50. Balasan

16 3 0
                                    

Suara brankar yang didorong cepat meramaikan salah satu lorong rumah sakit. Seorang pemuda terus merapal sebuah nama agar kawannya itu tetap bertahan. Brankar telah masuk ke ruang UGD, menyisakan seorang suster bersama seorang pemuda dengan wajah sembab. Pemuda itu sempat menangis di kala sang teman tak merespon panggilan lantangnya sesat setelah kemenangannya diserukan.

"Tolong selamatkan Adnan, Sus," mohon Juan lirih.

"Kami akan berusaha semaksimal mungkin," balas Suster tersebut kemudian masuk bersamaan dengan pintu UGD yang menutup.

Juan berbalik, mengusap wajahnya frustasi. Seharusnya ia tahu, hal ini akan terjadi. Seharusnya ia seret keluar saja sahabatnya itu dari ring lalu mengantarnya pulang ke rumah. Seharusnya sekarang sahabatnya itu tengah tidur nyenyak di kamar ditemani bunga tidur, bukan tidur nyenyak namun berada diambang hidup dan mati. Banyak kata seharusnya di sini dan Juan sungguh menyesali keputusannya. Kenapa ia mau mengikuti kemauan Satria untuk berbohong dan mengantarnya ke tempat terlarang di jalan Himalaya? Sahabat macam apa dia? Ternyata benar, penyesalan itu di belakang.

Melalui jendela kecil di pintu UGD, Juan dapat melihat jika Dokter dan Suster tengah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Satria di dalam. Juan tidak siap jika kehilangan sahabat untuk kedua kalinya. Di dalam hatinya, ia terus merapalkan doa agar Satria selamat.

Terlihat dari kejauhan, tiga orang berlari tergesa di lorong tempat Juan berada, salah satunya sempat Juan hubungi. Juan menoleh, mengetahui dengan pasti siapa yang datang. ia langsung diserbu pertanyaan.

"Juan, kenapa Satria bisa masuk rumah sakit?!" Lina mengguncang tubuh Juan. Raut wajahnya begitu panik bercampur isak tangis. "Satria kenapa, Juan?!"

"Apa yang sebenarnya terjadi, Juan?!" tanya King serius namun Juan hanya bisa mengucap maaf.

Dengan didampingi King, Lina mendekati pintu UGD. Melihat kondisi di dalam melalui jendela kecil di sana, Lina menutup mulutnya tak kuasa menahan tangis sedangkan King segera merengkuh istrinya dalam pelukan sembari memberikan kata-kata penenang juga pernyataan bahwa Satria akan selalu bersama mereka. 

Atmosfer di luar pun tengah dirasakan oleh Dokter dan Suster yang menangani Satria di dalam. Satria sempat tersadar namun mengalami muntah darah. Dengan segera sang suster membuka masker oksigen Satria lalu membersihkan muntahan darah tersebut dengan telaten. Namun tak berselang lama, Satria kehilangan kesadarannya lagi, menciptakan bunyi bising pada alat yang menempel pada tubuhnya. Dokter Vino segera memerintahkan salah satu suster untuk memberikan suntikan melalui intravena. 

"Dokter tahu kamu anak yang kuat. Kamu harus bertahan, ya," ucap Dokter Vino sembari menunggu reaksi obat tersebut. 

"Detak jantung pasien kembali normal, Dok," ujar salah satu Suster bernama Indah bersamaan dengan mesin EKG yang berbunyi teratur.

Dokter Vino tersenyum lega. "Segera pindahkan pasien ke ruang ICU dan berikan pengawasan intensif pada pasien," titahnya. Kedua suster mengangguk. "Baik, Dok."

Satria dibawa ke luar UGD. King dan Lina serta Jaya dan Juan buru-buru mendekat ingin melihat kondisi Satria namun aksi mereka dicegat Dokter Vino yang menginginkan orang tua Satria untuk bicara hal penting di ruangannya. Ketiga orang dewasa itu meninggalkan Jaya dan Juan berdua di lorong.

***

"Assalamualaikum, Sony pulang," Sony masuk ke dalam rumah tidak disambut oleh siapa-siapa. Pemuda itu sekilas mengerutkan kening melihat kondisi ruang tamu yang sepi. Sony berjalan lebih dalam dan menemukan Ibunya yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Pantes aja nggak ada yang jawab, lagi di kamar mandi ternyata," celetuk Sony dan dihadiahi raut terkejut Fadia.

"Loh! Kamu sudah pulang, sayang? Kok Ibu nggak dengar, ya?" Fadia menghampiri putranya. 

Be Alright [On Going]Where stories live. Discover now