322 - Hero of Laios (1)

57 15 1
                                    

Saat bola merah tua jatuh di kota, aku menatap pemandangan itu dengan tatapan kosong. Aku bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi.

Tentu saja, aku tahu kalau sesuatu yang besar telah terjadi. Karena aku mendengar teriakan meletus dari mana-mana.

"Semuanya, pergilah ke bawah tanah! Ulangi. Semuanya, masuki tempat perlindungan bawah tanah! Ini adalah situasi nyata. Ini adalah situasi nyata, bukan pelatihan.
.
Masuk di dekat gedung dengan sihir pelindung. Saya ulangi. Pergilah ke tempat perlindungan bawah tanah atau gedung yang ditunjuk dengan sihir pelindung dan tunggu!"

"Ahhhhhhhhh!"

"Ya Tuhan. Ya Tuhan."

"Apa yang kau lakukan, Marina? Apa kau tidak dengar mereka berteriak agar kita berlindung? Cepat, sekarang. "

Seketika, aku dibangunkan oleh suara itu.

Aku mulai pusing saat menyadari kalau pemandangan di sekitar, yang sebelumnya terasa seperti mimpi, masih ada.

'Leah.'

Aku memikirkan putriku, yang tinggal sendirian di rumah.

'Tolong... Oh, Tuhan. Tolong.'

Aku mendengar suara memanggilku dari belakang, tapi aku tidak bisa berhenti. Aku sudah mulai berlari. Meski aku cepat kehabisan nafas, masih sangat jauh untuk mencapai tujuanku.

Karena orang-orang yang berlari ke arah lain, aku masih jauh dari bergerak maju.

Semua orang pasti menuju ke tempat penampungan atau ke tempat di mana sihir perlindungan masih dipertahankan.

'Seharusnya aku tidak meninggalkannya sendirian... Seharusnya aku tidak meninggalkannya sendirian!'

"Marina!"

"Biarkan aku pergi! Biarkan aku pergi! Lepaskan aku!"

"Sebelum itu, ayo pergi ke penampungan. Lea pasti sudah ke sana. Cepat..."

"Aku sudah bilang padamu, lepaskan aku. Kumohon. Lepaskan Aku. Kumohon... Setidaknya aku harus memeriksanya. Aku harus memastikan dia sembunyu dengan aman!"

"Sial... Tunggu di sini."

"James?"

"Aku akan kembali secepat mungkin. Tunggu disini. Tidak, tunggu di tempat yang aman."

Aku melihat James berlari ke sisi lain dengan tergesa-gesa.

Aku tahu alu harus pergi bersamanya, tapi kakiku tidak mau bergerak, mungkin karena ketakutanku.

Aku hanya bisa berdoa.

"Kumohon aman... Kumohon, biarkan Leah dan James tercinta aman... Kumohon. Tolong."

Waktu aku menunggu tidak terlalu lama, tapi aku merasa seperti menunggu berjam-jam. Air mataku terus mengalir karena cemas, dan dagu dan kakiku gemetar.

Secara bertahap mencapai kota, bola itu tersedot ke bumi seolah siap untuk melahap segalanya.

Saat sedikit harapan akan lenyap, aku melihat James memegangi Leah dari kejauhan.

Baaaaanngggg!!

Bola merah tua bertabrakan dengan menara jam dengan suara yang luar biasa. Raungan keras membuat telingaku sakit.

"Itu berbahaya! James! Berbahaya!"

Dia segera melihat ke langit.

Saat pecahan dari menara besar itu jatuh, James berbaring tengkurap, memegangi Lea dengan erat. Saya takut mereka dijatuhi puing-puing.

Kiyeon [2] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang