31

388 53 6
                                    

Usai pengakuan cinta Adhika secara tidak langsung pada Titania beberapa waktu yang lalu, tak lantas membuat keduanya menjadi canggung atau semakin mesra.

Mereka melakukan rutinitas seperti biasa. Partner gelud ketika di rumah, dan partner kerja ketika di kantor.

Sebenarnya saat itu Titania sudah menawarkan diri untuk menjadi pacar Adhika, tapi ternyata ia harus menahan kesal dan menahan tangannya yang sudah gatal ingin menjambak bibir julid Adhika.

Bagaimana tidak kesal, jika saat itu bukannya di tembak secara romantis atau mengharukan seperti drama korea yang ia tonton, laki-laki bermulut pedas itu justru mengatakan kalimat yang membuat ekspektasinya terjun bebas.

"Walaupun gue kayaknya beneran cinta sama lo, bukan berarti gue mau nembak lo ya Tit. Gue harus mastiin dulu kalo gue nggak di prank perasaan gue sendiri. Pokoknya gue belum terima. Masa iya gue beneran jatuh cinta sama cewek modelan lo!!"

Kira-kira seperti itulah ucapan Adhika saat itu dengan mulut lemesnya. Bahkan jari tangannya tak ketinggalan menoyor dahi Titania.

"Tit, pesenin makan gih. Mager gue mau keluar," ucap Adhika yang membuyarkan lamunan Titania.

Gadis itu mendongak menatap Adhika yang berdiri di depan meja kerjanya dengan berbinar.

"Mau makan apa?"

Adhika tampak berpikir. "Apa aja deh, terserah lo."

"Gue mau di traktir nih bos?" Titania menaik turunkan alisnya dan tersenyum lebar.

"Ck, pake nanya. Tiap siang juga gue yang kasih makan lo!"

Melihat gerak gerik Adhika yang akan menoyor jidatnya, Titania segera memundurkan badan.

"Nggak kena, wleee." Gadis itu memeletkan lidahnya.

Adhika mendelik menatap Titania yang mengejeknya. Ia tersenyum smirk, melangkahkan kakinya cepat mendekati Titania yang mulai was was.

"B-bang Adhik mau ngapain woy!"

Titania panik saat Adhika mendorong kursinya hingga menempel di tembok, kedua lengan kekar pria itu memegang kedua sisi kursi hingga Titania terkungkung tak bisa kemana-mana.

"Diem lo! Hari ini jari gue belum silaturahmi sama jidat lo yang kayak lapangan tennis." Adhika kembali menampilkan wajah julidnya yang khas.

"Jadi, lo mau gue jitak pake tangan kiri apa kanan? Apa dua duanya?"

Jawaban Adhika itu membuat bahu Titania merosot. Lagi dan lagi, ia terlalu berekspektasi tinggi pada Adhika, dan terhempas begitu saja.

Padahal yang Titania harapkan adalah Adhika akan mencium bibir- Ah sudahlah.

"Ck, segala nanya. Biasanya juga langsung sat set. Nih, jitak nih. Mau pake kaki juga sok atuh." Gadis itu mendongak dan melotot pada Adhika.

Ia mempertahankan pelototannya agar tak berkedip, meski dalam hati ia sudah ketar ketir melihat Adhika yang meniup jari-jarinya dengan ekspresi bak psikopat.

Tepat saat jari kanan Adhika mendarat di dahinya, Titania berkedip beberapa kali.

Gadis itu terpaku sesaat. Bukan jitakan atau toyoran seperti biasa yang ia terima, melainkan elusan dari jari telunjuk Adhika. Dan laki-laki itu melakukannya cukup lama, lengkap dengan senyum geli terpatri di wajahnya yang tampan.

"Sekarang ganti Tit. Udah bosen gue jitak sama toyor mulu. Takutnya ntar benjol, terus gue di tuntut abang lo," ucap Adhika memundurkan tubuhnya setelah mengacak pelan rambut Titania.

BANG ADHIK!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang