1

3K 355 107
                                    

Ironis, pria yang kemarin dengan sombongnya berlagak kuat makan makanan pedas kini tak berdaya di atas ranjang. Rendang. Ia tak ingin mencoba makanan khas Indonesia itu lagi. Seharusnya ia juga tak memaksakan diri hanya karena ingin terlihat kuat di hadapan Zara, gadis yang berhasil mengusik hidupnya.

Pria itu kembali bangkit dari tidurnya, berjalan cepat menuju kamar mandi. Perutnya sangat mulas. Tubuhnya lemah tak berdaya seperti tak memiliki tenaga lagi. Zara harus bertanggungjawab atas ini.

Keluar dari kamar mandi French lantas menghubungi Zara. Namun, nomor itu tidak aktif. Shit! Apa-apaan ini?

Apa kini ia harus memanggil dokter? Sepertinya memang begitu. Ia sudah letih dan lesu tak berdaya. Zara tak bisa dihubungi.

Namun, sebelum pria itu menghubungi dokter suara ketukan pintu apartemennya tiba-tiba terdengar. Ia sedang tak menerima tamu kali ini.

Memutuskan tak menghiraukan ketukan pintu yang semakin keras. Pria itu lantas menghubungi dokter menceritakan keluhannya. Namun, sepertinya tidak ada salahnya tahu siapa itu. Dengan tubuh lemas ia mengintip dari lubang kecil pintu apartemennya.

Membulatkan matanya terkejut dengan apa yang ia lihat. Seorang perempuan penyebab semua ini. Zara.

Tanpa sadar senyumannya mengembang. Tapi kemudian mengubah ekspresinya menjadi datar seraya membuka pintu.

Zara melambaikan tangan kanannya, "Hai! Kenapa lama sekali buka pintunya?"

French berdehem kecil melihat penampilan gadis itu sangat menggemaskan. Dengan t-shirt pink membuatnya ingin menggigitnya.

"Ada apa?" ujarnya ketus. Pura-pura saja tapi. Ia masih kesal karena Zara susah dihubungi.

"Aku hanya ingin memberimu makanan."

"Tidak usah. Aku sedang tak nafsu makan."

Zara mengerjapkan matanya melihat pria itu pucat, "Kau kenapa?"

"Aku diare." Tanpa basa-basi.

"Apa? Bagaimana bisa?"

Pria itu menyipitkan matanya takkan gadis itu tak tahu.

"Tunggu.. jangan bilang karena rendang pedas kemarin?"

"Tentu saja," ujarnya lemas.

Zara menghela nafas pelan. Ia iba dengan pria itu.

"Kau sudah mengobatinya?"

"Belum. Shh..." pria itu kembali masuk ke dalam. Perutnya mulas kembali.

"French kau kenapa?" Zara memutuskan masuk ke apartemen itu walau tanpa ijin.

"Perutku sakit.." jawabnya lemah dari dalam kamar mandi.

"Kau punya kotak P3K?"

Pria itu tak menjawab. Astaga..

"French kau punya kotak P3K?!!"

"Ya.." jawabnya dengan suara lemas.

Zara mengedarkan pandangannya mencari-cari kotak P3K itu. Bagaimana ia bisa mencari kotak itu di dalam apartemen yang sungguh berantakan ini?

"Kau sudah memanggil dokter?"

Pria itu lantas keluar dari kamar mandi. Tidak jadi buang air besar.

"Sudah memanggil dokter?" Zara mengulang pertanyaannya.

"Sudah."

"Syukurlah.. aku tak menemukan kotak P3K-mu."

Pria itu tak menanggapinya. Menghempaskan tubuhnya di atas sofa.

"Mau makan atau minum sesuatu?"

Tanpa tahu jawabannya Zara menyodorkan makanan yang ia bawa.

"Ini tidak pedas. Namanya nasi goreng. Aku membelikannya untukmu."

Pria itu hanya meliriknya sekilas. Ia sedang tak berselera.

"Aku tak memberimu aneh-aneh. Kau harus makan agar energimu pulih kembali."

"Tidak." Namun, dalam hati  berbunga-bunga.

Gadis itu memperhatikannya? Seharusnya ia menerimanya. Tapi, ia ingin melihat seberapa jauh gadis itu khawatir padanya.

"Kau harus mengisi perutmu."

Zara menghela nafas melihat gelengan pria itu, "Jangan bilang kau mau kusuapi?"

Pria itu mengendikkan bahunya. Tepat sekali..

"Astaga French.."

Suara bel apartemen pun berbunyi.

"Biar aku saja," kali ini Zara yang membuka pintu apartemen.

"Selamat pagi! Perkenalkan saya dokter Hernan Ratore."

Zara mengangguk, "Zara."

"Apa benar ini apartemen atas nama French Hamilton?"

"Ya benar. French ada di dalam."

"Baik nyonya Hamilton. Saya dipanggil untuk datang kesini oleh suami anda barusan. Sepertinya ini sedikit darurat."

Zara meringis kecil. Suami? Tak sudi!! Berkencan dengan pria itu saja membuatnya muak apalagi memiliki hubungan lebih?

"Silahkan masuk!"

***

PLEASE LOVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang