02✔

273 269 272
                                    

Holaa, balik lagi di cerita gala!

Makasih udah mau mampir, dan semoga kalian suka ya, sama ceritanya!

Happy reading!
.
.
.
.
.

🐾🐾🐾🐾🐾

Nangis memang tidak bisa menyelesaikan masalah, tapi dengan menangis kita bisa menghilangkan rasa sesak di dada_Luna♥
.
.
.
.
.

Gue duduk di kursi paling pojok kantin sambil ditemani semangkok bakso pak Mamat yang isinya tinggal setengah.

Pandangan gue mengarah ke luar kantin, menatap tumpukan daun yang berjatuhan mengotori lapangan. Selintas pemikiran bodoh terlewat di kepala gue, bisa nggak gue menghitung daun-daun di pohon itu? Seberapa banyak daun yang jatuh saat ini?

Gue tersenyum bodoh. Jangankan menghitung jumlah daun-daun itu, mengukur seberapa besar rasa suka gue ke Aleandra aja gue nggak bisa. Atau memang perasaan gue ke cowok itu sudah tidak bisa diukur lagi?

Gue menyesap kuah bakso yang terasa sangat pas di lidah. Merasakan perpaduan rasa kecap dan sambal secara bersamaan. Tiba-tiba suara yang sangat familiar terdengar oleh telinga gue.

Gue menoleh dan terpaku menatap kedua orang di depan sana. Itu Aleandra, dan juga ada Ica disampingnya yang masih tetap setia menempeli tangan Aleandra. Di belakang mereka ada Reza dan Bintang yang mengikuti layaknya seorang bodyguard.

Gue mengamati pergerakan Aleandra yang kini berjalan ke pojok kantin yang satunya. Dia duduk di sana, dan menghadap ke arah gue. Tapi sayangnya dia belum menyadari kehadiran gue di sini. Aleandra memanggil pak Mamat dan memesan sesuatu, apapun yang dilakukannya tidak pernah lepas dari pandangan gue barang sedetik pun.

Aleandra Aakhash Raja, seorang cowok yang belum lama ini menarik perhatian gue. Mungkin gue udah jatuh cinta sejak pertama kali masuk di sekolah ini, bisa jadi karena dia udah dua kali membantu gue di hari pertama gue di sekolah ini.

Pertama, dia membantu mengantarkan gue ke kelas gue yang baru. Dan yang kedua, dia juga membantu mengantarkan gue ke kantin.

Sejak itu setiap gue ketemu Aleandra, rasanya jantung gue berdebar melebihi ritme yang biasanya. Padahal dia nggak melakukan apa-apa, dia cuma melakukan kebaikan yang memang seharusnya dilakukan seorang anggota osis.

Tapi hati gue menangkap hal lain yang seharusnya tidak boleh gue rasakan, seperti ada rasa yang berbeda ketika gue ketemu dengannya.

Lamunan gue buyar begitu saja ketika gue menyadari kalau sosok yang sedang gue amati saat ini tengah balik menatap. Jantung gue rasanya berdegup kencang ketika mata gue bertabrakan dengan manik cokelat itu. Untuk sejenak gue terpaku dan rasanya nggak bisa mengalihkan pandangan ke arah lain.

Sampai pada akhirnya Aleandra lah yang mengalihkan pandanganya terlebih dahulu, tanpa senyum manis dibibirnya. Seakan pandangan tadi hanya pandangan seolah kami saling tidak mengenal.

Setelah mendapatkan perlakuan seperti itu, gue mendadak jadi kesal sendiri. Gue mengeluarkan ponsel gue dan mencoba menghibungi Nofa dan Brian.

Budaya [Butuh Duda Kaya]
(3)

Gue kesal!

Masa tadi Ale liat gue tapi dia malah buang muka?

Udah gitu dia malah makan bareng sama si Ica lagi!

Febriana: Si Ica yang tadi pagi itu?

Harus Putus! [ Hiatus ]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum