19. Makan Siang

2.6K 197 2
                                    

Dana sedari tadi menatap Gana tak bersahabat. Ia masih kesal dengan lelaki itu tapi apa dayanya semua sudah terjadi, tidak bisa diubah kembali. Ia terpaksa menyerah memperjuangkan Irene karena perempuan itu terus menolak kehadirannya.

"Sebenarnya kamu kenapa sih Gana? Kok, mukamu lebam begitu," tanya Nia pada putra sulungnya. Ia sangat cemas sekarang karena ini pertama kalinya sang putra mendapat luka di sudut bibir dan dahinya. Setahunya Gana tidak suka berkelahi tapi kenapa anaknya bisa terluka seperti itu, tanyanya dalam hati.

"Enggak apa-apa, Bun. Nanti juga lukanya sembuh sendiri," jawab Gana santai. Ia tidak mau sang bunda tahu permasalahannya dengan Dana.

"Sebentar lagi kamu akan menikah tapi malah luka-luka kayak gini. Siapa sih yang berani mukul kamu," tutur Nia lembut seraya mengamati wajah sang putra.

"Bukan siapa-siapa, Bun. Orang itu cuma salah paham sama Gana," bohong Gana seraya melirik sekilas Dana. Mata mereka tak sengaja bertemu, Dana menatap Gana penuh kebencian. Tatapan yang sama dengan saat laki-laki itu memukulnya.

"Bukan Dana yang memukul kamu, kan?" tanya Nia curiga yang melihat tatapan Dana yang tidak bersahabat pada sang kakak.

Gana menggeleng, "Bukanlah, Bun. Kita baik-baik saja kan Jaguar," balas Gana seraya tersenyum ke arah Dana.

Dana hanya berdeham. Ia bukannya tidak mau mengakui perbuatannya tapi mengingat ibunya yang suka overthingking dan mudah cemas--membuatnya menyembunyikan kebenaran yang terjadi. Kali ini ia tidak mau egois, percuma menceritakan kejadian yang sebenarnya karena perempuan yang ia cintai benar-benar tak mau kembali padanya.

"Terus kenapa kamu ngelihatin kakakmu kayak lihat setan aja." Nia menatap ke arah Dana yang langsung memasang ekspresi datar dan tenang kembali.

"Enggak ah, itu cuma perasaan Bunda aja," elak Dana dengan nada rendah.

"Kalau kalian tidak bertengkar, ya sukurlah. Kalian kakak-beradik harus saling menyayangi." Nia tersenyum bergantian menatap sang putra.

"Iya, Bun," jawab Dana dan Gana bersamaan.

"Terus gimana persiapan pernikahan kamu dengan Irene?" Nia mengubah topik dengan raut wajah antusias. Ia tak sabar melihat putranya menikah.

"Semua berjalan lancar. Cuma pakaian seragam Dana aja yang belum dibuat, kan dia sibuk. Nanti Adeline mau ke sini buat ngasih desain dan sekalian ngukur mumpung Dana di rumah," jelas Gana santai.

Dana memejamkan mata sejenak. Ia ingin sekali melarikan diri, tidak hadir di acara pernikahan sang kakak. Dirinya tak sanggup melihat sang pujaan hati menjadi milik orang lain.

"Dana, kamu enggak ada acara, kan? Soalnya, kamu suka nghilang tiba-tiba," kata Nia yang dijawab gelengan dari Dana.

"Permisi, Nyonya," ujar salah satu pelayan Keluarga Hartanto.

"Iya, ada apa?" Nia menatap perempuan paruh baya yang sudah bekerja dengannya selama dua puluh tahun.

"Ada Nona Adeline dan Nona Elsa," katanya yang membuat Nia tersenyum.

"Suruh mereka masuk. Sekalian makan siang," perintah Nia dengan nada lembut. Kemudian, ia berjalan ke tempat rak piring untuk mengambil dua piring beserta sendok, garpu dan gelas untuk Adeline dan Elsa.

Pelayan itu juga meninggalkan meja makan, lalu tak lama kemudian Adeline dan Elsa memasuki ruangan.

"Siang Tante," salam Elsa pada Nia.

"Maaf, ya, Tan, kita berdua ganggu makan siangnya," timpal Adeline dengan raut wajah sumringah.

"Enggak pa-pa, ayo kalian berdua duduk. Ikut makan, ini Tante sama Gana dan Dana baru aja mau makan," terang Nia seraya berdiri lalu menggeser kursi untuk ditempati Adeline yang bersebelahan dengan Dana.

"Duduk sini Adeline, samping Dana." Nia menepuk kursi pelan, Adeline tersenyum, lalu melirik ke arah Dana sebenarnya ia ingin menolak tapi sungkan. Terpaksa ia mengangguk.

"Baik, Tan," sahut Adeline dengan nada lembut.

Elsa yang melihat itu sedikit tak suka. Pasalnya ia kemari bukan untuk menemani Adeline tapi supaya bisa dekat dengan Dana. Namun, apa yang bisa ia perbuat, dirinya hanya tamu yang tak diundang.

"Elsa duduk di sebelah Gana, ya."

"Iya, Tan. Terima kasih."

"Ngomong-ngomong sudah lama ya, Sa, Tante enggak ketemu kamu." Nia tersenyum ke arah Elsa.

"Iya, Tante sibuk terus jadi enggak pernah ketemu kalau Elsa ada di Jakarta."

"Mau gimana lagi, cuma Gana yang mau ngurus perusahaan, Dana kan enggak mau ikut bantu."

"Itu bukan passion Dana, Bun," sanggah Dana seraya mengaduk lemin tea-nya.

Nia hanya tersenyum. Ia berharap Dana suatu saat nanti tertarik ke dunia bisnis dan mau meneruskan usaha keluarganya.

Adeline merasa tak nyaman duduk di sebelah Dana. Ia hanya diam. Tak berani melirik ke arah pria di sampingnya. Tangannya meremas gaunnya untuk menyalurkan kegamangannya.

"Ayo, di makan," ajak Nia kepada Elsa dan Adeline.

Elsa tersenyum, "Baik, Tante." Perempuan itu langsung mengambil nasi dan beberapa lauk yang ada di hadapannya tanpa sayur karena ia tak suka sayur.

Adeline pun menjawab, "Iya, Tan. Ini semua pasti lezat, Adel tebak, Tante juga ikut masak kan."

"Betul, Tante masak cumi lada hitam kesukaan Dana," terangnya seraya menyodorkan ke arah putra bungsunya.

"Wah, kalau gitu Adeline mau makan," ucap Adeline antusias, ia juga menyukai cumi-cumi, tapi tangan kanannya tiba-tiba digenggam erat oleh Dana sampai ia merasakan nyeri.

Adeline pun berusaha melepaskan tangan Dana tapi tak kunjung dilepaskan, ia menginjak kaki Dana yang membuat pria itu meringis kesakitan tapi enggan melepas tangan Adeline. Namun, Adeline berhasil melepaskan tangannya dari genggaman Dana.

Dana menyodorkan mangkuk cumi-cumi lada hitam ke Adeline, "Miss Adeline ini enak sekali, ayo dicicipi," katanya dengan raut wajah datar.

Adeline tersenyum manis, ia tetap berusaha terlihat baik-baik saja, "Iya terima kasih."

"Aku juga mau, Dana," celetuk Elsa seraya memasang raut wajah sumringah.

"Ambil sendiri," jawab Dana dengan nada dingin.

"Iya."

"Miss Adeline, hari ini cantik sekali ya, Bun," ujar Dana pada sang bunda yang langsung dibalas senyuman.

"Iya, makin hari Adeline makin cantik," puji Nia seraya menatap Adeline yang ditatap menjadi salah tingkah.

"Terima kasih, Tan."

Adeline jadi curiga dengan Dana. Ia yakin pria itu pasti merencanakan sesuatu. Namun, ia tidak tahu apa yang akan dilakukan seorang Dana padanya.

"Jaguar, kamu menyukai Adeline, ya," ujar Gana asal.

"Kalau iya kenapa?" Dana menjawab santai dengan raut wajah datar.

Adeline langsung tersedak. Ia terbatuk-batuk yang sontak Dana menuangkan air putih untuk Adeline.

"Ini, Miss Adeline."

Adeline menerimanya tanpa pikir panjang. Ia harus berhati-hati sekarang karena Dana menunjukkan sikap yang sangat berbeda dari biasanya. Dirinya juga memiliki rasa takut kalau pria itu ingin menyakitinya karena ingin balas dendam.

"Terima kasih."

Bersambung...

Yuk yang mau beli pdf 11 judul cuma Rp 50.000 sampai besok siang jam 12.

Judul PDF:

1. Random Wife
2. Ugly Ceo
3. Romantic Drama
4. Romantic Hospital
5. Wanted! Ugly Wife
6. Annoying Couple
7. Aku Bukan Simpanan
8. He Called Me Buluk
9. Random Husband
10. Am I Pregnant?

Pembayaran via bank bri atau shopeepay atau pulsa atau ovo

Hubungi wa 085865080449


Unpredictable NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang