4

866 156 15
                                    

SEBELUM INI MAAF UNTUK READERS YANG SELALU MENUNGGU CERITA INI. MAAFKAN AUTHOR BEBERAPA BULAN INI SANGAT SIBUK

HAPPY READING!

"Terimakasih sudah merawatku Ibu dokter."

"Ya, itu sudah tugasku sebagai dokter hewan. Mengobati anjing yang diare."

Pria itu tertawa geli, "Astaga jahat sekali.. pria setampan aku kau bilang anjing?"

Zara mengendikkan bahunya, "Tapi sayang.. kau tak seimut mereka."

"Imut?" pria itu bergidik ngeri. Sebenarnya ia takut dengan anjing.

"Kau pasti takut kan?" ia tahu dari gelagat pria itu.

"Tidak. Mana mungkin aku takut?"

"Oh ya?"

"Aku suka mereka."

"Bohong sekali," gerutunya.

"Well, aku hanya sedikit trauma dengan anjing. Mereka pernah menggigit pantatku saat masih kecil."

Seketika Zara menyemburkan tawanya, "Ahaha.."

Waktu seperti terhenti. French memandang gadis itu dengan tatapan berarti. Tawa manis itu akan ia rekam di dalam memorinya. Ia sangat menyukai tawa itu. Lesung pipi yang membuatnya semakin terpesona oleh kecantikan gadis ini. Oh astaga.. rasanya ia ingin memiliki tawa itu untuk dirinya sendiri.

"Sungguh?" Zara masih belum bisa meredakan tawanya.

Pria itu tak tahu saja tawa mengejek atau lucu. Ia seakan suka dengan penderitaan pria itu. Jahat sekali bukan?

"Itu sakit sekali. Mulai saat itu aku mulai membenci mereka."

"Mungkin karena kau tak cebok menggunakan air."

"Hei! Mana mungkin?"

"Tidak, aku hanya bercanda."

"Ngomong-ngomong.." pria itu sedikit memajukan wajahnya.

"Apa?"

"Aku belum bisa cebok dengan air."

Sontak Zara tersedak minumannya, "Hah?!"

"Maaf.. maaf.." pria itu menepuk punggung gadis itu dengan lembut.

Mata Zara sontak membulat, "Kau belum bisa?! Bagaimana bisa?"

"Apa kau bisa mengajariku?"

Zara menyipitkan matanya, "Tidak. Itu jorok."

"Well, bukan saat aku pup. Hanya.. kau tahu lah.. simulasi saja.." pria itu mengangkat kedua alisnya menggoda.

"Aku tidak mau."

"Kenapa??"

"Caranya kan mudah, seperti biasanya namun bedanya hanya menggunakan air bukan tissue."

"Aku ingin kau mengajariku."

Zara sontak menyentil kening pria itu keras.

"Awh! Sakit!" mengelus jidatnya yang rupawan. Pura-pura kesakitan walau dalam hatinya ia suka.

"Hei.. kau ini pura-pura bodoh atau modus hah? Dengar ya pria mesum. Kau merusak mood makanku!"

Pria itu tertawa renyah, "Maaf..."

Zara mendengus malas. Ia jadi tak berselera makan. Apa-apaan pria itu membahas hal jorok saat makan? Tak sadar padahal ia sendiri yang memulainya.

"Sekarang aku benar-benar mual karena kau. Dasar jorok!"

Pria itu justru terkekeh, "Bukan jorok, lebih tepatnya intim. Aku tak masalah jika kita membahas hal pribadiku yang lainnya."

Zara malas menjawab. Ia mengaduk-aduk isi piring berusaha mengenyahkan bayang-bayang jorok yang berputar.

"Bukankah ini kencan yang menyenangkan?" berusaha mengganti topik.

Zara mendengus malas, "Kurasa begitu." Kencan yang menyenangkan katanya? Hell no!

"Ya, kupikir juga begitu.. jadi, apa yang kau rasakan sekarang?"

"Kenyang," jawabnya ketus.

"Bukan itu, perasaan hatimu."

"Not bad." Padahal sangat buruk.

"Jadi..."

Pria itu memasang wajah sumringah, "Kita sudah punya chemistry bukan? Bagaimana jika kau jadi kekasihku?"

"Apa?!"

What the hell?! Apa-apaan pria ini?

"Jadilah kekasihku!"

Zara menelan ludahnya kasar terkejut.

"Aku.."

Pria itu menatapnya dengan raut wajah harap-harap cemas. Apa pria itu sungguh memiliki perasaan padanya?

"Aku tak tahu jawabannya untuk sekarang." Tak mungkin ia langsung menolak permintaan pria itu. Walaupun dalam hatinya ia ingin menolak mentah-mentah pernyataan gila tersebut.

Ia tahu pria seperti ini pasti selalu mau mendapatkan apa yang ia inginkan.

Pria itu menghela nafas panjang. Keduanya terdiam sejenak. French meremas pelan kotak beludru yang ia sembunyikan di bawah meja. Sengaja untuk kejutan nantinya. Tapi, mendengar jawaban dari gadis itu ia tak jadi memberikannya.

"Apa kau masih suka dengan Mia?"

"Tidak! Tentu saja tidak!" apa ini alasan gadis itu meragukannya?

"Okay.. aku akan memikirkannya lagi French. Bukankah kita baru saja berkencan? Nikmati saja prosesnya."

"Aku benar-benar tak memiliki perasaan apapun dengan Mia jika itu yang jadi permasalahannya. Aku hanya sekedar mengaguminya. Itu saja. Tapi itu dulu."

Zara tak menjawab apapun. Pria itu menggenggam sebelah tangannya erat.

"Aku akan menunggumu sampai kau benar-benar yakin padaku. Ingat.. aku menunggu jawabanmu secepatnya."

Entah kenapa hatinya merasa tak tega melihat tatapan pria berengsek ini. Shit! Apa-apaan ini?

PLEASE LOVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang