[2-14] As It Was

8.6K 829 24
                                    

"Apa?! Kalian mau pindah rumah?!" Renata langsung mencak-mencak mendengar kabar di meja makan pagi ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa?! Kalian mau pindah rumah?!" Renata langsung mencak-mencak mendengar kabar di meja makan pagi ini. Sesuatu hebat telah terjadi.

Susah-susah Jelita menelan toast kejunya pagi ini. Sampai mulutnya seperti tersedak-sedak. Renata hanya menatapnya sambil memicing tajam.

"Kenapa harus pindah, sih?" omel Renata tak habis pikir, "Mama nggak mau Jordy pergi!" tatapannya teralih pada Jelita yang baru mengunyah. "Je, kamu pasti yang ngerayu Jordy, ya? Udah, ngaku aja! Kenapa, sih, nggak betah di sini?"

Jelita meringis. Toast yang dikunyahnya menyangkut di tenggorokan. Lagi-lagi dia juga yang kena, kan? Jordan, sih.

Jordan segera memotong. "Loh, dimana-mana bukannya kalau udah married punya rumah sendiri, ya, Ma?"

"Iya, tapi kalau Jordy harus tetep serumah sama Mama! Jordy nggak boleh jauh-jauh dari rumah," jawab Renata berlarian memeluk Jordan. Joshia mencibir melihatnya.

Jelita hanya bisa membulatkan bibir. Wah, peraturan dari mana itu? Beginilah repotnya menjadi anak bungsu kesayangan. Kalau Jelita, sih, Vina memang sudah bosan melihatnya. Kadang kalau Jelita pulang larut malam karena lembur, mamanya itu pasti langsung menyembur. Tidak usah pulang saja. Cari rumah di luar. Giliran Emir yang ngelayap, mamanya akan panik. Kalau di sini kebalikannya.

Joshia yang sejak tadi diam, akhirnya angkat suara, "Coba kalau gue, yang ada udah diusir," sambungnya.

Renata balas mencibiri Joshia. Jelita jadi berpikir, hati Joshia itu terbuat dari apa, ya? Kok tidak pernah sakit hati? Kadang Jelita melihatnya dan menaruh simpati. Mungkin itu sebabnya Joshia dan Jordan tidak pernah akur. Mana pernah terlihat seperti saudara kandung. Kalau Jelita yang di posisi Joshia mungkin diam-diam Jelita akan sakit hati karena Jordan diperlakukan seperti anak emas. Tapi beruntung Joshia terlihat cuek-cuek saja.

Joshia bersiap menyalakan rokoknya, "Udahlah, set them free. Biar rumah ini nggak berisik. Mau sampai kapan Mama memanjakan dia?" sinisnya pada Jordan.

Dan mendengar jawaban Joshia, Jelita jadi terenyuh. Ah, Joshia sebaik itu ternyata. Meskipun sedikit sarkas.

"Terus Mama sendirian?"

"Terus aku ini Mama anggap apa? Hantu?" judes Joshia lagi.

Akhirnya setelah sesi sarapan pagi berakhir, Jelita tidak tahan untuk menghampiri Joshia yang tengah menyelesaikan kegiatan merokoknya di taman. "Kak Joshiii!" dan baru kali ini Jelita berani memanggil dengan sekencang itu. Tapi masa bodoh, melihat kernyitan sinis di muka Joshia, Jelita tidak peduli. Malah berteriak makin riang.

"Kak Joshiii, thank you so much!" rengek Jelita lagi. "Kalau bukan gara-gara kakak, aku pasti udah abis, deh!"

Mau tak mau senyuman miring Joshia muncul. "Hei, adik kecil! Berisik banget, sih, suara lo!"

Jetty JournalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang