Chapter 8 : Aku telah membunuh Siren itu

3 0 0
                                    

Saat aku terbangun, aku melihat cosmos dan para skeleton tengah berperang dengan para Siren. Aku melihat kakiku yang berdarah, serta dadaku yang tercabik-cabik sangat dalam dan menyisakan rasa perih, aku berenang ke permukaan air, dan mengambil nafas dengan tersengal-sengal.

“Bagaimana mereka keluar? Aku bahkan tak memegang Amaryllis, dimana Amaryllis?” aku dengan segera masuk kedalam air, keadaan sedang tidak baik-baik saja, mereka bertempur hebat sehingga membuat air menjadi sangat keruh.

“Aku tengah berada di tangan seorang Siren yang melukai kakimu.” Suara Yuraktus? Dia berbicara padaku disaat aku sadar? Aku menoleh kesana kemari. “Bodoh, perjanjian. Kau selamat dari para Siren, dan sebagai gantinya suaraku akan selalu mengiringimu, Salvador.”

Jadi, ini maksud dari semua itu. Tak ada waktu untuk berpikir lebih dalam, aku harus mencari Siren itu. Aku mengelilingi istana bawah air, kini aku melihat Siren itu yang sedang berperang melawan salah satu skeletonku menggunakan Amaryllis.

Bagaimana aku mengambilnya? Dia sangat kuat, aku harus mencari Cosmos- tidak! Aku tidak ingin menjadi pengecut yang hanya bergantung kepada pasukannya. Aku tak ingin mencuri perhatiannya dengan muncul tepat dihadapannya, aku memilih untuk menyerangnya dari belakang.

“Lihat kearah kananmu, kau akan menemukan sebuah panah, gunakanlah.” aku melihat kearah kanan seperti yang Yuraktus katakan.

Gawat, aku butuh udara, dengan cepat aku mengambil sebuah anak panah dan bersiap memanahnya tepat di jantungnya. Dengan rasa marah mengingat dia mengigit kakiku tanpa ampun, aku melepaskan anak panah itu dengan kuat, dan Siren bodoh itu kini tumbang tak berdaya, seperti ikan saat menginjakkan kakinya di daratan. Aku mengambil Amaryllis dan segera menuju ke permukaan air, mengambil nafasku dan berenang ke tepi sungai, merebahkan tubuhku yang kini sangat sakit. “Aughhhh.. sialan!!” lukaku berkedut dan terasa sangat menyakitkan, darah tak henti-hentinya mengalir dari kakiku. Aku bisa melihat otot-ototku yang menghitam dibalik kulitku.

“Racun..” aku telat menyadarinya, racun itu tengah menjalar menuju lututku. Aku tak punya pilihan lain, selain menanyakannya kepada Yuraktus.

“Hey.. kau tak ingin mati bukan? Katakan apa yang harus aku lakukan dengan racun ini.” Ucapku tegas.

“bukankah kau yang tak ingin mati sehingga menanyakannya padaku?” Sial, dia tak mau kalah.

“kau menang, kuharap kau cepat memberi tahuku cara menangani racun ini.” Aku merasa putus asa karena racun itu kini membuatku sulit bernafas, aku bahkan tak mampu untuk berdiri mencari obat racun ini.

“dasar kau mahluk lemah yang tak tahu diri. Berenanglah kedasar laut dan kau akan menemukan sirip-sirip Siren yang telah mati.”
Bukankah dia yang tidak tahu diri? Menumpang hidup merupakan beban, dasar idiot.

“Apa yang harus aku lakukan setelahnya? Aku bahkan tak mampu bergerak sekarang.” Rengekku, aku sangat ingin memejamkan mataku yang terasa perih.

“Air akan membantumu, merangkaklah Salvador.” Sesuai dengan intruksi yang dia berikan aku merasa seperti cacing yang tengah mencari air. Aku menceburkan diriku kedalam air, dan sungguh menakjubkan aku mampu berenang walaupun kakiku terasa sakit.

Dengan segera aku berenang kearah Siren yang tergeletak seperti ikan panggang dan dengan cepat mencabut siripnya yang berkilau kehijauan. Lalu apa langkah selanjutnya? Aku kembali berenang ke permukaan air.

“Yuraktus, langkah selanjutnya.” Ucapku sembari merebahkan tubuhku diatas rumput-rumput hijau.

“tancapkan sirip itu ke dalam gigitan Siren yang terletak di kakimu.” Aku menganga tidak percaya, kaki yang terasa sakit dan kau mengatakan aku harus menancapkan sirip lancip ini kedalam kakiku? Bukankah mati terasa lebih nyaman dibandingkan ini?

“Yuraktus, ucapkan selamat tinggal, karena aku lebih baik mati daripada harus melakukannya.” Aku memejamkan mataku, sirip itu masih kupegang erat, jantungku berdegup kencang.

Bodoh. Lakukan.”

Tiba-tiba aku teringat sesuatu, “Yuraktus, kau menyembuhkanku saat para golem menendangku bukan? Seharusnya kau mampu menyembuhkanku saat ini!” aku tidak bisa mendengar suara Yuraktus, apakah dia sedang berpikir? Aku melihat kakiku yang kian menghitam, aku rasa kakiku telah mati, aku merasa frustasi sekarang.

“tidak terpikirkan olehku. Kau benar juga, jadi tusukkan sirip itu dengan segera, Salvador.” Aku mengacak-acak rambutku frustasi, jika dia mengerti mengapa dia tidak langsung menyembuhkanku saja?! Apakah sirip ini hanya sebagai ritual? Aku memandang sirip itu dengan lekat. Hijau berkilau dan sangat lancip bahkan lebih lancip dari Amaryllis.

Tadi, aku berkata bahwa Siren yang telah terkena panahku tergeletak seperti ikan yang menginjak daratan, namun kini seolah-olah kata-kata itu kembali padaku, sungguh menyedihkan. Aku mengangkat sirip itu sembari bergetar. “Aku tidak takut!!” teriakku lantang dan menancapkan sirip itu kedalam luka gigitan di kakiku. Sial, seharusnya aku tidak mendengarkan Yuraktus sialan Amaryllis. Seharusnya, aku memilih mati saja. Aku berteriak menahan tangisku.

“tidak aku sangka. Sekarang tenanglah dan biarkan sirip itu bekerja.” Mendengarnya rasanya aku ingin marah dan menendangnya, tetapi aku tidak tahu dia ada dimana. Kakiku tak berhenti berkedut, kepalaku terasa pusing, namun nafasku kini teratur kembali. Aku mencoba menenangkan pikiranku, keringat kini mengalir deras ditubuhku. Aku terduduk menyaksikan racun itu kini mulai menghilang secara perlahan, sirip itu kini berubah menjadi hitam legam, dia menyerapnya.

Lima menit berlalu, aku merasa lebih baik sekarang, “cabut sirip itu, bodoh.” Aku mencabut sirip itu perlahan dan meninggalkan bekas sayatan yang kini mulai tertutup rapat dengan ajaib.

“Tanda apa ini?” suatu tanda panah membekas di kakiku. Aku merabanya, panah itu seperti panah yang aku gunakan untuk membunuh Siren.

“Kau membunuh Siren yang meninggalkan luka gigitan di kakimu dengan sebuah panah. Hal itu akan terjadi jika kau membunuh seekor Siren ketika Ia meracunimu.” Aku mencoba berdiri, tanda itu tidak terlalu mengganggu jadi aku menghiraukannya. Aku harus kembali ke dasar laut untuk menjemput pasukanku, aku tidak lagi sekarat sekarang, jadi aku akan melihat bagaimana pasukanku menghabisi para Siren.

Gnarland's KnightWhere stories live. Discover now