Sweet Like Candy (2)

211 17 0
                                    

Pemuda itu menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi, dengan permen di mulutnya. Matanya menatap lurus, dengan bibir yang tercetak senyuman geli. Ia mengambil permen dalam mulutnya, memutar benda tersebut dihadapannya seakan itu objek paling menarik dalam ruangan ini.

"Lihat siapa yang gila sekarang." Perempuan itu membalas dengan seringai di bibir.

Pemuda itu terkekeh. "Apa? Aku hanya menikmati cemilanku. Sedangkan kau, terus cekikikan seperti orang gila sambil mengusap plester itu."

"Hah, kanebo kering sepertimu takkan memahaminya meskipun ku jelaskan."

* 1 jam yang lalu *

"Hujan..."

Yoo Sangah membuka payungnya dengan cepat. Syukurlah ia membawa payung tadi pagi untuk berjaga-jaga, ternyata benar tebakannya akan hujan hari ini.

Ia mengeratkan syal krem yang membungkus leher serta mantel coklatnya, menjaganya tetap hangat meski dinginnya angin malam menusuk hingga ke tulang.

Matanya melirik kanan kiri sebelum menyebrang jalan, memastikan tak ada kendaraan yang lewat. Bus terakhir akan tiba sekitar 20 menit lagi dan ia tak membawa uang yang cukup untuk menyewa taksi. Yoo Sangah melangkahkan kakinya dengan tergesa, akan lebih baik jika ia tiba lebih awal sebelum Bus nya datang.

Ia memasuki sebuah gang untuk memotong jalan. Gang itu cukup terang dan lenggang, tak terlalu sempit tapi tak terlalu luas pula serta dekat dengan jalan raya. Yoo Sangah cukup sering melewatinya dan itu sangat aman, dekat pos polisi pula.

Ada satu pejalan kaki yang berjalan di depannya. Lalu di seberang gang tampak 3 sosok yang berjalan bersama, 1 berjalan di depan dengan 2 orang yang mengikuti dari arah belakang. Mereka memakai payung berwarna hitam, serta setelan hitam dari atas sampai bawah.

Ketika wajah cantik dibawah payung itu terangkat, mata dingin nan datar menatap tajam pada pejalan kaki di hadapannya untuk menyingkir tanpa kata, dan pria penjalan kaki itu memahami maksud tersirat itu. Ia segera menyingkir dari jalan dan menutup payungnya, memberikan akses pada perempuan itu dan ajudannya untuk lewat.

Yoo Sangah berpikir, haruskah ia menyingkir juga? Akan lebih baik jika ia mengambil inisiatif lebih dulu daripada ditegur nantinya. Ia sudah akan bersiap menyingkir saat payung di hadapannya menutup dan ketiga orang itu menyingkir ke tepi, memberikannya kesempatan lebih dulu untuk lewat.

Yoo Sangah termangu, tapi kakinya tetap melangkah maju. Ia mengangkat sisi payungnya, menatap lekat pada wajah cantik yang perlahan mulai menatap ke arahnya.

Yoo Sangah melihat 2 luka basah tercetak di wajah itu, seperti baru saja dibuat. Satu di tulang pipi, satunya lagi di sudut bibir. Itu pasti sakit.

Mata mereka terpaku satu sama lain, dengan tatapan yang sarat akan makna. Ada ungkapan batin yang tertelan kembali dalam kalbu, karena lisan yang bingung untuk merangkainya. Hingga harus terputus kembali oleh sosok yang saling menjauhi.

Yoo Sangah kembali menatap ke depan, memusatkan pandangan pada jalan. Tapi, belum jauh ia berjalan, kakinya berbalik arah.

Perempuan itu mendongak kala rintik hujan tak lagi dirasakannya, ia menatap Yoo Sangah yang tengah memayunginya. Gadis itu bahkan tak sadar bahu kirinya telah menjadi santapan sang rinai, mata coklat itu kini melekat padanya.

Ia mengulurkan sesuatu, sebuah plester.

"Untuk lukamu."

Perempuan itu ragu sesaat, tapi menerima juga pada akhirnya.

"Terima kasih untuk yang tadi." Yoo Sangah tersenyum simpul, lalu segera berlalu dari sana.

Tanpa menyadari jika perempuan di belakangnya mengukir sebuah senyum di bibirnya.

"Nona Han."

Sang ajudan memayungi nonanya yang masih belum juga membuka payungnya.

Dengan senyuman tipis yang masih tercetak jelas di bibirnya dan tatapan yang masih melekat pada jejak keberadaan gadis manis tadi, meski bayangan gadis itu telah menghilang dari sana. Han Sooyoung memberikan gestur bagi ajudannya untuk mundur dan segera membuka payungnya.

"Ayo kembali."

🥀🥀🥀🥀

Hehehee... Ini lanjutan chap sebelumnya, hanya saja beda karakter😌✨

ONE-SHOT ORVWhere stories live. Discover now