2. Tongkrongan 55

65.5K 13.8K 9.6K
                                    


HAI HAI HAI!
APA KABAR?

ABSEN HADIREEEEE!!!!!!

Jangan skip narasi, ya!!

******



"ABANG!"

Seorang cowok dengan seragam sekolahnya yang terlihat sangat berantakan itu berlari sekuat tenaga untuk menghampiri teman-temannya yang berkumpul di salah satu meja kantin. Tubuhnya yang lebih mungil dari remaja cowok seusianya itu membuatnya lebih gesit untuk bergerak ke sana ke mari. Sepanjang larinya dari kelas tadi, tak jarang dia menubruk beberapa murid lain yang membuatnya sesekali oleng ke samping. Siapa pun yang melihatnya pasti akan merasa gemas. Apalagi ketika melihat rambut hitam berponinya yang terlihat sangat halus dan lembut itu bergerak naik turun mengikuti irama langkah kakinya. Dia Ailaan Zeandra Shehzal. Atau kerap dipanggil Ilan oleh teman-temannya.

BRAK!

"GUE UDAH SERING BILANG, JANGAN MAIN LARI-LARIAN, BOCIL SMP!"

Itu Tera. Albyandra Tera. Manusia dengan tingkat kesabaran setipis tisu dibelah dua itu hampir saja tergencet saat Ailaan menabrak kursinya dari belakang. Cowok itu lantas berdiri dengan raut wajah yang begitu murka. Dia sama sekali tak merasa kasihan kepada Ailaan yang jatuh terduduk di lantai dengan ekspresi mengenaskan. Bocah kelas sepuluh itu benar-benar menguji kesabarannya.

Namun, Ailaan terlihat tidak peduli dengan kemarahan Tera. Dia justru menatap melas ke arah seorang cowok yang duduk anteng di sebelah Tera. Kamera yang selalu menggantung di leher cowok itu membuat seantero sekolah tahu bahwa siswa tersebut sangat menyukai seni fotografi.

"Ikan, bantuin gue," ucap Ailaan sembari mengulurkan tangan kanannya.

Cowok dengan kamera yang menggantung di lehernya itu menatap Ailaan malas. Meskipun begitu, dia tetap menerima uluran tangan Ailaan untuk membantu cowok itu bangkit. "Berhenti panggil gue ikan," ketusnya penuh penekanan.

"Iya, Abang Zale Skyler," ucap Ailaan dengan nada meledek.

"Ini salah lo, Le. Kenapa ngajakin bocil kelas sepuluh kayak dia buat gabung sama kita?" murka Tera masih belum terima karena ditubruk oleh Ailaan yang pecicilan itu. Sejujurnya, dia juga tak paham dengan isi pikiran Zale yang memaksa Ailaan untuk bergabung dengan tongkrongan mereka yang merupakan anak kelas sebelas.

"Sit down, Tera. Lo berisik." Gavie menatap tajam ke arah Tera. Menghunus tepat di kedua mata cowok itu sampai membuat Tera diam tak berkutik dan memilih untuk duduk di tempatnya lagi.

Sementara itu, Mario dengan buku catatan kecil di hadapannya juga pensil yang dia mainkan dengan tangannya itu hanya diam sembari memperhatikan satu persatu teman-temannya yang memiliki berbagai macam katakter. Dia tahu kalau mereka berlima bisa tergabung dalam tongkrongan 55 bukanlah sebuah kebetulan.

"Bakat lo apa, sih, di bidang seni? Perasaan nggak ada," komentar Tera kepada Ailaan, lagi.

"Lo benci banget sama gue ya, Bang?" Ailaan menghela napas berat. "Padahal gue lagi belajar sinematografi."

"It's okay, Ter. Dia lagi belajar. Tujuan dibentuknya T55 emang untuk itu, kan?" Mario akhirnya angkat bicara. Nada bicaranya yang tegas tapi bersahabat itu membuat Tera akhirnya mengalah dan membiarkan Ailaan duduk di bangku samping kiri cowok itu yang memang sengaja dikosongkan.

"Bercanda doang gue. Jangan nangis," kelakar Tera sambil mengacak brutal rambut Ailaan hingga berantakan.

"Siapa yang mau nangis?! Gue nggak takut sama lo, Jarjit!" sungut Ailaan sambil merapikan kembali rambutnya. Untung saja dia memiliki tipikal rambut yang gampang diatur, sehingga sangat mudah untuk merapikannya kembali.

MetaforaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang