13

303 64 7
                                    

Sepanjang perjalanan kembali menuju kantor, Titania terus menggerutu sambil menghentak-hentakkan kakinya sebal. Saat memasuki gedung pun, ia tak mempedulikan tatapan heran para karyawan padanya.

"Giliran sama si Ani Ani aja lembut banget kayak tahu susu, giliran sama gue marah-marah terus kayak lagi PMS auwhh."

Titania memekik saat merasakan kakinya terpelintir. Gadis itu nyaris jatuh jika tidak ada tangan yang menahan lengannya.

"Hati-hati."

Suara berat dan sedikit serak itu membuat Titania mendongakkan kepalanya. Sejenak gadis itu terpaku, ia menatap tanpa berkedip seorang pria yang masih memegang lengannya dan menahan tubuhnya agar tak terjatuh.

"Sepertinya hak mu patah," kata pria itu melirik high heels yang di pakai Titania.

Dengan kikuk, Titania mencoba berdiri tegak lalu ikut menurunkan pandangannya melihat high heels yang ia pakai. Ternyata benar, hak nya patah sebelah.

"Yah, patah." Titania menatap high heels nya dengan lesu.

Pria yang masih memegangi lengan Titania itu tersenyum dan menghela nafas pelan, lalu berjongkok di depan Titania hingga membuatnya memekik.

Dengan telaten pria itu melepas high heels Titania yang haknya patah, kemudian mendongak menatap Titania yang juga tengah menatapnya.

"Kita ke sana," ucap pria itu setelah bangkit, lalu memapah Titania dengan pelan ke salah satu kursi yang ada di lobby.

Setelah mendudukkan Titania, pria itu kembali berlutut di depannya dan mengangkat kaki Titania dengan hati hati.

"Sepertinya kakimu keseleo. Apakah sangat sakit?"

Titania meringis, lalu mengangguk. Kakinya benar-benar nyeri, dan sangat merah. Ia yakin kalau setelah ini akan bengkak.

"Kamu-"

"Aksa, lo ngapain di sini jam segini?"

Keduanya menoleh ke asal suara, dimana Adhika tengah berjalan mendekat ke arah mereka dengan Anindya di belakangnya.

"Lo kenapa Tit?"

Titania mendengus, "Saya tidak apa-apa pak Dhika," jawabnya tanpa menatap Adhika yang berdiri di depannya.

"Ck, pms ya lo? Dari tadi sewot mulu perasaan."

Aksara melepaskan pegangannya pada kaki Titania dengan hati-hati, lalu kembali berdiri. Pria itu menatap Adhika sambil melirik Titania dengan ekor matanya seolah bertanya 'dia siapa?'.

"Dia Titania, sekretaris gue," jawab Adhika. Berteman dengan Aksara cukup lama membuatnya mengerti arti dari tatapan dan gerak-gerik pria yang sangat malas membuka suara itu. 

"Ba- pak Adhika kenal?" 

Adhika mendengus, "Dia Aksara, temen gue. Nih, ketinggalan tadi di meja," ucapnya sambil menyodorkan ID card milik Titania yang tertinggal.

Merasa tak di anggap, Anindya berpamitan lebih dulu untuk kembali ke meja kerjanya. Adhika hanya mengangguk, sedangkan Aksara dan Titania tak melihatnya sama sekali.

***

"Ayo pulang."

Gerakan tangan Titania yang membereskan meja kerjanya terhenti saat mendengar suara Adhika. Ia mendongak menatap sang atasan yang berdiri di depannya dengan tangan bersidekap dada.

"Bapak duluan aja."

Decakan sebal lolos dari bibir Adhika karena melihat sikap Titania yang masih saja sok dingin padanya.

BANG ADHIK!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang