•Chapter '39•

10.7K 1.3K 37
                                    

Rahang Ares mengeras, ia terus meninju Nolan yang sudah terkapar tak berdaya. "Kak Ares, udah, itu Nolan bisa mati." Kata Lilie.

Ares sedang berada di rumah sakit, bersama Lyna dan Leonard. Pasangan suami-istri itu tengah duduk di ruang tunggu rumah sakit, Luna tampak menangis dan Leonard yang menenangkan.

Ares menarik kasar kerah seragam milik Nolan, membuat tubuh lemas lelaki itu terbawa begitu saja, "Anjing! Cewek lo bangsat, awas aja kalo adik gue kenapa-napa. Lo abis!" Kata Ares lalu membuang kasar tubuh Nolan.

Nolan hanya bisa meringis, ia tak menyangka jika Jessie hilang. Nolan tak tau apa-apa, ia hanya ingin menjenguk kakaknya di rumah sakit ini. Kakaknya yang terbarik koma karna gas beracun, yang ternyata berasal dari kekasihnya.

Nolan tak tau motif apa yang membuat Gracia menculik Jessie, apa karna gadis itu belum puas saat dia sudah menjadi miliknya? Apa Gracia juga berniat menghancurkan kebahagiannya, kebahagian satu-satunya, tentang kakaknya yang koma.

Leonard memandang datar pemandangan itu, "Jocelyna, kamu tau Arthur seperti apa. Biarkan dia menyelamatkan putri kita," ucap Leonard, ia lalu mencium kening dan kedua mata sembab milik Lyna.

Lyna mengangguk, "Kita ke rumah Thea ya," pinta Lyna dengan sedihnya.

Leonard mengangguk lalu berdiri, wajahnya masih datar dan dingin, tak tau saja jika isi kepalanya ingin meledak karna amarah. Leonard marah karna Arthur tak bisa menjaga putrinya. Putri bungsunya hilang, amarahnya jelas tak tertahan.

*****

Jessie menatap nyalang pada Gracia yang tega menariknya ke depan jendela. Mata Jessie melotot ketika melihat dirinya sedang di kurung di lantai paling atas, entah lantai berapa, tapi Jessie perkirakan jarak dari jendela ke tanah mungkin mencapai dua puluh meter.

Jessie mulai gelisah, "Arthur kenapa datangnya lama sekali," kata Jessie dalam hati sembari mengigit bibir bawahnya.

"No, Jessie jangan gigit bibir gitu, kasian." Kata Gracia, agak mengerikan saat ini untuk melihat wajah Gracia, karna pencahayaan ruangan yang kurang membuat Gracia terlihat seperti hantu.

Terlihat creepy.

"Jangan sentuh bibir gue, tangan Lo ada bakteri. Yang ada gue sakit gara-gara bakteri." Ucap Jessie sembari menjauhkan wajahnya dari jari-jari tangan Gracia yang ingin menyentuh tangannya.

Gracia tertawa kecil, "Bener banget, maaf ya." Kata Gracia. "Kalo kamu mau, kita bisa terjun bareng lewat jendela ini." Lanjut Gracia dengan senyum manisnya.

"Goblok," Ucapnya spontan.

Pertama kali secara langsung sejak di dunia ini, Jessie mengucapkan gerutuan anak muda zaman sekarang.

"Ga waras lo," lanjut Jessie sambil mengeleng, "Kalo mau mati sendiri aja, jangan ajak-ajak gue. Gue masih mau jadi bintang, gapai cita-cita."

Gracia menatap Jessie datar, "Hidup kamu udah sama aku, jadi jangan macam-macam." Ucap Gracia. Nadanya terdengar seperti mengancam, Jessie menegakan badanya, ia menatap Gracia kembali tanpa ada ketakutan.

"In your dream." Desis Jessie dengan berani.

Gracia membuang mukanya, "Jangan bikin aku marah." Ujar Gracia, ia lalu berjalan sedikit menjauh dari Jessie.

Terlihat Gracia sedang mengatur nafasnya. Jessie mengukir matanya ke kanan dan kiri, mencari sesuatu untuk menimpuk Gracia dari belakang. Kembali melihat ke bawah jendela, Jessie kemudia mengeleng, tak mungkin dirinya loncat dari jendela ini, bisa patah atau remuk dirinya.

Jangan lupa, mengapa Ruby bisa berada di raga milik Jessie. Jatuh dari ketinggian, alasan yang sangat indah.

Mata Jessie menemukan sebuah tongkat baseball, ia lalu tersenyum tipis. Bagaimana jika dirinya memukul Gracia mengunakan tongkat baseball itu? Pasti asik baginya.

Gracia masih sibuk mengatur nafasnya, Jessie dengan cekatan membawa tongkat itu. Suara langkah kaki membuat Gracia menoleh, ia membulatkan matanya ketika melihat sebuah tongkat baseball melayang ke arahnya.

"Jessie!" Pekik Gracia sebelum dirinya menutup mata, pingsan tak sadarkan diri.

Jessie menautkan alisnya, antara takut dan khawatir. Ia takut jika Gracia terbangun kembali, tapi juga khawatir pada Gracia. Bagaiman jika pukulannya terlalu keras? Kasihan sekali Gracia ini. 

Dor

Dor

Suara tembakan membuka Jessie menjatuhkan tongkatnya, "Pasti Arthur," guman Jessie.

Ia lalu melewati Gracia yang tergeletak begitu saja, berlari menuju lantai satu. Dimana ada penolongnya.

Jessie mengedipkan matanya seraya menatap ke segala arah, banyak sekali barang antik yang lusuh dan beberapa lukisan di dinding. Membuat jantung Jessie berdetak tak karuan, ini terlalu menyeramkan. "Seremnya," lirih Jessie.

Gadis itu lalu menarik nafasnya, ia mulai merapalkan doa di dalam hati. "Jessie kuat, ga takut." Ujar Jessie dengan suara keras.

"Mamaaa!" Teriak Jessie sepanjang ia menuruni tangga yang melingkar. "Tangganya panjang goblok," umpat Jessie ia lalu berhenti di tangga yang terdapat lampu di atas lemari kaca.

Jessie mengatur nafasnya sembari berpegangan pada lemari kaca, ia meringis sembari memegang perut bawah bagian kiri, dimana ginjalnya berada. "Jangan jadi sekarang lupusnya pliss," harap Jessie.

Ia lalu menoleh pada lemari kaca, tempatnya berpegangan. Jessie langsung menjauh, "AAA!" Pekik Jessie ia lalu menutup matanya. Ia berjongkok, isak tangis mulai terdengar.

Di dalam lemari kaca itu, terdapat sebuah boneka anak kecil, wajahnya menyeramkan, rambutnya di kepang dua, matanya metolot dan baju serta permukaannya usang.

Perlu di ketahui, Ruby paling takut oleh boneka seram, pocong, dan makhluk halus lainnya. Mereka benar-benar membuat Jessie frustasi, banyak sekali barang usang nan misterius di sini. Jessie mungkin bisa menghadapi para binatang buas di hutan, tapi ia paling takut oleh hantu.

Oh ya, Ruby tak suka binatang sejenis reftil yang melata. Seperti buaya, cicak, kadal, komodo dan hewan melata lainnya, terlalu menjijikan dan kulitnya itu membuatnya geli. Bagi Jessie yang menjadi anak IPA dulunya, ia jelas tau bagaimana menghadapi binatang di saat tertentu. Tapi menghadapi hantu? Di buku biologi tak di jelaskan tentang itu.

Jessie terisak sembari berjongkok, ia sangat takut oleh boneka itu. Bagaimana jika boneka itu sejenis Annabelle atau Chaki, Jessie tak mau di teror oleh boneka itu. Di culik Gracia saja sudah memusingkan, apalagi di teror oleh boneka hantu. Jessie akan koma terlebih dahulu saat melihat boneka itu berjalan atau berbicara, terlalu menakutkan menurutnya.

"Mama takut, hikss, tolongin, hikss." Isaknya. "Tau gini mending sama Gracia dulu tadi," kata Jessie dalam hati.

Kepalanya pusing, perut bagian samping kirinya sakit, jantungnya berdetak kencang, hal itu membuat Jessie kesakitan. Ia merasa tersiksa. Jessie membuka wajahnya sembari menutup mata rapat-rapat, ia mengelap air mata dan ingus oleh bajunya.

Jessie terduduk di tangga, ia lalu menyenderkan kepalanya. "Pusing," guman Jessie sebelum dirinya memejamkan mata. Tak kuat oleh rasa sakit yang ia rasakan.

"Jessie!?" Suara yang Jessie rinduhkan, menjadi yang terakhir gadis itu dengar sebelum benar-benar pingsan. 

*****

Maaf banget jarang update, aku sekolah banyak tugas. Sumpah, belum ulangan harian, belum presentasi, belum hapalan, apalagi saia anak IPA
༼⁠;⁠´⁠༎ຶ⁠ ⁠۝⁠ ⁠༎ຶ⁠༽

Bentar lagi ulangan, minggu ini aku bakalan banyak update, yeyyy. Berpelukan(⁠つ⁠≧⁠▽⁠≦⁠)⁠つ

My Jessie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang