19. Accident

33K 6.3K 6.4K
                                    

Hai hai hai!

Selamat malam guys!!

Absen dulu: hadir!!!!

Komen dan bintangnya ditunggu yaaa hihi

*****

"Muka gembel lo masih nempel di pikiran gue."

Mario meremas kertas di tangannya, menggulir pandangannya ke arah lain, lalu berdeham pelan untuk mengurangi rasa grogi yang gampang menyelimutinya ketika bersama Meta. Seharusnya, Mario menuruti kata hatinya untuk membatalkan acara pertemuannya dengan cewek itu di bangunan terbengkalai sesuai janjinya pagi tadi. Namun, ia lebih memilih untuk menjaga martabatnya tanpa mengingkari janjinya pada cewek itu.

"Fokus sama tujuan lo yang mau berguru sama gue. Jangan bahas hal lain di luar konteks," tegas Mario sambil menyibukkan diri dengan mengambil beberapa buku dari tas yang dia letakkan di samping.

"Ya, ya, ya." Meta memutar bola matanya terkesan meledek. "Mana bukunya?" tanyanya sambil menengadahkan satu tangan ke hadapan Mario yang duduk di sebelahnya.

"Nih." Dengan sedikit kasar, Mario meletakkan tiga tumpukan buku di tangan Meta sampai membuat cewek itu hampir saja oleng ke bawah kalau saja dia tidak segera menarik bahu kanan Meta.

"Ih, parah banget! Kalau gue jatuh ke bawah gimana?" Meta memelototkan matanya kaget. Pasalnya, mereka berdua tengah duduk di pinggiran atap dengan kaki yang bergelantungan di bawah. Telat sedikit saja, Meta bisa mati mengenaskan di sana.

"Lebay," cecar Mario. "Itu buku-buku sastra ringan, diksinya juga mudah dipahami. Nggak akan susah buat dipelajari."

Meta memeriksanya satu per satu, membaca setiap judul yang tertera di sana sambil sesekali mengangguk-anggukkan kepala karena merasa familier dengan buku-buku itu. "Pas banget gue lagi nyari ini," ucapnya.

"Radar gue kuat soalnya."

"IDIH!"

Bugh

"Selain jadi hater, lo juga tukang pukul?" Usapan tangan Mario di lengannya menandakan bahwa pukulan Meta terlampau kuat untuk ukuran seorang cewek.

Meta menampilkan cengiran tipisnya dengan sentuhan ekspresi bersalah di wajahnya. Sungguh, ini berada di luar kendalinya. Pasalnya, dia sudah terbiasa memukul Pradipta. "Sori, refleks soalnya, hehe."

Mario hanya mendengus pelan sebagai jawaban. Pandangan matanya kini menjurus ke bawah sana. Karena bangunan itu hanya terdiri dari dua lantai saja, jadi tidak berarti apa-apa bagi Mario jika duduk di pinggiran atap seperti ini. "Gue kira lo takut ketinggian," celetuknya.

Meta mengikuti arah pandang Mario setelah meletakkan buku-buku itu di samping kirinya. "Dikit, sih."

"Lo orangnya emang serius banget, ya?" Mario melemparkan pertanyaan.

"Emang kelihatan?" Meta menautkan kedua alisnya bingung. Pasalnya, hanya Mario yang menyadari hal itu darinya. Bahkan Pradipta saja selalu menganggapnya sebagai orang yang tak pernah serius. "Lebih ke pemikir aja, sih. Gue orangnya gampang overthinking, apalagi mikirin hal-hal yang sebetulnya belum tentu terjadi."

"Ya bagus."

"Kenapa bagus?"

"Siap siaga dan lebih waspada. Tapi nggak baik juga kalau cuma berpikir tanpa bertindak."

"Kalau bertindak tapi belum berhasil?"

"Berarti ada yang salah sama tekniknya."

Meta manggut-manggut tanda mengerti.

MetaforaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang