasa saja tapi bermanfaat bagi banyak orang, mungkin sebaiknya lain kali dia bisa bercerita tentang kegiatan-kegiatan amal yang dilakukannya daripada sibuk menceritakan kehebatan dirinya, kurasa orang-orang akan lebih terkesan dengan hal itu."

"Tapi semua orang mencintai uang, Steph. Bukankah uang itu penting?"

Stephanie menggeleng. "Tidak juga. Uang tidak bisa membeli kebahagiaan, memang penting tapi bukan segala-galanya. Aku lebih memilih hidup sederhana daripada hidup bergelimang harta dengan pria membosankan dan narsis seperti Alberto."

"Tapi kurasa tidak banyak orang setuju dengan pendapatmu ini, Steph."

"Well, aku bukan kebanyakan orang."

Kali ini Alessandro tampak setuju.

"Ya, aku yakin kau memang bukan kebanyakan orang. Satu yang pasti, kau adalah wanita tercantik di restoran malam ini."

Mendengar itu, Stephanie langsung tertawa. "Alessandro, kumohon... kau tidak perlu terus-menerus mengatakan itu. Kita berdua tahu itu tidaklah benar."

"Itu memang benar, Bella. Aku yakin setelah bertahun-tahun kau selalu dibandingkan dengan kakakmu, hal itu telah merusak kepercayaan dirimu. Seandainya saja kau bisa melihat dirimu sendiri melalui mataku, maka kau akan tahu kalau aku mengatakan yang sebenarnya."

Stephanie menggeleng sedih. "Kau tidak tahu rasanya, selalu mendengar orang-orang berkata, 'Apa, jadi kau adalah adiknya Angeline Moore' dan melihat kekecewaan di mata mereka, dan itu terjadi sepanjang hidupmu."

"Sebagian orang-orang tidak merasa perlu untuk memperhatikan lebih, Bella. They don't even care to try to look beyond your physical."

Stephanie tertawa gugup. "Aku... aku tidak tahu apakah itu pujian atau..."

"Maksudku, Stephanie... jika seseorang hanya fokus pada kecantikan luar yang dipoles, tertarik pada keglamoran, mungkin saja kakakmu lebih menarik bagi mereka. Tapi jika seorang pria lebih tertarik pada wanita cerdas dan apa adanya, kau sepuluh kali lebih baik darinya. Walaupun aku tidak melihat ada yang salah dengan penampilanmu sebenarnya, bagiku pribadi, kau benar-benar... sempurna.

Alessandro benar-benar tahu apa yang harus dikatakannya pada wanita, bukan?
"Terima kasih." Sungguh, Stephanie tersipu.

"Tapi kau tetap tidak percaya."

"Entahlah, Alessandro. Bagiku, kau sangat manis. Kau juga sangat manis dan baik karena mengatakan hal-hal seperti itu tentangku. Aku senang menghabiskan waktu bersamamu. Aku senang karena kau satu-satunya orang di tempat ini yang tidak memandangku dengan cara yang berbeda. Bahkan kakakku saja mengabaikanku. Tapi aku serius dengan ucapanku tadi malam. Aku bukan jenis wanita yang bisa melakukan one night stand. It's not me. I am sorry."

Alessandro menatapnya lekat hingga Stephanie merasa jengah. "Jadi... menurutmu hanya itu yang kuinginkan darimu? Menghabiskan satu malam bersamamu?"

Sweet SurrenderWhere stories live. Discover now