[1-7] Blue Hour

13.6K 1.2K 49
                                    

Suara bantingan pintu terdengar saat Jelita mengendap keluar dari kamar mandi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Suara bantingan pintu terdengar saat Jelita mengendap keluar dari kamar mandi. Masih dengan bathrobe pink yang menggelung tubuhnya dengan cantik. Jam berapa ini? Diliriknya gantungan jam dinding yang menunjuk pukul lima sore. Siang ini panas membunuh. Jadilah dia mengguyur seluruh tubuh dengan air dingin sepulang menjemput adiknya.

Gerakan tangannya terhenti saat mengeringkan rambut. Muka Jordan terlintas di otaknya. Sial, ini baru satu jam sejak terakhir dia melihat punggung Jordan yang ditemuinya di lantai basement— tertawa bersama Kinna. Katanya mau makan yamie di plaza. Jelita jelas menolak mentah-mentah untuk ikutan. Jelita tahu diri dan menghargai perasaan Jordan. Jadi dia hanya mengedip. Iya, ayo lo berusaha lagi, Jor. Jangan kalah sama Pak Kalla. Lo masih punya kesempatan ngerebut hatinya Kinna. Jordan hanya tersenyum meresponnya.

"Beb, beneran nggak ikutan, nih, nanti?"

Ya, jelas tidaklah. Gila saja. Nanti acara modus Jordan malah gagal gara-gara dia ikutan hangout. Jadi, Jelita memilih kabur tadi. Omong-omong soal opini Jordan beberapa hari lalu, ada benarnya juga. Jelita menggosok rambutnya lagi.

Menemukan beberapa helai yang berjatuhan di sana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Menemukan beberapa helai yang berjatuhan di sana. Rambutnya terlalu panjang mirip Kunthi, jadi mudah rontok. Kadang Jelita bingung pada Royhan yang hobi memanggil-manggil Kinna dengan sebutan Kunthi. Nyatanya, dia yang lebih mirip Kunthi dengan rambut kelewat panjang berkibar.

Jelita meraba rambutnya yang menyentuh punggung polosnya, mengira-ngira berapa senti harus dia pangkas. Tapi Evan pasti marah besar kalau tahu dia potong rambut. Alasan mengapa Jelita sampai sekarang masih bertahan dengan rambut yang entah akan berakhir sepanjang itu. Mungkin mengalahi Rapunzel. Karena tiap kali dia ingin potong, Evan akan marah besar.

Jelita yang semula akan menyentuh gunting, jadi gagal. Tidak mau ambil resiko.

Dan gedoran di pintu membuyarkan lamunananya. Suara Emir yang super duper rese bergema. Adiknya yang duduk di bangku kelas tiga SMP itu benar-benar berisik.

"Mbak, buka atau gue lempar! Stop ngehalu, Mbak, ini udah tahun berapa, sih?"

Jelita mencebik, sambil mendumel meraih asal baju dan celana jeansnya dari laci. Apa, sih, dosanya? Punya adik, satu saja ribut melulu. "Aduh, harus berapa kali, sih, Mbak ngomong sama lo? Ketuk pintu jangan tereak-tereak kayak di hutan!"

Jetty JournalWhere stories live. Discover now