Chapter 10 : Griffin yang Tua

3 0 0
                                    

Aku terbangun oleh tetesan hujan di pagi hari, langit begitu kelabu, aku melihat sosok dua Caballos, Galea dan Barum berjalan kearahku. Mereka menenteng sebuah daging matang dengan tangan telanjang mereka. "kenapa kalian lama sekali?" Aku mengambil daging itu dari tangan Barum.

"Maafkan kami, Master. Peta yang kau cari berada ditangan seorang warga Gnarland dengan nama Qaint." Aku menolehnya tak percaya. Dia menyodorkan gulungan peta yang terlihat tua.

"Jangan kau katakan bahwa kalian membunuhnya?" Aku yakin pangeran Qaint pasti akan memberontak jika sesuatu darinya diambil dengan paksa dan dua Caballos ini sangatlah haus darah.

"Master, keinginan kami untuk membunuhnya sangatlah besar, namun kami hanya melakukan apa yang kau perintahkan." Jadi, bagaimana mereka mengambilnya dari pangeran Qaint? Mereka menunggu perintahku? Aku merasa lega, jika pangeran Qaint mati ditangan mereka, hancurlah rencanaku.

"Bagus. Lalu, dimana dia?" tanyaku penasaran.

Mereka terdiam sejenak, hingga Barum menyatakan yang sebenarnya. "Maafkan kami, Master. Warga Gnarland bernama Qaint tersebut kami letakkan di bawah pohon begitu saja." Barum berlutut yang kini diikuti oleh Galea.

"Kalian tidak membunuhnya, lalu bagaimana kalian mengambil peta ini?" aku membuka gulungan peta itu.

"Barum, mengontrol otak monster itu, Master." Tanpa mengerahkan senjata apapun dengan bantuan Barum, peta ini kini berada ditanganku. Aku melihatnya dengan seksama. Letakku berada di danau para Siren. Ternyata perjalanan masih panjang untuk menuju gunung Gnarland. Aku menggulungnya kembali, dan melanjutkan makanku.

"Barum, Galea, kerja bagus. Kalian tidak membunuhnya, itu sudah cukup untukku. Dan monster itu adalah pangeran Qaint, pangeran Gnarland. Aku memiliki rencana bagus untuknya." Mereka terlihat terkejut dan masih dalam keadaan berlutut, sedangkan aku menyantap daging lezat ini. "Bagaimana kalian mendapatkan daging ini, hm?"

"Kami menemukan bangkai Siren, Master. Dan Galea memanggangnya diatas api." Sungguh, cobaan apa lagi ini? Bangkai Siren mengapa begitu lezat? Aku menatap dua pasukanku ini, mereka terlihat sangat bangga dengan bangkai Siren yang mereka temukan. Aku merasa mual saat mengetahui kebenarannya. Aku membunuh para Siren dan kini aku memakannya?

"Kenapa harus bangkai Siren?" tanyaku dengan lembut, mencoba meredam amarahku.

"Kami hanya menemukan bangkai di hutan ini, Master. Dan bangkai Siren adalah yang terbaik dan benar, kau menyukainya." Sial, sial, sial! Aku menepuk dadaku pelan.

"Aku pikir kalian pasti lelah. Istirahatlah." Aku menancapkan Amaryllis dengan sangat kuat, dan mereka pun pudar perlahan-lahan. Kenyataan bahwa bangkai Siren mengenyangkan, membuatku tercengang.

"Baiklah. Ini bukan apa-apa Darren. Kau harus melanjutkan perjalanan ini." Namun hujan berkata lain, dia datang semakin deras membuat hutan ini redup tanpa cahaya. Aku membuka peta yang kini tertetes air di bawah pohon. Untuk beberapa perjalanan kedepan, aku melihat sebuah sarang, tidak tahu pasti sarang seperti apa. Namun, sarang ini mirip seperti sarang para Harpy. Takut akan peta yang semakin basah aku menggulungnya kembali dan menyembunyikannya didalam jubahku yang kini mulai basah.

Aneh aku tidak merasa dingin, namun perasaan tidak nyaman ketika mengenakan pakaian basah. "seharusnya Rure membawakan dua pakaian untukku. Jubah ini sangat merepotkan." Aku melanjutkan perjalananku, menuju sarang seekor monster yang tidak aku ketahui. Kini aku sangat basah, kakiku kotor terkena lumpur, aku berharap hujan ini reda secepatnya, namun semakin lama semakin deras. Aku melihat sebuah jamur raksasa yang mirip dengan jamur yang kutemui di dekat jembatan menuju danau Siren. Namun, jamur ini begitu hijau, layaknya pepohonan yang berada disampingnya. Aku berlari menuju jamur itu dan berteduh.

"kuharap kau tidak menebarkan racunmu." Ucapku, aku melepas pakaianku dan memerasnya. Bodoh, kini aku lupa cara memakai kain merah ini.

"Kau memang sebodoh itu." Aku tertawa dengan ucapan Yuraktus yang tiba-tiba.

"Kau yang memilih orang bodoh ini." Ucapku sembari melilitkan kain merah ini dengan hati-hati. Aku berhasil walau tak sebagus Rure. Setidaknya, aku tidak bertelanjang dada.

"Kau akan menemui seekor Griffin, Griffin mahluk kuat yang mampu mencabik-cabik mangsanya dengan sempurna." Jadi.. sarang yang ada dalam peta itu adalah sarang seekor Griffin. Aku menatap kearah langit.

"Aku tak melihat kesempatan untuk hujan ini reda secepatnya." Aku berharap Yuraktus memberikanku solusi untuk hujan ini, namun dia mengatakan padaku agar tetap meneruskan perjalananku. Aku mengambil Amaryllis yang tergeletak. Air membasahi setiap permukaan pedang ini.

Bagaimana jika Griffin itu sedang lapar? Lalu saat melihatku dia langsung menyerangku tanpa ampun, haruskah aku memanggil Cosmos? Tidak! Aku ingin menghadapi Griffin ini sendirian. Aku melihat kearah sekitarku, kini aku tak menapakkan kakiku diatas tanah, namun bongkahan-bongkahan batu yang licin terkena hujan. Rombongan peri hutan menghampiriku bagaikan lebah. "Griffin akan memakanmu, dia sedang lapar, anak muda." Aku menghentikan langkahku.

"Aku dengar peri hutan sangatlah licik. Menakuti monster dengan membaca pikiran mereka." Mereka menatapku sinis, aku tak akan menghiraukan mereka, karena ibuku pernah berkata, peri hutan tidak dapat dipercaya. Aku menatap kearah depan dan melanjutkan langkahku.

Dan benar saja, Griffin yang kutemui saat ini terlihat sangat lapar. Dia sangat besar, dua kali lipat besar Oscuro dan Roche, layaknya burung dia memiliki paruh yang lancip, mata yang berkilau dan bulu berwarna kebiruan dengan sudut-sudut yang berwarna merah, berkaki naga dengan kuku yang lancip. Ekornya menjuntai panjang bagaikan lidah api, kini dia menatapku lekat. Sontak aku mengangkat Amaryllis bersiap akan hal yang mungkin terjadi.

"Salvador.. Jiwa yang tersesat. Mengapa kau kemari?" dia tidak akan membunuhku? Dan mengapa dia memanggilku jiwa yang tersesat?

"Aku dalam sebuah misi mencari pangeran Qaint." Jawabku singkat.

"Kau tak bisa membohongi seekor Griffin. Kau tengah bersama dengan Raja Kegelapan. Lepaskan jiwa itu." Aku terkejut dia mengetahui Yuraktus yang kini bersamaku.

"Tunggu.. dia menolongku, dan aku berhutang kepadanya." Kini Griffin itu mendekat kearahku sehingga aku bisa merasakan nafas yang keluar dari hidungnya.

"Kau jiwa yang tersesat, akan menanggung akibat dari perbuatanmu." Aku tahu nyawa adalah taruhannya jika berurusan dengan Yuraktus sialan Amaryllis ini. Namun, tanpa Yuraktus aku takkan selamat dari perjalanan ini.

"Aku siap akan hal itu. Tuan Griffin yang agung, katakanlah bahwa kau tidak akan memangsaku, akan kupastikan dagingku terasa pahit." Aku berlutut dengan keadaan basah kuyup.

Griffin itu tertawa, aku melihat kearahnya, dia benar-benar tertawa seperti seorang Raja yang agung. "Bagaimana mungkin aku memakan seorang manusia yang kini telah berbau mayat hidup?"

Aku mengendus badanku, apa kini aku berbau layaknya pasukan skeletonku? Namun, aku tidak merasakannya.

"Seorang Necromancer adalah Raja untuk pasukannya, mereka menjagamu dengan bau itu. Aku tidak mampu mengatakan kau akan selamat dari Raja kegelapan, kau akan dipertemukan dengan dua pilihan yang sulit." Aku tidak mengerti apa yang sedang dia katakan sekarang, tidak kusangka Griffin ini berhati baik. Dia mengepakkan sayapnya hingga aku terjatuh diatas bebatuan. Kini kelabu menghilang dengan cepat dan pakaianku kering sempurna.

"Griffin yang agung, suatu kehormatan untukku bertemu denganmu." Aku sangat yakin Griffin ini begitu kuat. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 10, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Gnarland's KnightWhere stories live. Discover now