2,1

2.4K 255 22
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



***

sepasang tungkai kaki berjalan dengan cepat layaknya dikejar sesuatu, membelah keramaian lorong sekolah. Tak peduli dengan celotehan siswa dan siswi yang sedang membicarakan adiknya.

Theo, anak pertama dari empat bersaudara ini pergi menemui sang pelaku atas kejadian yang menimpa adiknya kemarin, Naziva Arselva.

"Yang namanya Naziva mana?" Tanya Theo saat memasuki salah satu ruang kelas yang katanya merupakan kelas Ziva.

"Saya kak?" Bales Ziva bergetar, ia takut.

"Oh jadi lo? yang namnya Naziva Arselva."

"K-kenapa ya kak?"

"Kenapa ya kak? yakin lo nanya begitu?" Naziva memasang wajah panik saat Theo berkata seperti itu, Ziva sekarang ketakutan setengah mati.

"Lo jadiin Rachel tempat amarah lo? karena Lisa jadian sama Jevan, serius? childish banget." Theo diam sesaat menatap penampilan sang gadis didepannya ini.

"Otak dipake, cantik-cantik gak punya otak. Murah banget, ngejar cowok sampe segitunya." Lanjut Theo, Naziva menunduk takut.

"Sadar! lo begini Jevan tambah gak akan mau sama lo, mikir." Theo memutar bola matanya malas berbicara dengan lawan bicaranya saat ini.

"Lo mau gue ambil jalur hukum? lo bukan anak kecil lagi Naziva. Lo udah gede, bukan bocil yang perlu dinasehatin berkali-kali baru ngerti."

"Tolong jangan ngelakuin hal bodoh kayak gini lagi ke Rachel ataupun orang lain, gue tau kenapa lo gak nargetin Farel, karna lo cuman berani sama cewek kan? lo penakut, pengecut yang beraninya cuman sama yang lemah."

"Lo gak perlu segitunya buat dapetin hati Jevan doang, karena dari awal Jevan cuman suka sama Lisa. Disini lo cuman orang baru yang jatohnya gak tau diri!" Theo menekankan kata tidak tahu diri pada ucapannya.

Certainty | Local auWhere stories live. Discover now