•Chapter '18•

35.4K 4.5K 322
                                    


Langit masih sangat gelap namun Jessie sudah terbangun, malam tadi Jessie tak bisa tertidur pulas. Alasannya? Sudah pasti karna kejadian semalam, saat Papa Leo, Kakaknya, Ares dan Jennie marah.

Rencananya, Jessie ingin membuat sarapan pagi untuk keluarganya, sogokan agar tak marah lagi. Tapi, baru saja Jessie turun dari tangga, bagian dadanya sudah sakit.

Berusaha menarik nafasnya, lalu membuangnya lagi, "Tarik nafas, buang, tarik nafas, buang, tarik nafas-" Jessie menahan udara yang masuk lalu mengeluarkannya lagi secara perlahan.

Berangsur-angsur nyeri di bagian dadanya mereda, namun tetap saja rasa sakit terkadang terasa. Jessie membuka kulkas besar, "Gede banget ini kulkas," kata Jessie sembari berdecak kagum.

Lemari es atau kulkas milik keluarga Aristidie bukan sembarangan, kulkas ini ada lima pintu, dengan lima laci juga. Benar-benar mewah.

Jessie mengapit dagunya mengunakan jempol dan telunjuk, "Masak nasi goreng," katanya saat melihat ke dalam tempat menanak nasi. Di dalamnya ada banyak nasi, Jessie pikir nasi ini terlalu banyak untuk keluarga yang hanya berjumlah lima orang.

Jessie mengeluarkan daging sapi dalam kulkas, tangannya bergetar, "Daging sapi seharga Ip ini maa," guman Jessie, ia lalu menghela nafas, bingung kenapa Mamanya, Lyna, membeli daging yang seharga dengan handphone mahal.

Jessie sudah menyiapkan dua teplon, satu untuk nasi goreng, yang satu lagi untuk tumis daging sapi. Jangan berpikir bahwa Ruby tak bisa memasak, ia bisa, bahkan dirinya sudah biasa memasak. Jangan lupa fakta bahwa Ruby hidup sendiri dulu. Dan keahlian memasaknya terbawa ke tubuh Jessie, Ruby harus bersyukur untuk itu.

Memotong daging sapi yang masih segar itu, menjadi bentuk dadu. "Sayang banget danging di potong kek gini, tapi it's oke, buat keluarga ini." Monolog Jessie, ia lalu menepuk keningnya, "Kan danging punya Mama, huehehe," sambung Jessie sembari cengengesan.

Jessie kembali mengapit dagunya, berpose berpikir serius. "Masa masak ini aja?" Tanya Jessie pada dirinya sendiri, ia mengingat-ingat apa saja yang selalu di sediakan Lyna di atas meja untuk sarapan. "Roti, sandwich, susu, kopi, teh, udah kok." Jawab Jessie, ia lalu menggembungkan pipinya bingung.

Jessie memutuskan untuk memasak nasi goreng terlebih dahulu, ia sudah meracik bumbunya, hanya tinggal menumis dan memasukan semua bahannya. "Nasi goreng luar biasa," kata Jessie seraya menirukan suara dari kartun yang sering ia lihat.

Membuat nasi goreng dalam jumlah banyak memang tak mudah, tapi Jessie sudah berusaha dan hasilnya memuaskan. Jessie memasukan nasi goreng ke dalam penanak nasi, ia menyetel suhu benda itu agar tak terlalu panas, hanya butuh suhu hangat untuk menghangatkan nasi goreng itu. Sebenarnya Jessie agak bingung, penanak nasi tapi bisa menghangatkan sesuatu, barang orang kaya memang beda.

Sekarang Jessie memasak daging sapi, ia memutuskan untuk memasaknya agak lama, supaya tak alot. Jessie merebus daging tersebut ke dalam panci, tak lupa ia menambahkan bumbu-bumbu yang membuat si daging wangi dan cepat empuk. "Sambil nunggu daging, mending siapin roti aja yang lain," guman Jessie lalu berjalan ke arah meja makan.

"Aku mau jadi kejam, galak, tapi otak lemot tak mendukung." Gumannya tak jelas lalu mengeleng heran pada dirinya sendiri.

Gadis yang memakai kaos dan celana bahan itu melangkah menuju meja makan, Jessie membersihkan meja makan dan mulai menaruh beberapa piring di tempat biasa keluarganya duduk. Jessie meracik kopi dan teh, ia simpan dalam gelas, belum di seduh karna takut nantinya dingin, jadi nanti tinggal mengisi air dalam gelas itu.

Setelah urusan di meja makan selesai, semua tertata rapi, ada kopi dan teh yang belum di seduh dalam gelas, ada susu dalam teko kaca, roti dengan beberapa selai yang tertata, dan sandwich. Semua tampak sempurna di atas meja makan.

My Jessie Where stories live. Discover now