8

435 44 7
                                    

"Kau gila huh?!" Zara mencubit perut pria itu keras.

"Awh.. sakit sayang."

"Apa yang kau pikirkan, huh? Aku tidak menyangka kau bisa semesum ini. Apa aku memang tidak tahu saja selama ini!"

"Tidak.. siapa bilang aku mesum? Aku hanya membutuhkan celana dalam saja untuk menunjang kehidupanku."

"Oh.. tiba-tiba kau miskin begitu saja sampai hanya untuk membeli sebuah benda itu kau harus minta padaku?"

"Eh.. siapa bilang. Aku kan hanya ingin kau membelikannya untukku itu saja."

"Dan kau pikir aku mau melakukan hal bodoh itu?"

"Tentu saja. Hanya sebuah celana dalam bukan?"

"Bukan hanya hal itu. Apa kau tak tahu malu orangnya?!"

"Kenapa harus malu-malu?"

"Memang dasar tak tahu malu!"

"Jadi, mau tidak?"

Zara mengepalkan kedua tangannya seraya meredam emosi. Entah kenapa pria ini selalu membuatnya naik pitam. Tak hanya satu atau dua kali tapi berkali-kali. Apa pria itu tak tahu malu? Celana dalam yang sebuah benda privasi harus dibelinya. Memang dia siapa? Istri? Kekasih yang bahkan tahu ukuran lingkar pinggang pria itu? Atau seseorang yang berhak untuk tahu sebuah privasi yang memalukan?

"Baiklah.. apa kau juga butuh singlet atau semacamnya?" ia akan mengikuti kemauan gila pria itu semata-mata hanya untuk sekedar menyenangkannya. Sekali lagi.

"Kurasa aku tidak butuh itu. Aku tak pernah memerlukan itu."

"Jadi, selama ini kau tak pernah memakainya?"

"Hanya beberapa kali saja."

"Pantas saja keringatmu menyebar kemana-mana," ujarnya ketus.

"Oh ya? Apa itu mengganggu penampilanku?"

"Yeah.. kau jadi bau asam."

Pria itu mengendus badannya sendiri. Lalu cemberut.

"Apa aku sebau itu?"

"Ya, sangat bau "

"Kupikir parfum dan deodoran itu sudah cukup. Tapi, bukankah aku bertambah hot?"

"Aku ikut panas melihatmu sangat berkeringat di ruangan ber AC ini."

"Apa kau tak nyaman dengan keringatku?"

Zara menghembuskan nafasnya kesal. Pria ini memang banyak tanya. Padahal ia hanya sekedar basa-basi.

"Jika kau keberatan dengan itu. Aku akan selalu memakai singlet."

"Bagus.. karena kau bukan anak kecil lagi. Jadi apa ukuran celana dalammu?"

"Sebentar.." pria itu membuka sabuk celananya.

Zara menatapnya was-was, "Apa yang kau lakukan?"

"Aku lupa aku akan melihatnya dulu."

"Bagaimana bisa kau lupa?!"

Pria itu melorotkan celananya di depan wanita itu dengan santai.

"Aaa! Kau gila huh?!" segera saja Zara berbalik badan.

"Kau ingin memamerkan milikmu huh?! Memang dasar pria tak tahu malu! Kau bisa membukanya di toilet berengsek!! Kau pikir aku wanita apa bisa-bisanya kau menurunkan celanamu di depanku!!"

"Santai saja. Aku tak membuka sampai menunjukan batangku. Aku memang lupa saja hehe.."

"Tak usah pura-pura lupa berengsek! Memang berengsek kau!"

"Tidak.. aku memang benar-benar lupa saja."

"Aku ingin pergi dari sini!"

"Sebentar.. apa kau tahu ukuranku?"

"Tentu saja tidak bodoh! Makanya aku bertanya dari tadi. Kau malah memamerkannya. Siapa yang mau lihat coba?"

"Sudah sudah.. kau bisa berbalik sekarang. Aku sudah memakai celanaku."

"Aku tidak mau. Cepat katakan saja!"

"Baiklah baiklah.. jangan marah-marah seperti itu."

Zara mendengus tak sabar.

"XXL kalau tidak salah. Apa kau bisa mengukurkannya? Aku tidak yakin melihatnya. Kau tahu aku sedikit rabun."

"Tidak perlu! Aku percaya jika segitu. Aku akan membelinya dulu. Dan jangan berharap aku kembali lagi disini."

"Loh?"

"Karena aku akan memaketkannya ke alamatmu. Siapa yang mau membawa sebuah benda memalukan ke kantor ini? Jika bukan orang gila. Dan orang gila itu adalah dirimu."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 05, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PLEASE LOVE MEWhere stories live. Discover now