Bab 93 Bersalah atau Tidak

1.2K 69 0
                                    

Rahma melempar tatapan penuh ketahuan pada Ara. Ara melotot seolah menyuruh Rahma meng-iyakan semua kata-kata nya. Tapi dalam hati, Rahma takut ikut campur urusan ini.

"Sa-saya..."

"Cepat Melaka apa yang kamu lihat Rahma! Ini demi Amel!" Ara berbicara dengan nada yang cukup memaksakan.

"Sa-saya cuma melihat kalau Adinda dan Amel bertengkar Bu, enggak yang lain. Saya nggak tau masalah ini, jangan interogasi saya!" Rahma memilih tak memihak siapa pun.

Bu Arum mengangguk paham. "Baiklah, kamu boleh keluar sekarang. Maaf ya kalau merepotkan kamu."

"I-iya Bu, " Rahma secepatnya keluar dan pergi agar tak semakin ikut campur masalah ini.

Memang pernyataan Rahma tak memihak siapapun, tapi juga bisa membuat seolah-olah Adinda memiliki dendam pada Amel.

Sidang si ruang BK itu berlangsung lama, Ben sudah tidak sabar menunggu lagi. Ben langsung membuka pintu ruang BK dan ikut dalam permasalahan ini.

"Bu, saya nggak setuju kalau Adinda di tuduh! Semua harus di buktikan untuk menentukan kebenaran nya! Nggak bisa asal tuduh begitu saja." Ben membantah semua tuduhan ibu Amel.

Karena pendapat Ben, situasi disitu semakin genting dan membuat emosi ibu Amel juga meluap hingga terjadi adu mulut.

"Jangan mentang-mentang kamu dekat dengan Adinda, kamu bisa buat dia bebas dari kesalahan ya! Kalau memang salah ya salah!" Bentak Ibu Amel.

Ben ikut terpancing emosi. "Sekarang saya meminta hak saya! Saya juga bisa jadi saksi karena saya ada di tempat kejadian saat itu. Jika Ara bisa jadi saksi, kenapa saya tidak?"

Ibu Amel terkekeh sinis. "Heh, kamu kan dekat dengan Adinda, pasti kamu bela dia! Dan kesaksian kamu pasti tidak jujur!"

"Bu jangan asal menuduh, jika dilihat dari jarak hubungan, bukankah Ara masih keponakan ibu juga? Saya bisa berjanji untuk bersaksi secara jujur! Saya akan bersaksi sebagai Putra Pemegang Saham terbesar, siswa teladan sekolah, Putra Sekolah, dan juga sebagai ketua OSIS. Saya saat ini tidak sombong, yang tapi hanya menunjukkan siapa diri saya! Jadi ibu jangan semena-mena!" Ben menegaskan kata-kata nya.

Semua akhirnya sepakat untuk mendengarkan pendapat Ben juga. Ben menunjukan lantai tempat Amel jatuh.

"Saya telah menyimpulkan dengan penjelasan ilmiah. Amel itu jatuh sendiri, bukan di dorong!"

Ben menyimpulkan semua pemikiran nya, awalnya mereka sedikit percaya, tapi setelah melihat lantai kosong dsn tidak ada bedanya dengan lantai lain, mulai muncul kecurigaan.

"Bu beri saya waktu, saya akan menemukan buktinya!"

Ben berusaha mengulur waktu untuk menemukan buktinya hingga akhirnya di sepakati. Ben di beri waktu 24 jam untuk menemukan bukti nya, gak ini akan kembali di bahas besok.

Adinda pulang bersama Ben dengan keadaan lemas dan sulit berpikir, ia bengong didalam mobil memikirkan semuanya, ia takut Ayahnya tau dan khawatir, Takur tidak lulus atau lebih parahnya dikeluarkan.

Ben melihat Adinda yang terdiam di dalam mobil hanya bisa diam dan bingung harus apa. "Din... Kamu pengen makan nggak? Pengen apa, aku beliin deh, bakso, mie ayam, soto, rendang, sate, nasi Padang, nasi goreng, atau apa?"

Adinda hanya menggeleng tanpa tenaga. "Pulang aja deh, aku cape."

Ben tak bisa memaksa Adinda, ia menyetir mobilnya untuk pulang. Otaknya benar-benar berpikir keras, ia harus mencari bukti dan tak bisa mengajukan foto lantai yang kemarin. Ibu Amel menolak bukti itu dengan alasan bisa saja di edit pencahayaan nya sehingga terlihat seperti lantai licin.

Bu Arum juga sedikit meragukan bukti Ben, jadi mau tak mau ia harus kembali mencari bukti yang lain. Gak ada CCTV dan seseorang yang melihat kejadian itu membuat Ben sedikit kesulitan, tapu Ben yakin kalau pasti ada petunjuk.

(◕ᴥ◕)

Keesokan harinya.

Ben hampir frustasi karena tak menemukan bukti atau pengunjuk sama sekali, Adinda diam-diam tau bagaimana keadaan Ben saat ini, ia juga tau kalau pertemuan selanjutnya akan lebih rumit karena para pemegang saham yang lain juga hadir untuk ikut ambil keputusan.

"Ayy..."

Ben menengok melihat Adinda yang tampak kacau. "Iya, kenapa sayang?"

"Kamu belum nemuin buntu yang menyatakan kalau aku nggak salah ya?"

Ben terdiam sejenak. "Untuk saat ini belum, tapi tenang aja nanti pasti ketemu kok! Aku kurang teliti aja nyarinya."

"Aku boleh minta tolong nggak?"

"Apa?"

"Nanti dipertemuan, bilang aja kalo Amel jatuh karena kakinya keseleo lalu jatuh sendiri. Kalo perlu, bilang aja dia yang awalnya mau nyalakian aku, hampir aku jatuh gitu."

"Apa? Jadi maksud kamu aku harus bohong gitu biar kamu nggak dianggap nyelakain Amel lagi?"

Adinda mengangguk. "Iya tolong! Gue nggak mau dikeluarin dari sekolah. Atau bongkar semua tingkah pembully-an Amel, buat kebohongan apapun itu asalkan gue nggak salah lagi! Sekuat apapun saksi Ara, orang lain pasti lebih percaya sama Lo, karena Lo anak pemegang saham terbesar."

"Gue nggak mau! Gue mau buktiin kalo Lo bener-bener nggak salah tapi nggak harus dengan bohong juga caranya!" Ben tak mau menerima saran Adinda.

Adinda sontak terkejut dengan jawaban Ben. "Oh, jadi Lo lebih suka gue dikeluarin dari sekolah? Suka nama gue jadi jelek dan suka Ara nindas gue gitu? Teba Lo Ben..." Mata Adinda berkaca-kaca. Mental Adinda yang sedang down membuat lebih sensitif.

"Din bukannya gitu, tapi gue janji akan bersaksi sebagai Ketua OSIS, bukan suami Lo. Dan hal yang diawali dengan kebohongan pasti nggak akan baik."

Adinda meneteskan air matanya. "langgar semua janji Lo! Buat kebohongan apa pun itu, terserah lakuin apapun! Gue yakin udah nggak ada petunjuk apa-apa Ben, pilihannya sekarang cuma Lo yang bohong atau gue dikeluarin dari sekolah! Hiks..."

Ben memeluk Adinda lembut. "Gak gitu Din, tenang aja... Semua pasti akan baik-baik aja."

Adinda memukul-mukul dada Ben karena sudah putus asa. "Lepasin! Lepasin gue, hiks... Nggak ada yang baik-baik aja Ben, semua lagi nggak baik-baik aja! Hiks..."

"Nggak Din, pasti ada jalan keluar lain, gue yakin! Lo tenang aja..."

"Hiks... Kalo Lo nggak mau bohong, gue pergi aja dari rumah ini! Cuma Bang Kenan yang bener-bener ngelindungin gue! Hiks..."

"Din!!" Adinda hendak berdiri, Ben menariknya dan memeluk nya erat. "Oke-oke, gue bakal bohong, asalkan jangan tinggalin gue! Gue juga bisa ngelindungin Lo!"

Adinda menangis lega, ia benar-benar tak ingin mengecewakan siapa-siapa saat ini, tapi ia juga butuh dukungan.

"Gue nggak peduli dosa atau enggak, bener atau salah, yang gue butuhin saat ini hanyalah status nggak salah! Gua nggak salah dan gue nggak nyelakain siapapun! Kalaupun dosa gue bakal tanggung, apapun resikonya, asal gue nggak ngecewain diapain terutama mama papa!" Batin Adinda.

Ben masih perang dengan hatinya sendiri. "Di satu sisi gue pengen ngelindungin Adinda, tapi si satu sisi lain gue juga udah janji bakal jujur. Ya Allah, tolong petunjukmu!" Pikir Ben yang tengah kalut.

My Crush My Husband [TAMAT]Where stories live. Discover now