Chapter 34

606 66 11
                                    

Bulan sudah menggantung di langit malam ketika Naruto tiba di tempat yang di katakan oleh Ino- penginapan atau sesuatu semacam itu. Naruto ragu dengan gagasan ini, pasalnya dia tahu bahwa namanya telah tercatat sebagai ninja hilang yang berbahaya. Memasuki desa kecil tentu saja akan mengakibatkan kekacauan besar, dia memang membunuh banyak orang selama ini tapi warga sipil bukan salah satunya.

Satu sensasi hangat hinggap di telapak tangan kirinya, dia menoleh menemukan Ini tersenyum ke arahnya dan baru saat itulah dia menyadari bahwa tangannya kini telah terbungkus dengan tangan mungil milik gadis itu. Meski ini adalah pertama kalinya dia menggenggam tangan gadis ini, dia dapat tahu bahwa telah banyak terjadi perubahan-- kulit pada telapak tangan itu terasa sedikit kasar, bukan sesuatu yang seharusnya dimiliki oleh pecinta tanaman dan kosmetik. Kau pasti telah melewati masa-masa sulit, 'kan? Dia berpikir selagi tersenyum masam. Meski Ino yang melihatnya menggartikan itu sebagai hal lain.

"Tidak perlu khawatir, penduduk di desa ini ramah-ramah, kok... Sekarang, ayo masuk." Ino mencoba menenangkan, meski itu semakin memperberat perasaan Naruto.

Begitu kakinya melangkah ke dalam ruangan itu, mata Naruto bergerak menelusuri setiap tempat. Rumah ini relatif kecil hanya terdiri dari satu kamar tidur dengan ruang tamu dan dapur terhung, meski kecil tempat ini entah bagaimana terasa nyaman. Bahkan mungkin lebih nyaman dari pada apartemen miliknya di desa konoha.

"Aku akan pergi memasak, selagi menunggu silakan sibukan dirimu sendiri." Ino memanggil, dia entah sejak kepan melepaskan kimono-nya berganti dengan pakaian kasual. Itu terdiri dari t-shrit putih berlengan panjang yang terlihat terlalu besar untuknya dengan ujungnya menyentuh hingga ke pahanya yang putih mulus, Naruto tidak tahu apakah dia memakai celana di bawahnya atau tidak. Tahu pikirannya sudah melencceng jauh, Naruto mengalihkan perhatiannya ke tempat lain.

Ino memiringkan kepalanya membuat ekor kuda di belakangnya bergoyang, dia tidak tahu mengapa Naruto bereaksi begitu tapi memutuskan itu bukan hal penting untuk di tanyakan. Setelah menatap selama beberapa waktu akhirnya dia mengangkat bahu dan berbalik.

Sepeninggal Ino, Naruto akhirnya biasa bernafas dengan lebih baik - salahkan masa pubertas remaja. Dari ruang tamu dia bisa mendengar senandung-senandung aneh dari Ino ketika dia berkutat dengan pekerjaannya. Tunggu, apa dia bisa memasak? Dengan pemikiran itu Naruto mau tidak mau merasakan kegelisahan. Tatapannya meluncur kesegala arah untuk melupakan beberapa hal hingga akhirnya mendarat pada obyek di atas meja, itu adalah sebuah buku. Naruto bukanlah penikmat buka tapi setidaknya itu bisa membunuh kebosanan. Jadi dia melepaskan jubah hitamnya dan meletakannya di lantai setelah melihatnya - setelah mengalami kesulitan karena kekurangan organ yang cukup penting.

Lima menit kemudian Naruto terbaring di atas lantai kayu dengan tangan kirinya terentang, buku tidak akan pernah menjadi teman terbaiknya. Dia mencatat ini dengan tinta tebal di kepalanya.

"Makanannya sudah si..." Dari ujung matanya, Naruto melirik tepat ke tempat Ino berdiri membeku dengan tatapan kosong. Dia mengikuti pandangan Ino kemudian menemukan itu mendarat pada tangan kanannya yang hanya tersisa tunggul daging. Dia bergerak dengan tidak nyaman, berusaha untuk menyembunyikannya namun dengan jubah yang telah terlepas dari badannya itu sudah tidak mungkin lagi.

Itu mungkin hanya beberapa detik saja, tapi sudah terasa selamanya bagi Ino. Dia tidak tahu bagaimana harus bereaksi, dan setelah detik yang panjang dia menarik senyuman di bibirnya. "Maaf membuatmu menunggu lama," dia setengah berteriak dengan penuh bersemangat sambil meletakan satu mangkuk penuh Ramen di atas meja.

Naruto menatap mangkuk, desiran aneh muncul di dadanya. Tidak salah lagi, itu adalah ramen ichiraku yang sudah sangat dikenalnya. Pandangannya menyapu meja hingga akhirnya mendarat di senyuman cerah Ino, itu menunjukan kepercayaan diri yang sangat tinggi. Sepintas dia ingin mencemooh hasil pekerjaannya atau lebih tepatnya hasil curiannya, tapi bibirnya hanya berkedut kecil tanpa ada kata yang keluar sedikitpun.

Naruto: Re Zero Maki Modoshi JikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang