Peek a Boo

29 10 1
                                    

"Apa kamu sudah bisa menentukan denah tempat ini?" Suara laki-laki cempreng menggema. Wajahnya berkerut menunggu respon temannya. Ia terpaksa menghentikan langkahnya beberapa kali karena harus menunggu temannya yang sibuk memperhatikan jam.

Tangan kurusnya terlipat di depan dada. Dalam hatinya sudah merutuki temannya ini. Bukannya menjawab ia malah menatapnya kosong.

Kini mereka tersesat di labirin bata yang di penuhi dengan jeruji besi. Ia melihat sebuah lorong yang sangat hancur, entah apa yang menghancurkan lorong kecil ini, yang jelas itu adalah entitas yang sangat besar. Jangan-jangan ...? Argh, sudahlah. Ia kembali menatap tajam orang di depannya.

"Ck, jawab, bodoh," decak laki-laki itu.

"Ah, maaf. Aku masih belum bisa menentukan tempat ini. Jamnya terus berputar dengan sendirinya." Jam tangan hitam itu di sodorkan.

Bukannya menampi, laki-laki itu malah menepisnya.

"Argh, udahlah. Kamu memang tidak berguna." Laki-laki itu berjalan meninggalkan temannya.

Netra coklat laki-laki satunya menyorot keliling. Kemudian ia hendak melangkah seraya melambai ke temannya, "he-hey tunggu aku!"

Tubuh Dion terjatuh, ia sama sekali tidak bisa menggerakkannya. Seakan ada sesuatu yang menahan dirinya untuk berpindah atau lari dari makhluk itu. Lengan besar Big Baby berusaha menggapai tubuh Dion.

Ayolah bangun!

Dion masih berusaha untuk bergerak. Apa yang membuatnya masih terpaku pada netra sipit makhluk itu?

Ayolah!!!

Tangan besar Big Baby sedikit lagi menyentuhnya. Makhluk itu melebarkan senyumnya, memperlihatkan gigi-gigi geraham dengan beberapa bekas darah dan tulang di dalamnya.

Dion berhasil bangkit dan menghindar. Lampu kembali mati, ia berlarian entah kemana di tengah kegelapan ini. Intinya ia harus bisa menjauhkan dirinya dari makhluk itu.

Ini lebih mengerikan dari area-area sebelumnya. Kalau dalam keadaan terang ia masih bisa menghindarinya. Tapi kalau sudah gelap seperti ini, bagaimana bisa ia tau Big Baby sudah sampai di mana dan apa yang tengah di lakukannya? Walaupun pergerakkan makhluk itu sangat lambat, ia masih tidak bisa menghindarinya.

Bagaimana cara mengalahkan Big Baby?

Sejauh ini yang terpikirkan hanyalah berusaha melarikan diri. Ia masih tidak bisa mencari Dara maupun Dev di masa seperti ini. Intinya setelah ia berhasil menjauh dari makhluk itu, baru ia akan mencari keberadaan mereka berdua.

Getaran keras menjatuhkan tubuhnya. Ia berusaha bangkit lagi. Lampu kembali menyala. Matanya membelalak terkejut, di depannya, seorang pria tua di raup oleh Big Baby. Makhluk itu tertawa sambil mengguncangkan tubuh pria itu.

"Ja-jangan bunuh aku! Jangan bunuh aku!" histeris pria itu mengatupkan tangannya. Air mata sudah bersimbah di matanya.

Sedikit demi sedikit, tangan kanan pria itu di putar ke belakang. Pria itu berteriak kesakitan. Ia sampai memberontak namun makhluk itu hanya tertawa dan semakin memutarkan tangan pria itu.

Krak!

Bagai ranting yang berhasil di patahkan, lengan pria itu kini terputar ke belakang.  Darah mengucur deras, pria itu hanya bisa menangis kesakitan. Ngilu dirasakan tubuh Dion. Satu lagi lengan pria itu di putarkannya sepertu lego. Lalu mengguncangkannya sangat keras. Kedua lengan itu terputus. Big Baby kembali menangis. Dengan brutal, ia mencabut kepala pria itu dan membiarkan darah membasahi wajahnya.

Dion kembali berlari, kini lampu sudah padam. Ia berbalik, tidak mungkin ia akan menerobos makhluk itu. Kini hiruk pikuk kembali terdengar. Puluhan orang berteriak ketakutan. Bagaimana tidak? Mereka di hadapkan sebuah bayi besar yang suka mematahkan badan manusia.

"DARA!" teriak Dion lagi. Setidaknya suaranya masih bisa terdengar di tengah keributan ini. Ia harus menemukan temannya saat ini, bahaya kalau mereka terpisah dalam keadaan gelap gulita.

Lupakan soal menjauh dari Big baby, mau sampai kapanpun ia berlari akan terus tertangkap. Lampu kembali menyala. Big baby kini berdiri di depan seorang wanita tua.

"Ciluk ba! Aku menemukanmu!" ucap Big baby tertawa senang.

Rambut wanita itu sudah di penuhi uban. Ia menangis bersimpuh sambil mengangkat tangannya. Bagaimana bisa nenek tua ada di tempat seperti ini?

"Jangan bunuh saya! Tolong!"

Big baby tertawa keras, tangannya mulai menggapai wanita itu. Dion dengan sigap berlari, menangkap si nenek dalam dekapannya dan menjauhi makhluk itu. Wanita ringkih itu memeluk tubuh Dion. Lengan keriputnya berkalung pada leher laki-laki itu. Tidak begitu berat bagi Dion, hati kecilnya tersayat melihat wanita setua ini berada di tempat yang tidak semestinya di tinggali. Ia mendengar kalau big baby menangis keras dan berusaha mengejarnya.

Lampu kembali padam, ia sudah tidak mendengar lagi suara big baby. Dion menurunkan wanita tua itu. Si Nenek menangis terharu, ia memeluk Dion sangat erat.

"Terima kasih sudah menyelamatkanku," ucap sang nenek sambil terisak dan mengelus kepala Dion.

"Berusahalah cari tempat yang aman. Kalau lampu menyala dan makhluk itu ada di depan nenek, jauhi saja ia. Gerak makhluk itu sangat lambat, jadi ada waktu untuk berlari," pesan Dion kemudian kembali berlari mencari Dara dan Dev.

Laki-laki itu bergerak kesana kemari tanpa tujuan. Intinya ia harus bisa menemukan salah satu dari dua orang itu. Setidaknya untuk memastikan kalau mereka dalam keadaan aman.

Tubuhnya di tabrak seseorang. Suaranya seperti seorang gadis saat meringis. Namun terdengar sangat tegas.

"Menyulitkanku saja," kesal gadis itu.

Gadis itu melenggang pergi dari Dion. Ah sudahlah, bukan ia yang Dion cari. Laki-laki itu kembali bersusah payah mencari Dara maupun Dev. Dimana mereka?!

"Level 6, the lights out. Aku menciptakan sebuah ruangan gelap gulita tanpa penghalang. Pemain bebas berkeliaran selama proses perburuan terjadi. Mereka akan di buru oleh Big Baby, anak kecil itu–ah, maksudku anak besar itu akan berusaha menemukan pemain yang akan di jadikan mainan baginya. Bukankah itu menarik?" tanya pria pengawas pada teman berjas di sebelahnya. Ia menatap penuh harap atas pria di sebelahnya.

Teman berjas itu mengangguk senang, ia tersenyum sambil menepuk pundak pria pengawas.

"Sempurna, kawan. Bagaimana jumlah pemain bisa sebanyak itu? Apakah kamu menggabungkan mereka semua dalam satu tempat ini?" tanya pria berjas.

Pria pengawas mengangguk pelan, "tentu saja, orang yang berhasil melewati level sebelumnya akan di pertemukan di ruangan ini. Mereka harus bersama-sama bisa survive dari Big baby. Akan membosankan nantinya kalau pemain hanya terhitung dari jumlah level sebelumnya."

"Sangat menarik, apakah keadannya akan gelap saja? Atau ada waktu dimana kamu menyalakan lampunya?" tanya pria berjas.

"Ah, itu terlalu berlebihan. Aku hanya menyalakan lampu merah sebentar lalu mematikannya. Bukankah kejam kita membiarkan mereka berkeliaran dalam keadaan gelap gulita?" Pria pengawas terkekeh pelan seraya menyeruput kopinya.

"Sangat. Kita lihat saja sejauh mana mereka bisa bertahan melewati tempat ini ... Ini mulai menyenangkan ..."

Asli nulis chapter ini deg degan sendiri!

Gimana nih chapter ini? Tulis di komentar ya!!

Terima kasih yang udah mau baca sampai sejauh ini!!

I love you guys!

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang