20 Engagement Day

8.8K 901 25
                                    

Akhirnya setelah penantian yang cukup panjang nan melelahkan, satu-satunya sahabatku, teman yang paling dekat denganku, hari ini melangsungkan acara lamaran sekaligus tukar cincin. Baik, siapa lagi kalau bukan Rissa dan Gading. Ternyata setelah putus nyambung berkali-kali, mereka berakhir di sini, semoga saja sampai ke jenjang pernikahan dan langgeng seumur hidup.

Acaranya mungkin sudah akan dimulai, aku berjalan agak terburu setelah turun dari mobil Papa dan Papa sudah pergi lagi. Jantungku ikut dag dig dug saat ini, mau menyaksikan Rissa dan Gading tunangan saja gugupnya minta ampun. Apalagi kalau diri sendiri yang tunangan coba?

Aku sudah masuk ke halaman rumah Rissa setelah melewati mobil yang banyak berjejer di luar pagar, parkirnya memang sengaja di luar, cara paralel. Semua keluarga besar Rissa yang mengenalku menyambut di depan pintu alias teras rumah. Aku menegur mereka yang kukenal, mencium tangan yang lebih tua dan mengelus puncak kepala anak-anak kecil, ini para keponakan Rissa.

Bola mataku sibuk berputar sambil terus mengingat nama-nama keluarga besar Rissa ini. Dan pada arah jam dua belas, aku melihat Arka berdiri sambil tersenyum kepadaku. Bukan hal aneh dia bisa ada di sini, dia kan teman dekatnya Gading. Sayang, Kemi tidak bisa hadir karena sedang ada urusan di Bandung, semalam aku sempat chatting dengan dia sebentar—hanya memastikan apakah dia akan datang.

Arka mulai berjalan menghampiriku. "Telat kamu ya?" bisiknya ketika sudah berada di sampingku.

"Ar, ini bukan lagi ngantor. Nggak usah sok-sok ngatur deh! Bossy banget sih kamu!" Aku lanjut berjalan ke dalam rumah, hendak menyalami orangtua Rissa yang sedang berbahagia.

"Saya juga baru datang lima menit lalu, bareng yuk!" ajaknya.

"Terserah deh." Aku terus berjalan tanpa memedulikan kehadiran Arka.

"Kalo bareng jalannya sebelahan dong, Ngi. Jangan cepat-cepat, kayak lagi kebelet gitu." Ucap Arka datar, tapi aku tersinggung. Aku menoleh ke arahnya dengan pelototan tajam.

Kalau saja Kemi bisa pulang lebih cepat ke Jakartanya, mungkin mood-ku akan lebih baik dan wajahku jadi segar serta selalu menebar senyum semringah. Sayang, Kemi tidak hadir. Jarak Bandung-Jakarta memang lumayan dekat, tapi kan kasihan juga Keminya. Manusia satu itu sibuknya luar biasa, tidak ketulungan pokoknya. Aku maklum saja karena dia bekerja di perusahaan multinasional dan dengar-dengar dia sedang mengurus bisnisnya sendiri yang belum dia beberkan padaku. Aku sibuk merenung saat Arka masih mengikuti langkahku, berusaha mensejajari.

"Angi, jalan di sini, dekat saya."

Aku berhenti melangkah, menoleh dan memberi tatapan jengkel pada Arka. "Kalau kamu masih sok ngatur mending saya jalan sendiri, kamu nunggu di luar gih! Antre!"

"Ngusir? Kan, saya juga tamu." Balas Arka sambil mengulum senyumnya. "Oke, saya diam," putusnya.

Dan berjalanlah kami berdua sampai akhirnya salaman dengan kedua orangtua Rissa, aku mengucapkan selamat untuk acara lamaran anaknya dan memeluk mama Rissa yang sangat baik dan ramah.

Kulihat Rissa cukup nyaman dengan kebayanya yang agak terawang itu, di bagian pundak tentunya. Aku tersenyum dari jauh, melihatnya sebahagia ini, aku ikut bahagia. Dia beruntung sekali punya Gading yang setia menemani masa peralihannya dari seorang gadis muda labil menuju dewasa. Gading yang paling pas untuk Rissa dan juga sebaliknya. Meski dulunya mereka sering ribut-ribut tidak jelas, tapi jodoh memang tidak akan lari kemana.

Setelah rangkaian doa dan sambutan selesai, lanjut ke prosesi lainnya sampai ke acara tukar cincin. Hal yang paling ditunggu-tunggu oleh siapapun, termasuk aku. Hampir saja aku menangis menyaksikan prosesi itu, aku menutup sebagian wajah karena saking harunya, lalu refleks menoleh ke sisi samping dan tatapanku bertemu dengan wajah Arka—yang juga sedang menatapku.

THE ADMIRER (End)Where stories live. Discover now