Chapter 4 : The Dead men

3 0 0
                                    

Aku terbelalak, Amaryllis bersinar dan mengeluarkan Api yang meliputinya. Apakah ini hanya perasaanku saja, namun.. rasa sakitku berkurang, aku tidak lagi terbatuk-batuk. Aku terbangun dari tanah, kali ini aku tidak berlari, aku menyeret Amaryllis yang berubah semakin berat dan bodoh! Aku menimbulkan cipratan api diatas tanah dan rumput-rumput pun terbakar.

“Maafkan aku! Sungguh aku tidak sengaja.” Ucapku sembari mendekati mereka. Mereka terlihat tidak senang, semakin aku mendekat mereka semakin menjauh. Kulihat Amaryllis yang semakin berkobar dan siap untuk melahap para Golem.  Satu dari Golem maju kearahku sementara yang lain semakin menjauh. Aku berpikir mungkin dia adalah pemimpinnya.

“TUPAI POHON, AMARYLLIS, NECROMANCER, KUTUKAN!!” dia menudingku seperti tersangka, yaa.. dalam kejadian ini aku memang tersangka yang membunuh golongannya, aku tak menyalahkan diriku, itu salah Orbak yang berteriak membuatku cemas!

“Tuan Golem yang agung, maafkan aku. Aku tidak sengaja, Orbak berteriak Kematian dihadapanku, jadi aku berpikir dia akan membunuhku. Sekali lagi maafkan aku.” Aku aku bertekuk lutut dan menusukkan Amaryllis kedalam tanah berharap api itu akan padam. Walau mereka tak menyukai Amaryllis, namun aku tidak bisa menjamin diriku untuk menang melawan mereka dalam jumlah banyak.

Aku mendengar suara ledakan dari dalam tanah, dan tengkorak-tengkorak berjubah hitam sobek-sobek keluar dari dalam tanah. Aku berlari tunggang langgang kearah Golem yang juga berlari, Tengkorak-tengkorak itu semakin cepat dan mencoba sedekat mungkin denganku. Aku menebasnya dengan Amaryllis, namun mereka kembali kebentuk semula. Bagaimana bisa monster yang mati hidup kembali? “NECROMANCER!!!” Teriak si pemimpin Golem.

Tunggu sebentar, siapa yang dia sebut Necromancer? Pemanggil arwah? Aku berhenti dan mengarahkan Amaryllis kearah para tengkorak. Mereka berhenti seakan menunggu aba-aba. “d-dimana p-p-pemimpinmu?” kataku terbata-bata sembari mengayunkan pedangku dengan bodoh.

Mereka bertekuk lutut dihadapanku, dan secara refleks aku pun bertekuk lutut, takut akan pemimpin yang sangat mereka hormati hingga bertekuk lutut.

“Master..” ucap mereka serempak, aku menoleh kearah kiri dan belakangku mencari sosok Master yang mereka sebut. Entah mengapa aku sangat was-was. Bagaimana tidak, Necromancer jauh lebih kuat daripada Golem-Golem setinggi bukit itu.

“Master Darren Devin Salvador.. pemilik pedang Amaryllis, Kami akan setia melayani engkau.” Aku mengernyitkan dahiku, situasi ini membuatku bingung, kupandang Amaryllis yang kini kian meredup dan memancarkan sinar birunya. Aku mengayunkannya ke sembarang arah bak seseorang yang ahli dalam pedang, namun aku terlihat sangat bodoh. Mereka menatapku heran.

“mm... Jadi aku memanggil tengkorak-tengkorak ini? Apa aku seorang Necromancer?” Tanyaku penasaran, tidak bisa dipercaya aku berbicara dengan mahluk tanah. Ini pertama bagiku, dan pengalaman yang sangat mengerikan. Bentuk mereka berbeda-beda, aku tidak tahu pasti mengapa tetapi jelas sekali mereka berjubah sama, Hitam pekat bagaikan langit dimalam hari serta senjata berkilatkan api kebiru-biruan., Kapak, Samurai, Rifle serta Pedang yang bahkan jauh lebih besar dari Amaryllis. Tidak bisa kupungkiri, aku bergidik ingin berlari dari situasi ini, tetapi jika aku berlari mereka akan mengikutiku. Aku mulai berpikir bagaimana cara untuk mengubur mereka kembali?

“Master.. Engkau membutuhkan bantuan kami, kami datang memenuhi panggilan engkau.” Salah seorang, bukan! Salah satu makhluk tanah mewakili semua monster. Dia berbadan besar, kau bisa melihat badannya yang membalut tengkorak itu, mereka.. transparan, kau tahu.. mereka terlihat seperti ubur-ubur. Ubur-ubur yang benar-benar mematikan. Aku terkikik. Dia membawa dua samurai yang dia pegang dengan siaga, aku menelan ludah.

“Ba-bagaimana aku memanggil kalian? Kau .. salah sangka?” Mereka kembali bertekuk lutut.

“Pedang Amaryllis.. Arwah sang Raja kegelapan bersemayam di dalam pedang Amaryllis. Engkau memanggil kami dengan menusukkan pedang Amaryllis kedalam tanah, master. Kami akan melayani engkau .” Apa kau bilang? Raja kegelapan kini sedang bersemayam di pedangku? Kurasakan hawa yang mulai dingin, tanganku berkeringat, kakiku terasa tak mampu menopang badanku.

Banyak legenda mengatakan musuh terbesar Gnarland adalah Raja kegelapan  Yuraktus, Namun dia mati ditangan Raja Julious. Entah mengapa dia kini bersemayam didalam pedang Amaryllis dan mampu untuk memanggil mahluk tanah ini. “Lalu.. bagaimana kalian kembali?” tanyaku.

“dengan cara yang sama, Master. Kau bisa memanggil kami disaat kau menginginkannya.” Tidak bisa dipercaya, Aku seorang yang lemah kini mampu memanggil penghuni tanah yang sangat ditakuti oleh para monster. Bahkan Golem yang setinggi bukit. Kemana mereka pergi? Kulihat Orbak yang kini masih tergeletak, aku tak bisa menebak apakah dia mati atau masih hidup.

Rupanya para tengkorak ini memperhatikanku dari ujung kepala hingga ujung kaki? Seakan-akan berkata ‘bagaimana mungkin kami mendapatkan necromancer yang kurus bagaikan kayu dan lemah bagaikan ulat?’ memikirkannya membuatku jengkel, bagaimana jika mereka berpikir seperti itu!

“Hey.. apa yang kalian lihat?” tanyaku dipenuhi rasa jengkel. Rasa takutku kini mulai memudar melihat mereka salah tingkah.

“maafkan kami lancang, Master Darren.” Mereka menunduk serempak. Apa mungkin mereka menyesal mendapatkan necromancer sepertiku? Apakah dugaanku benar? Aku merasa gelisah dan kutusuk tanah hingga bergetar dan tengkorak-tengkorak hidup itu pun lenyap tanpa jejak. Kulihat Amaryllis secara seksama. Pedang ini menjulang panjang dengan ujung yang sangat lancip, dilihat darimanapun Amaryllis tidak cocok untukku. Dia terlalu berbahaya, kusipitkan mataku melihat tulisan kecil yang samar di malam yang gelap ini. ‘Amaryllis for the madman' aku mengucap dengan lirih. Apa maksudnya ini? Aku berpikir, apakah Yuraktus adalah Raja kegelapan yang gila? Aku terkekeh.

Aku melihat Orbak yang masih tergeletak bagaikan tumpukan bebatuan, aku menghampirinya. Tak bisa kupercaya aku membunuh Golem, aku bahkan hanya sebesar ujung jarinya. Aku melihat kearah gunung Gnarland, rupanya pagi tak kunjung datang. Aku melangkahkan kakiku, menggendong ranselku dan kini aku tak membutuhkan kunang-kunang untuk cahayaku. Aku mampu melihat tanpa bantuan apapun dimalam hari, hanya dengan Amaryllis kini aku berjalan tanpa rasa takut.

Gnarland's KnightWhere stories live. Discover now