1. Pemilik Lentera Biru

85.7K 17K 10.1K
                                    


Hai hai hai!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hai hai hai!!

Absen HADIRRRRRRRR

SELAMAT MENJELAJAH!

Tolong baca yang teliti, ya. Kelewat satu kata narasi, kalian bisa kehilangan informasi 🙏🏻

******

18 Agustus

"Viral dan banyak disukai penggemar, cerita fiksi berjudul Lentera Biru karya Pahatan Aksara yang diunggah di blog akan segera terbit dalam bentuk novel di bulan September."

Sorakan heboh dari teman-teman Mario sontak memenuhi area mading sekolahan setelah melihat poster yang dipajang oleh anak-anak jurnalistik. Wajah kagum yang berseri-seri itu menandakan betapa bangganya mereka kepada Mario yang selangkah lagi akan berhasil menerbitkan buku pertamanya. Ini adalah sebuah pencapaian terbesar dalam hidup cowok itu setelah bertahun-tahun menulis secara diam-diam. Ya, mereka mengetahui fakta itu berdasarkan informasi yang sengaja diketik dengan huruf kecil di pojok poster yang terpajang di sana.

Lain halnya dengan beberapa temannya yang terlihat bahagia dan kagum, Mario justru menunjukkan ekspresi sebaliknya. Dia terlihat kesal setelah membaca selembar pengumuman yang tertempel di hadapannya. Tangannya mengepal erat dengan bibir yang terkatup rapat.

Tim jurnalistik tidak meminta izin terlebih dahulu darinya.

Dan... Mario tidak suka jika orang-orang mengenalnya sebagai pemilik akun kepenulisan bernama Pahatan Aksara.

Mario dan Aksara jelas berbeda. Dan dia tidak ingin orang-orang mengetahui bahwa oknum yang bersembunyi di balik nama Pahatan Aksara adalah dirinya.

"Gavie...," geram Mario.

Sahabat kecil sekaligus tetangga kurang ajarnya itulah yang dia curigai sebagai biang kerok yang menyebarkan rahasianya.

"Pelukis tengik," lanjut Mario lalu membelah padatnya kerumunan di sekitarnya untuk segera pulang menemui seseorang yang terus berputar di kepalanya.

Gavie Akasa.

*****

Seorang cowok yang duduk di bangku taman belakang rumahnya itu terlihat sangat menikmati aktivitas melukisnya yang telah menjadi rutinitas sehari-hari. Angin yang berembus kencang membuat rambut hitamnya yang semula rapi kini terlihat berantakan. Namun, hal tersebut tidak sedikit pun mengurangi kadar ketampanannya, justru membuatnya terlihat semakin menawan. Ya... meskipun saat ini dia hanya mengenakan sehelai kemeja putihnya dengan celana abu-abu yang belum sempat dia ganti sejak pulang sekolah tadi.

Namun, ketenangannya itu mulai terusik saat telinganya tak sengaja mendengar suara langkah kaki tergesa yang mendekat ke arahnya. Gavie tentu tahu itu siapa. Bahkan bisa dikatakan kalau dia sudah muak dengan segala macam ciri khas yang begitu di kenali dari seseorang yang saat ini tengah berjalan ke arahnya.

Demario.

"Lo-"

"Iya, gue," sambar Gavie dengan nada datar tanpa membiarkan Mario melanjutkan perkataan terlebih dahulu. "Kaget?" lanjutnya setelah sahabatnya itu berdiri di hadapannya–tepat di belakang kanvas lukisannya.

Mario memejamkan matanya sejenak. Menghela napas panjang beberapa kali. Dan mencoba meredam emosi yang sempat bergejolak di dadanya. "Gue benci lo," katanya. Nada bicaranya terdengar lebih santai seperti biasanya. Amarahnya sudah mereda sekarang. Namun, tatapannya masih menghunus tajam ke arah sang lawan.

Gavie mengedikkan bahunya. "I know," balasnya. "Anggep itu konsekuensi karena lo nggak ngucapin ulang tahun gue kemarin."

Sungguh, Mario ingin sekali menonjok wajah Gavie yang masih duduk santai di hadapannya tanpa rasa bersalah sedikit pun. "What do you mean, Bro? Masalah sepele."

Gavie mengembuskan napas beratnya kemudian berangsur berdiri setelah meletakkan kuas ke dalam wadah. Lalu, dia berjalan mendekat ke arah Mario dan berkata, "Ya... terserah gue, kan?"

Ini menyebalkan. Sungguh. Mario sangat membenci Gavie saat ini. Demi apa pun, cowok itu benar-benar menjengkelkan.

Gavie terkekeh kecil saat melihat Mario yang menahan amarah karenanya. Sebetulnya... bukan itu alasannya menyebarkan informasi kepada anak-anak jurnalistik di SMA Bakti Utama. Melainkan.... "Bukan pencuri. Ngapain sembunyi? Aneh."

*****

"JADI, PEMILIK AKUN PAHATAN AKSARA ITU DARI SEKOLAH KITA?!"

"Iya, Ta. Baca aja beritanya di akun sosmed Bakti Utama. Udah nyebar ke mana-mana."

"MAKIN BENCI GUE KALAU KAYAK GINI!"

"Sabar, Meta...."

Tanpa berniat untuk mengobrol dengan sahabatnya lagi, Meta pun segera mematikan sambungan telepon mereka tanpa aba-aba. Kedua jempolnya bergerak lincah menggulir layar ponselnya secara cepat untuk mencari informasi di semua akun sosial media milik SMA-nya. Perasaannya sekarang sangat menggebu-gebu. Ada rasa terbakar yang memenuhi rongga dadanya. Dia tidak boleh kalah. Ambisinya untuk menjadi penulis pertama di SMA Bakti Utama tidak boleh gagal.

"Ini Mario anak tongkrongan seni itu?!" Meta membungkam mulutnya dengan tangan saat melihat sebuah postingan di akun twitter sekolahnya yang menyatakan informasi tentang pemilik akun Pahatan Aksara.

Tak kuasa menahan keterkejutannya, Meta pun menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Dia benar-benar dibuat melongo dengan kejutan mencengangkan hari ini.

"Ternyata yang punya cowok?! Dia suka nulis?!"

Meta menegakkan pandangannya lagi. Menatap ke luar jendela kamarnya yang terbuka lebar dengan pandangan yang kosong di kedua mata bernetra coklat gelap miliknya. Ada dua hal yang membuatnya terkejut hari ini. Penulis dengan nama pena Pahatan Aksara adalah seorang murid dari sekolahnya. Dan yang kedua, dia adalah Mario yang merupakan ketua dari tongkrongan anak seni yang terkenal di sekolahnya.

Ini gila. Benar-benar gila.

Meta tidak boleh kalah.

Ya, seorang Meta Dania Forsythia tidak boleh kalah telak dengan Aksara Demario Hattala.

*****

Gimanaa? Tertarik untuk lanjut, mol? 😻

Siap ketemu anak tongkrongan seni yang lain? 🤩🤩🤩🤩🤩

Spam: 😱

Salam warna-warni dari MartabakKolor

MetaforaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang