"Mereka udah datang?" tanyaku lagi pada Azzam.
"Oh, bukan. Ada yang beli tadi"
"Gua kirain Gloria dan yang lain" kataku.
"Bukan, bukan"
Aku terlalu banyak berharap. Azzam melanjutkan pekerjaannya hampir selesai, baru ada suara salam lagi dari luar. Kali ini tidak salah lagi!
"Assalamualaikum" suara itu menghampiri kami.
"Gloria, Nadia. Silakan duduk" Azzam bilang.
"Maaf ya terlambat, tadi ada rapat ga taunya lama banget. Saya lupa memberitahu kalian" kata Gloria.
"Udah selesai belum? Kalian memang bahas apa?" kata Nadia.
Dibanding Nadia, Gloria duduk agak menjauh dari kami para laki-laki. Nadia menggunakan hijab yang seleher, lebih pendek yang Gloria kenakan. Kebetulan sekali waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore.
"Maaf ya tadi kami ada kesibukan" kata Gloria.
"Iya, nih. Kita jadi panitia pesantren kilat di sekolah nanti" kata Nadia.
"Sudah kuduga. Makanya gua mintanya dari kemarin" kata Azzam.
Ya bagaimana ya? Mana kutahu kalau sebentar lagi bulan puasa. Biasanyapun kalau bulan puasa, aku tidak mempedulikannya. Tidak banyak bicara, Azzam langsung mengajak Gloria untuk membahas materi bersama, utamanya meminta penjelasan tentang materi kami yaitu sikap ikhlas dan tawakal. Yah, biarpun Azzam ini anak yang suka mengantuk, tetapi dia begitu aktif kalau dalam belajar di luar sekolah.
"Oh iya, si Farah kemana? Bukannya dia satu kelompok sama lu?" Azzam menyadarkanku.
"Dia ada lomba saman nanti di Festival Seni Siswa nanti, jadi ga bisa dateng"
Padahal, Gloria dan Nadia tadi punya kesibukan. Ah, positif saja. Mungkin kalau saman begitu lama latihannya sampai malam. Pembahasa selanjutnya masih tentang Agama, namun materinya Gloria dan Nadia tentang kisah Nabi Musa. Sebagai gantinya, Azzam membantu materi Gloria tentang materi perbankan. Aku yang bingung hanya bisa melongo menyaksikan sesuatu yang bahkan bisa dibilang langka kalau lagi kerja kelompok.
Paling yang kutahu ya main-main saja. Bahkan aku sempat berpikir mereka melupakan kita. Terlepas dari itupun, aku melihat suatu ketertarikan pada Gloria pada gitar yang ada di dekat lemari itu.
"Azzam suka main musik?" Gloria bilang.
"Enggak juga, bapak gua yang mainin mulu kalo sempat" kata Azzam.
"Ini gitarnya lumayan bagus. Pasti dirawat. Lihat senar itu, masih bagus" Gloria menatapnya lumayan lama.
Apa jangan-jangan dia sering main music?
"Kamu suka main music, Gloria?" tanyaku.
"Nanti katanya Gloria mau main jazz di acara pesantren kilat nanti" kata Nadia.
Gloria hanya tersenyum kecil, "Sudahlah, Nadia. Tak usah diperbesar. Saya tidak sejago itu. Lagian, bukannya kalian yang minta?"
Sesuatu yang tidak kusangka. Dibalik penampilannya yang begitu sederhana dan anggun, Gloria bisa bermain musik juga rupanya. Aku ingin bermain bersamanya, namun kurasa tidak dalam waktu dekat. Akupun juga masih trauma dengan masa laluku.
Aku masih butuh waktu.
"Kayaknya udah selesai, deh. Yuk kita pulang" kataku.
"Tunggu saja dulu, soalnya sudah mau Maghrib" Gloria bilang.
Mendengar itu, Nadia langsung meledekku "Ya ketauan deh suka bolong-bolong"
"Tau nih hahaha" Azzam bersemangat meledekku.
"Iya maaf et dah" kataku.
Azan sumbang berkumandang dari mushola sebelah. Azzam yang biasanya jarang, akhirnya mengajakku untuk sembahyang sementara Gloria dan Nadia sembahyang di rumahnya. Setelah itu, Azzam mengantarku ke Toko Kue Rani, sedangkan Gloria diantar Nadia ke rumahnya.
"Gak nyangka kita kerja kelompok beneran belajar" kataku saat kami masih di perjalanan.
"Makanya gua males jugaan belajar di sekolah kayak ga belajar. Mending turu" kata Azzam.
"Lagi juga, Gloria memang anak yang rajin juga" kataku.
"Males juga makanya ngajak anak yang lain. Kita sudah kelar Ekonomi sama Agama, tinggal belajar yang lain aja"
"Omong-omong, lu gak ikut OSIS?" tanyaku.
"Malas juga sih, belajarnya juga udah banyak. Lagian, gua juga disuruh jagain warung mulu sama mbah atau bapak gua" Azzam balas.
Aku bersyukur punya teman yang tidak menjerumuskan begini. Maksudku, aku benar-benar bersyukur sekali. Teman-temanku benar-benar menolongku dimasa-masa traumatic ini. Atau mungkin ini perbuatan baikku yang tidak sengaja kulakukan? Entahlah.
"Di sini aja ya? Eh ngapa lu nangis begitu?!" Azzam panik.
"Hari ini ... gua kebangetan seneng, Jam. Baru kali ini gua punya kerja kelompok kayak lu pada. Udah dulu yaaa!!!" aku buru-buru jalan cepat, biar dia tidak lihat lagi.
BERSAMBUNG.....
YOU ARE READING
Tabung Kaca
Teen FictionPengalaman buruknya selama mengamen membuat Zulkifli Hadi tersadar, bahwa masih ada harapan untuk hidup. Diselamatkan dari sekarat, Zul berterima kasih pada tantenya yang membawanya pada hidup yang baru. Tidak disangka, persemaian cinta yang baru di...