Chapter 2

4.5K 148 33
                                    

Ketika melihat mereka berdua, alis Mama Rama mengernyit, "...Kalian.... lagi ....ngapain....?" katanya lambat-lambat.

Wanita  cantik dan ramping itu menaruh nampan berisi snack dan dua gelas es teh  di meja, tapi matanya melotot melihat Dewo yang telanjang dada.

Muka  Dewo terasa panas, ia membungkukkan tubuhnya berusaha menciut sekecil  mungkin, kalau bisa ia ingin ditelan bumi. Ia melirik ke Rama minta  bantuan. Tapi temannya itu terlihat cukup santai.

"Enggak Ma, si  Abang baru cerita kalo dia mau jadi Binaragawan, Rama lagi mengagumi  otot-otot Bang Dewo aja," kata Rama, tangannya bertengger lagi di lengan  Dewo, "Ayo Bang, kasih liat Mama."

Sambil menunduk, Dewo mengangkat lengannya dan memamerkan otot bicepnya.

"Tuuuuuuh liat Ma, keren banget kan?" kata Rama, kedua tangannya dengan girang mengelus dan meremas otot-otot Dewo.

"Waaah, iya, ini sih lebih besar dari mangga bangkok!" kata Mama Rama, meremas gemas bicep Dewo.

"Coba pegang deh Ma, keras banget!" kata Rama, menuntun tangan ibunya ke lengan Dewo.

Dewo menelan ludah, seraya memberi tatapan protes ke Rama.

Mama  Rama terkesiap "Wow, iya!!!" katanya. Tangan Mama Rama sama lentiknya  dengan anaknya, dengan jemari yang panjang dan anggun, sentuhannya lebih  lembut, kukunya yang panjang diwarnai dengan warna merah lembayung.

"Nah sekarang coba tricepnya deh, bentuknya bisa kayak tapal kuda gitu Ma," kata Rama.

Dewo  menurut, ia meluruskan lengannya dan mengencangkan otot tricepnya untuk mereka. 

"Coba punggungnya deh yang lebarin sayap gitu Bang," kata Rama.

Dewo  menurut dan memperagakan Lat spread. Ia mengepalkan kedua tangganya  berkacak pinggang dan mengecangkan otot punggungnya hingga melebar ke  samping, seperti ular kobra.

"Uuuuuuhhh!!" seru ibu dan anak berbarengan.

"Lebar  banget, pesawat bisa tinggal landas disini nih," kata Rama, tangannya  berpetualang bebas di punggung Dewo yang luas.

Kesempatan grepek-grepek nih, pikir Rama.

Diam-diam ia melangkah ke bagian depan tubuh Dewo, tangannya pun kini ikut terseret, menjalar ke otot perut Dewo yang berpetak-petak.

Binaragawan muda itu merasa bangga, malu, gugup, dan senang bercampur ketika empat tangan menikmati otot-ototnya

"Tante nggak habis pikir, kamu seumuran Rama kan? Kok bisa sekekar ini sih?" tanya Mama Rama sambil meremas kokohnya otot bahu Dewo.

Dewo  mulai cemas ketika jemari nakal Rama mulai merapat ke putingnya yang  sensitif. Sekali lagi Dewo mencoba memberti tatapan protes ke kawannya  itu.

Mata mereka saling bertatapan, tapi Rama membalas dengan kerlingan nakal, bukannya berhenti, malah  menjentikan ujung telunjuknya di puting susu Dewo.

"Ya aku kan loncat kelas sekali Ma," kata Rama, tak terlihat oleh ibunya karena terhalang oleh tubuh Dewo, Rama melanjutkan aksinya di dada Dewo.

Serrrrr...  syaraf-syaraf sensitif yang melingkari puting Dewo menyala seperti  kembang api tahun baru. Desir-desir kenikmatan itu menjalar dan  mengendap ke seluruh tubuh.

Dewo sudah mengatupkan bibirnya agar tidak  ada suara yang keluar dari mulutnya, hanya dengkuran, seperti bunyi singa  saat perutnya dielus-elus oleh pawangnya.

Baru setelah jari Rama pergi dari putingnya ia bisa menjawab dengan kepala tertunduk, "A..aku nggak naik kelas dua kali, Tante. "

"Ah  tidak apa, yang penting kamu tidak menyerah, dan tante bisa lihat  sendiri betapa rajinnya kalian belajar bersama, hampir tiap hari! Yang  penting Dewo mengerahkan semua kemampuan Dewo yang terbaik, itu  cukup..." celoteh Mama Rama. Sikap khas keibuan Mama Rama membuat Dewo teringat dengan  mendiang ibunya.

Janji Takkan Kemana-mana, Ya?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang