5. SEHARUSNYA, TIDAK PERLU SEJAUH INI

8.7K 843 845
                                    

Hi selamat datang dan semoga suka sama part ini! 💌

Karena beberapa orang yang nanya kenapa suka ga bisa kebuka partnya aku kasih tau aja beberapa part nanti bakalan di privat, so follow aku dulu yaa 🙆‍♀️

Sebelum baca jangan lupa vote dulu dan ramaikan setiap paragraf dengan komentar kalian 🧁

• • •

5. Seharusnya, Tidak Perlu Sejauh Ini.

STARLA menghembuskan beberapa kali napasnya yang terlihat kasar. Dahinya berkerut menandakan cewek itu sedang kesal, bibirnya mengerucut kedepan dan tangannya kini merapikan rambut dan bando mutiaranya yang nampaknya terlihat miring.

Pagi ini rasa kesal menyambutnya, bagaimana tidak saat di rumah Nathan memaksanya mengantarkan dirinya pergi ke sekolah. Starla awalnya menolak karena memikirkan dirinya ingin berjualan bunga dengan sepeda kesayangannya nanti sewaktu pulang sekolah, tetapi Nathan tetaplah Nathan. Belum sampai rasa kesalnya reda karena cowok itu memaksanya berangkat bersama, di tengah perjalanan Nathan membawakan motornya seperti ingin menjadi pembalap. Starla berteriak ketakutan tetapi tak di hiraukan Nathan.

Dan yang terakhir saat dirinya baru saja turun dari motor abangnya itu rambutnya yang sudah disisir rapih kembali di buat acak-acak oleh Nathan. Cowok itu hanya terkekeh melihat raut kesal adiknya.

"Ucapan gue yang tadi malam enggak usah lo pikirin. Gue mabok berasa dunia muter-muter makanya hal pertama yang gue ucapin sama lo gue capek banget."

"Punya abang ngeselin banget! Bikin pusing, bikin marah!" Starla berbicara sendiri sambil mengepalkan tangannya.

Starla semakin mempercepat langkahnya masuk ke dalam kelas. Dan menghiraukan teman-temannya yang sedang berkumpul, meributkan satu buku yang entah apa isinya.

"Bule kampung minggir. Gue males berantem pagi-pagi," usir Starla kepada Milan yang sedang memainkan ponselnya.

Milan yang sedang memainkan ponselnya kini mengangkat kepalanya dan menemukan Starla yang sedang mengangkat tas hitamnya ke arah kursi pinggir. Starla tidak salah karena cewek itu memang duduk di dekat dinding. Spot terbaiknya karena tidak terlalu kelihatan guru sewaktu-waktu Starla malas mendengarkan guru yang sedang menerangkan.

"Lo di pinggir. Gue mau senderan," balas Milan enteng. Cowok itu kembali memainkan ponselnya.

Starla menarik napasnya kesal. Suasana hatinya sedang tidak baik. "Loh, kan memang kursi gue di pojok dekat dinding."

"Ini meja sebelum lo pindah ke SMANSA udah jadi hak paten milik gue. Lo cuman anak baru, La. Bebas dong gue mau di pinggir atau di pojok." Milan dengan sombongnya berucap seperti itu.

Starla menatap tajam Milan sebelum menendang kursi miliknya dulu dan mulai menduduki kursi pinggir. Biasanya dirinya akan berdebat panjang oleh Milan sampai cowok itu menyerah dan memilih mengalah.

"Mimpi apa gue satu meja sama bule kampung," guman Starla sembari memijat pelipisnya.

Tentu saja Milan mendengarkannya. Cowok itu tetap pada pendiriannya. Entah mengapa melihat Starla kesal seperti itu kesenangan tersendiri baginya.

Starla memijat pelipisnya. Kepalanya penuh sekarang. Pagi hari sekali sudah ada dua manusia yang membuatnya kesal setengah mati. Menarik napas sabar pun tak membuat rasa kesalnya berkurang.

Cewek itu mulai menegakkan tubuhnya kala melihat salah satu guru yang masuk akan mengajar kelasnya. Bunyi gaduh terdengar dari teman-temannya.

"Cleo kamu kumpulin tugas di meja paling depan ya."

BENUASTARLAWhere stories live. Discover now