11. Gezan mengamuk

1.2K 67 0
                                    

Ghanis tersenyum miris. Apa yang ia harapkan pada keluarga nya. . .? Seberapa jauh ia pergi, takdirnya tidak akan jauh dari sini. Lantas apa yang bisa ia lakukan . . .

Dengan tega, ayahnya yang coba ia lindungi kini menyuruh bawahannya untuk menculik dia dan membawa kembali kerumahnya. Akankah mimpinya tetap sama?

"Nis. Di cariin tunangan lo. btw, tunangan lo lumayan. Tapi sayang, cuma formalitas. . . ."

Ghanis menatap datar kearah Sherin. Menyadari raut suram milik Ghanis. Pada akhirnya gadis itu memilih berlalu dari kamarnya.

Ghanis pun turun untuk menemui Gezan. Aura suram yang menyertai nya tak pernah surut. Setelah melihat Gezan yang duduk tenang di sofa singgel. Ghanis pun ikutan duduk didepannya "ada apa?" Tanya Ghanis dengan datar. Tidak adalagi raut kegembiraan diwajahnya. Bahkan tatapan yang selama ini memuja nya kini hanya tatapan mematikan.

"Lo berubah nis. Gue ada salah apa sama Lo. . . ?"

Perubahan Ghanis tidak hanya dirasakan oleh dirinya. Melainkan orang di sekitarnya ikut merasakannya. Ghanis yang Gezan kenal tak kan pernah menunjukkan aura mematikan. Ghanis yang Gezan kenal selalu melihatnya dengan tatapan berbinar, ekspresi yang ceria, sikap yang manja bahkan ia akan berubah menjadi galak ketika Illena, sahabatnya berada disampingnya.

"Lo ga salah. Hanya aja, waktu yang membuat gue sadar. . . " Jawaban ambigu Ghanis tidak membuat rasa penasaran di pikiran nya terobati. Kini Gezan seakan penasaran yang membuat Ghanis menjauh darinya.

Gezan tak peduli

Dari dulu memang ia tak peduli pada Ghanis. Sikapnya yang berubah hanya membuat dirinya sedikit tertarik.

Se.di.kit

Berulangkali Gezan menegaskan hal itu pada dirinya.

Tapi, lagi dan lagi Ghanis gadis yang tak pernah ia pikirkan kini kembali masuk dalam otaknya.

Bahkan sekalipun ia berada di dekat sahabat kecilnya.

"Gue capek. Gue harap Lo ga memaksa bonyok Lo untuk nekan bokap gue. Ternyata Lo tetap main cupu yah. . . " Desis Ghanis dengan tatapan merendahkan. Ghanis yakin jika bokap nya pasti ditekan oleh ortu Gezan. Karena ia percaya orangtuanya tidak mungkin mencarinya jika tidak berkaitan dengan Gezan.

". .dan masalah tunangan. Gue dah berulangkali menegaskan. Gue engga Sudi bertunangan dengan Lo...."

Rasa kesal yang semakin bertambah menjadi emosi tak terkendali. "Lo. kira. Semudah. Itu. Lepas. Dari. Genggaman. gue..." Pernyataan yang penuh dengan penekanan kini membuat atensi berpusat pada Gezan.

Tawa sarkas muncul di wajah Ghanis "Lo kira. Gue akan nyerah gitu aja? Engga! Engga bakalan Gezan...! Dimana obsesi Lo milikin gue. . . !! Disitulah ada obsesi besar buat lepas dari Lo. . . !" Bentak Ghanis di hadapan Gezan.

Plakk

Tamparan keras dari Gezan ia layangkan ke Ghanis. Tidak hanya itu tangan nya pun ikut menarik rambut Ghanis dengan kuat. "Gue ga bakalan biarin itu. . . !" Desis Gezan sebelum ia melepaskan jambakan nya dan pergi dari rumah nya.

"Cih. Dengan perlakuan Lo kaya gini semakin yakin jika mimpi itu memang benar..." Ghanis dengan kasar menghapus noda darah di sudut pipi nya.

Ia membenci perlakuan kasar. Tapi juga terbiasa merasakan luka.

Meski hidup penuh dengan luka. Tetap saja Ghanis akan merasa sakit yang dahsyat.

Ghanis memilih menutup mata. Menikmati kesendirian dengan luka.

_____

"Sial. sial. Arghhhh. . . !!"

"Bangsat. .  . !"

Gezan mengamuk. Semua barang yang berada disekitar nya ia banting. Tak hanya itu beberapa bodyguard yang ditugaskan oleh ayahnya kini terbaring di lantai dengan mengenaskan.

Tak ada yang berani mendekati nya.

"Gezan. . . " Panggil seseorang dengan suara lembut.

Pergerakan Gezan terhenti. Tatapan yang semula menakutkan kini berubah melembut. "Illy..." Yah, gadis itu tidak lain adalah Illena.

Gadis berambut panjang pun perlahan mendekati nya. Tidak ada ketakutan yang sering diperlihatkan orang lain padanya. Ekspresi lembut serta khawatir yang dapat Gezan lihat.

"Kamu tenang yah. Jangan seperti ini, kau membuat aku khawatir Zan. Gezan yang manis tidak akan membuat Illy takutkan. . . ?"

Gezan melunak. Ia pun menggelengkan kepalanya seakan tak menyetujui gadis tersebut.

"Baiklah. Gezan minum obat dulu yah biar Gezan sembuh. . ."

"Gezan engga sakit!"

Illena dengan sabar menuntun lelaki itu untuk duduk "Gezan engga akan sakit jika Gezan sudah minum obat. " Gadis itu pun menyodorkan beberapa obat serta minum kepada Gezan.

Gezan pada akhirnya meminum dan perlahan matanya memberat dan tidur di pundak gadis itu.

"Anak yang baik. . . Gezan harus sembuh. . ."

_____

"Huaaa. Lo kemana aja sih nis. Lo tau, gue engga bisa hidup tanpa Lo. . ." Cecar Nessa saat melihat Ghanis turun dari mobilnya.

"Sorry. Ada urusan gue"

"Ck. Urusan. Berasa anak presiden hidup Lo penuh dengan urusan. . ."

Ghanis tertawa renyah. Ia rindu dengan suara Nessa. Tapi percakapannya terhentikan saat melihat Gezan yang baru saja sampai bersama Illena.

Seharusnya memang seperti ini bukan?

"Nis. Lo ga papa kan?" Tanya Nessa. Tatapan nya terlihat khawatir ketika melihat pandangan Ghanis tak terlepas dari Gezan.

"Engga. Biasa aja tuh. . ."

"Tapi. . ."

"Udah nes. Bentar lagi masuk." Potong Ghanis dengan cepat dan meninggalkan Nessa.

"Bangke Lo! Gue ko malah ditinggal. . ." Teriak Nessa frustasi.

_____

Terimakasih bagi teman-teman yang sudah bergabung dalam cerita ini. Jujur mencari inspirasi cerita ini adalah tantangan tersendiri bagi ku secara pribadi. Berharap sih, kalian dapat membacanya dengan baik.

Terimakasih

The Dream Of Death (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang