G

276 17 6
                                    

"Gimana? Udah ada perkembangan?" tanyanya langsung.

Si pria yang baru saja masuk ke ruangan itu menggeleng kaku. Tubuhnya tinggi besar seperti algojo, kulit hitam legam dengan sorot mata suram. Dan semua ciri fisiknya yang menyorotkan kesuraman itu dipertegas lagi dengan pakaiannya yang serba hitam.

"Shit!"

Dean mengumpat kecil, lalu satu tangan naik ke dahi untuk memijat pelipis. Kepalanya kembali terasa pusing, penat, dan penuh. Begitu selalu setiap memikirkan Alula yang belum ditemukan keberadaannya.

"Tapi kami akan kembali menyisir hingga ke perbatasan kota hingga ke kota sebelah, dalam dua hari saya akan melapor jika ada perkembangan."

Mendengar itu Dean justru menjadi semakin kesal, berdecak dia melonggarkan dasinya. "Jangan sampai aku yang mesti turun tangan. Kalian mencari satu anak perempuan saja tak berguna! Adikku itu tidak mungkin pergi terlalu jauh, dia tidak punya banyak kenalan dan tidak membawa uang sepeserpun!"

Menjelaskan tentang kondisi Alula justru membuat cemas Dean kian membludak. Lelaki itu mengumpat berkali-kali sambil meraup kepalanya dengan frustasi. Adikknya itu terlalu ringkih untuk tetap baik-baik saja jika sendirian di luar sana.

"Kamu di mana, Lula? Di mana?"

Pintu ruangan diketuk, lalu muncul seorang wanita seksi yang membawa berkas-berkas dalam pelukannya. Rok sepan ketat membebat dari pinggang hingga paha, lalu atasannya dia mengenakan blouse model slim fit tanpa mengancingkan dua kancing teratas.

"Meeting sudah akan dimulai, Pak," ucapnya lembut.

"Kau boleh pergi." Dean mengibaskan tangan, menyuruh si pria untuk keluar dari ruang kerjanya.

Begitu si pria pergi, Anatasia, sekretaris Dean langsung tersenyum semringah seraya melangkah lebih dekat.

"Penampilan Bapak sedikit kusut, biar saya bantu merapikan," ucapnya centil, sambil meletakkan berkas dalam pelukannya ke atas meja.

Gerakan tangannya halus merapikan rambut Dean yang sedikit kusut, lalu setengah membungkuk, dengan terampil dia mengencangkan dasi Dean yang longgar. Mata Dean bisa dengan leluasa mengintip belahan dada wanita itu, yang seakan sengaja memamerkan diri.

Memang dari sejak pertama bekerja, sekretarisnya ini sudah melancarkan godaan-godaan pada Dean. Tapi Dean sama sekali tidak menggubris karena wanita seksi bahenol bukanlah tipenya. Tipe Dean adalah yang seperti adiknya, yang manis, yang manja, yang sedikit jahil. Dan, memang pada adiknya itulah ia jatuh cinta hingga sejatuh-jatuhnya.

Sekretarisnya ini sempat mengira Dean homo, tapi karena suatu insiden dulu, wanita ini jadi yakin kalau Dean juga tertarik pada wanita. Hanya saja memang lelaki ini memiliki pertahanan diri yang kuat terhadap pesona wanita.

Dean terus terpaku menatap buah dada putih yang bergoyang-goyang tepat di depan wajahnya. Merasa mulai risih, Dean mengangkat wajah hingga matanya bertemu dengan mata Anatasia yang memandang sendu.

Keduanya saling tatap dalam kebekuan, gerakan tangan Anatasia yang berupaya merapikan dasi Dean pun terhenti. Menatap bibir tebal dan basah itu, tanpa berpikir, satu tangan Dean meraih tengkuk sekretarisnya untuk mendekat dan melumat bibir basah wanita itu dengan ganas.

Anatasia awalnya terkejut dan tidak terlalu siap karena cara Dean yang cenderung kasar, tapi tak lama wanita itu membalas pagutan Dean dengan lebih ganas. Lidah keduanya menari-nari saling belai. Membelit hingga terdengar bunyi kecipak.

Tangan Anatasia yang awalnya memegang dasi, perlahan turun ke dada Dean. Tangan itu membelai-belai lalu meremas gemas otot perut Dean yang sekal. Ketika jemari Anatasia semakin berani menjelajah, Dean melepaskan pagutannya dan agak menjauh. Tangan nakal yang bergerak menuju pangkal pahanya menjadi terhenti. Anatasia gagal membangunkan macan tidur itu.

Sister ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang