Chapter 1

4.5K 263 96
                                    

Ini bulan Maret, tepatnya pada pertengahan semester. Seorang lelaki manis berpipi chubby bernama Boo Seungkwan memutuskan untuk pindah dari Jeju dan tinggal di Seoul bersama ayahnya.

Hal ini dilakukannya karena dirinya mencoba untuk memberi waktu dan luang untuk ibu dan suami barunya.

Enam tahun lalu, ibu dan ayah Seungkwan bercerai, dan pengadilan memutuskan bahwa Seungkwan harus tinggal bersama sang ibu dan dua bulan lalu tepat pada malam tahun baru, ibunya menikah lagi dengan seorang pemain baseball.

Suami baru ibunya jarang pulang ke rumah. Pria itu lebih suka tinggal di asramanya daripada di rumah. Seungkwan tidak bodoh jika suami baru ibunya itu masih canggung bertemu dengannya.

Akhirnya Seungkwan memilih untuk pindah dan tinggal bersama sang ayah di distrik Jamsil, Seoul, tempat tinggal ayahnya saat masih muda.

Seungkwan berharap keputusannya itu membuat ibunya lebih menikmati waktu dengan suami barunya, semoga saja. Tapi Seungkwan sudah tinggal bersama ibunya lebih dari enam tahun. Seungkwan merasa bahwa ibunya sudah cukup melihatnya tumbuh dan berkembang.

"Kau mengecat rambutmu?" kata sang ayah yang sibuk menyetir mobilnya.

Seungkwan kini sudah sampai di Jamsil beberapa menit yang lalu dan ayahnya segera menjemputnya di bandara Gimpo.

Sebelumnya warna rambut Seungkwan adalah cokelat dan sekarang menjadi abu-abu. Seungkwan pun refleks menyentuh rambutnya saat ayahnya berkata seperti itu.

"Aku mengecatnya terakhir kali saat bertemu denganmu." kata Seungkwan.

"Seharusnya catnya sudah luntur." kata sang ayah.

Seungkwan memang memiliki hobi suka mengganti warna rambutnya dengan warna lain. Rencananya ia akan mengubah warna rambutnya menjadi putih kekuningan kalau ia sudah bosan dengan warna rambutnya sekarang.

Mobil polisi sang ayah kini berhenti di depan sebuah rumah minimalis berlantai dua. Seungkwan menatapnya sesaat dan perasaannya bagai dipermainkan oleh waktu. Seungkwan tersenyum tipis sambil menggenggam erat pot kecil bunga kaktusnya.

"Aku membiarkan rumah ini rapuh dengan alam, bahkan aku belum menambah jumlah kamar mandinya." kata sang ayah.

Seungkwan menatap rumah yang pernah dirinya tinggali beberapa tahun yang lalu, "Baguslah walaupun hanya ada satu kamar mandi." katanya.

Sang ayah membantu membawakan barang-barangnya ke kamarnya dan membiarkan Seungkwan bernostalgia sejenak dengan suasana ini.

"Kau suka? Nenek penjual itu sendiri yang memilih sprei warna ini. Kau suka warna jingga, kan?" kata sang ayah saat menunjukkan letak kamar Seungkwan.

Seungkwan hanya mengangguk dan bergumam, "Warna jingganya bagus" katanya.

Seungkwan kemudian duduk di kasur single bednya sambil menatap sekeliling kamar barunya.

"Iya, kurasa kau menyukai kamarmu sekarang." kata sang ayah lalu keluar dari kamar Seungkwan.

Seungkwan kemudian meletakkan pot kecil yang sejak tadi digenggamnya dan kembali menatap kamarnya dengan binarnya yang mulai hidup.

Inilah yang Seungkwan inginkan, ia tidak ingin menjadi pusat kecanggungan semua orang. Seungkwan merasa bahwa ini yang terbaik untuk sedikit melupakan rasa kecewa ibunya yang ia tinggalkan beberapa jam yang lalu.

SEVENTEEN : Code Six | VerKwanChan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang