𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 𝟒𝟐❀.・゜゜・

125 89 1
                                    

Happy Reading!! 🌞
-

-

-

Seseorang tengah berbincang dengan pria berjas hitam. Dia tengah fokus melihat sesuatu dalam laptop tersebut. Menghembuskan nafasnya pelan guna meredam emosi yang hendak membuncah kemudian menatap pria itu, "jadi, ini rekaman CCTV di salah satu toko disana, dan dapat disimpulkan jika Bianca tidak bersalah? "

Pria didepannya mengangguk tanpa keraguan, "Benar, Bianca terlihat tidak mendorong aily namun aily sendiri yang menarik dirinya sendiri ke jalan, malah Bianca sempat menarik aily agar tidak melakukannya"

"Apa ini seperti kasus pencemaran nama baik dan tuduhan palsu? "

Pria itu mengangguk lagi, "aily seperti melakukan tindakan percobaan bunuh diri, dan memberikan keterangan palsu"

"Cih, anak kecil itu harus diberi pelajaran bukan? "

Pria didepannya tampak mengangguk ragu, " Bagaimana dengan keluarganya? "Tanya seseorang itu lagi

" Aily tinggal bersama neneknya, dan kedua orang tuanya mempunyai bisnis yang bekerja sama dengan perusahaan anda tuan"

"Jabatan? "

"Apa tuan becanda? "

Pria didepannya terkekeh pelan, " Baiklah aku mengerti, terimakasih... Uangnya seperti biasa akan di tranfer oleh sekretaris ku"

Pria didepannya mengangguk sopan, " Tentu tuan, terimakasih "

Seseorang tersebut mencabut flashdisk yang menancap disana kemudian disimpan dalam tas nya. Ia bangkit, menepuk pundak pria itu kemudian pamit pergi

-

-

-

"Hoekk hoekkk" Bianca terduduk lemas di toilet kamarnya. Lagi lagi cairan putih yang ia muntahkan. Dia mengusap perutnya pelan berharap rasa mualnya berlangsung menghilang

Bianca bangkit, berjalan dengan lemas ke kasurnya kemudian merebahkan dirinya. Obat sudah dimakan namun tidak memberikan efek yang besar terhadapnya, hanya memberikan efek agar pusingnya tidak terlalu menyakitkan

Bianca meraba kepalanya, masih bersyukur ia tidak kehilangan seluruh rambutnya seperti kebanyakan penderita lainnya. Rasa sesak, pusing dan mual kembali ia rasakan, dengan cepat ia meraih obatnya kemudian meneguknya beberapa butir tanpa memikirkan apa yang akan terjadi berikutnya

Yang Bianca harapkan, rasa sakitnya menghilang

Disisi lain, tengah terjadi pertengkaran hebat antara Al dan papanya, rumah tersebut bagai kapal pecah setelah papanya membanting perabotan di rumah tersebut. Mami Al hanya terisak pelan dikamarnya, tak kuasa melihat suami dan putra semata wayangnya bertengkar begitu hebat untuk pertama kalinya

"SUDAH KU BILANG TUNANGAN DAN MENIKAHLAH DENGAN AILY!! ITU AKAN MEMBANTU PERUSAHAAN PAPA!! "

"Apa pernikahan Al cuma dilandasi oleh kesepakatan? Apa jaminan pernikahan Al adalah perusahaan papa yang akan membaik? Apa papa gak mikirin perasaan Al? Kebahagiaan Al? Bagaimana jika Al gak bahagia dengan ini?? "

"Alasan kamu gak bahagia apa Al? Kamu sayang sama aily begitu pula sebaliknya, kalian tumbuh bersama dan apa yang ngebuat kamu gak bahagia?? " Tanya papanya tidak mengerti

"PAPA AKU MENCINTAI BIANCA!!!! " Hancur sudah pertahanannya, air mata tak dapat lagi ia bendung. Tapi Al lega, setidaknya ia telah mengatakan apa yang selama ini mengganjal di hatinya, dia harap... Papanya bisa mengerti

Tercipta keheningan beberapa saat, hingga jawaban dari papanya membuat Al merasa lemas begitu saja, "putuskan kekasihmu dan turuti permintaan papa! "

Setelah mengatakan itu, papanya berjalan menjauhi Al tanpa memikirkan perasaan putranya. Apa kebahagiaan Al begitu tidak penting sampai sampai papanya menyuruhnya untuk melepas sumber kebahagiannya?

"ARRGGGHH" Ia membanting barang yang tersisa disana kemudian berjalan dengan penuh amarah ke kamarnya

Al mendudukkan dirinya di pinggiran kasur, menangkup wajahnya dengan kedua tangannya kemudian menangis terisak, tak menyadari jika maminya memperhatikan putranya dari celah pintu kamarnya

Maminya menatap malang Al, tak pernah sekalipun ia melihat putranya menangis seperti ini. Mami membuka pintunya perlahan, berjalan mendekati ke arah Al kemudian duduk disamping Al

Al mendongak, matanya yang sembab menatap netra teduh Sang ibu. Sedikit merasa tenang setelah melihat senyum yang melengkung dari sudut bibir maminya, hingga tak lama ia memeluk maminya erat

"Mami maaf Al cengeng.. "

Mami mengusap kepala Al sayang, "menangis bukan berarti kamu cengeng, kamu hanya mengekspresikan perasaan kamu yang gak bisa kamu ungkap... Tidak apa apa menangislah.. "

Al semakin memeluk Sang mami erat, hingga tak lama isakan isakan terdengar kembali oleh sang mami, sedikit menyayat hatinya mendengar putra kuatnya menangis

"Hiks mami... Al mau Bianca"

-

-

-

"Sudah cukup menghancurkan kehidupan cucu saya! Saya ingin kamu lepaskan Al"

Bianca menghela nafasnya, wanita tua didepannya terlihat Sangat menyebalkan dimatanya, " Nenek tidak bisa memaksakan kehendak, coba belajar memikirkan perasaan orang lain " Katanya santai. Saat ini mereka tengah berada di salah satu cafe di dekat rumah Bianca, suasana cukup ramai ditambah gelak tawa anak muda yang tengah duduk berkumpul bersama temannya

"Apa maksudmu! Anak zaman sekarang tidak mempunyai sopan santun terhadap yang lebih tua! Apa orang tuamu tidak mengajarkan tatakrama padamu huh? " Kedua tangannya dilipat dan diletakkan didepan dada, menambah kesana angkuh pada dirinya

"Kita realistis saja, nenek sopan saya juga sopan. Lagian, umur tidak menentukan siapa yang harus sopan kepada siapa. Suatu kewajiban untuk sopan terhadap sesama"

"Kamu--!! "

"Nenek mengataiku tidak memiliki sopan santun, apa cucumu begitu sangat santun nenek? Huh mari tanyakan pada teman sekelasnya bagaimana perilakunya di sekolah"

"Cukup!! Setidaknya cucuku tidak pernah merebut kekasih orang lain!! " Ucapnya tajam. Bianca seketika tertawa terbahak-bahak membuat beberapa pasang mata melihat ke arahnya

"Lucu banget... " Bianca mengusap ujung matanya yang berair, " Nenek, coba buka mata nenek selebar mungkin, jangan karena dia cucu nenek, kau menjadi buta akan segalanya. Saya permisi "

Bagus Bianca! Kau membuat seorang wanita tua menyumpah serapahi dirimu. Tapi tak apa, setidaknya dia lega

"Tidak pernah merebut kekasih orang lain huh? Omong kosong sialan! "

Bianca berjalan sembari menunduk, tak sadar jika sebuah mobil mengikutinya dari belakang hingga sosok Bianca hilang dibalik pintu rumahnya

"Jalan sendirian di tengah malem? Abis ngapain coba"

Al menggelengkan kepalanya guna mengusir pikiran negatif yang bermunculan di otaknya. Dia menjalankan mobilnya lalu pergi dari pekarangan rumah Bianca

𝐁𝐈𝐀𝐍𝐂𝐀 (TERBIT)  tahap revisiDonde viven las historias. Descúbrelo ahora