A Man With a Brown Hat

34 12 1
                                    

"Bagaimana cara kita keluar dari sini?"

Dion menggigit bibir bawahnya, keningnya berkerut berusaha mencari ide yang bagus untuk menjauh dari para hounds. Makhluk-makhluk itu meraung kencang, menapak aspal tegas menggesekkan kuku mereka yang tajam. Satu orang yang membuat keributan, maka mereka akan menjadi makan malam para makhluk itu.

"Beritahu aku cara untuk membunuh makhluk itu." Dion menatap Pietro lekat.

"Apa? Bukannya kamu sudah tau caranya?" tanya Pietro kesal.

"Kalau jumlahnya hanya tiga, aku tidak akan bertanya denganmu, bodoh," kesal Dion.

Pietro mengerutkan keningnya. "Hey, apa maksudmu?"

"Cepatlah!"

Pria itu menggeram, "aku tidak tau, bodoh. Aku hanya bertugas mengambil box itu saja dan menaruhnya. Tidak ada ikut campur dalam proses pembuatannya."

Dion meremas rambutnya frustasi. Kini otaknya benar-benar harus di putar agar bisa menemukan jalan keluarnya.

"Atau ..."

Matanya tertuju pada Pietro. Pria itu menimang-nimang, mengusap dagunya pelan.

"Kita bisa membakarnya ..."

Gotcha! Ini dia jawaban yang di cari-cari. Tiba-tiba saja otaknya di penuhi ide gila dan bahaya.

"Bawa Dara pergi dari sini," ucap Dion tiba-tiba.

Reaksi tak terima tersirat dari wajah Pietro yang menganga. "Kamu gila? Apa kamu ingin melawan mereka sendiri?"

Dara mengepalkan tangannya, menunjukkannya di depan wajah Dion, "Jangan aneh-aneh! Aku pukul kamu," ancam Dara.

"Tidak ada pilihan lain. Aku akan menyusul kalau aku sudah berhasil menjauh dari mereka," Dion menjulurkan tangannya pada Pietro, "Berikan aku bom molotov itu."

"Tentukan titik temunya terlebih dahulu, baru kamu boleh pergi," usul Pietro. Yah, mau tidak mau dia juga harus mengikuti rencana gila yang di buat Dion. Dia tidak mau mati, kalau memang remaja itu ingin mengorbankan nyawanya, ia ikhlas. Yang membuatnya terjebak di tempat ini juga mereka berdua. Iya, kan?

"Hey, jangan bilang kalau kalian memang ingin melakukan rencana ini," kesal Dara tertahan. Gadis itu tidak habis pikir dengan keputusan Dion yang selalu saja ingin membahayakan dirinya. Sebelumnya, ia hampir mati karena di serang Beverly, dan sekarang apa ia juga harus tamat karena di kejar para hounds? Dara tidak mau kehilangan lagi, cukup hanya Dev saja yang terakhir.

"Lalu apa yang kamu inginkan, gadis manja? Duduk termenung di tempat ini sampai para monster itu menemukan kita?" tanya Pietro kesal.

"Kita tidak perlu mengorbankan seseorang agar bisa selamat. Kita hanya perlu berlari menjauhi mereka, seperti tadi," balas Dara tegas.

Entah karena otaknya dangkal atau memang tidak berfungsi, usulan gadis itu barusan terdengar sangat bodoh.

"Bodoh, kenapa kamu tidak mencobanya sendiri?" tanya Pietro kesal. Kalau bukan seorang perempuan, ia sudah melempar gadis ini ke kerumunan monster itu. Opsi kedua, bagus juga.

"Lalu kenapa bukan paman saja yang pergi? Kan paman lebih tua di sini," cibir Dara menatap Pietro sinis. Pietro hanya memberikan gadis itu jari tengah sebelum akhirnya kembali menatap Dion.

"Begini, aku akan memancing semua makhluk itu. Setelah mereka mengejarku dalam kerumunan, aku akan melempar benda ini ke mereka, otomatis mereka akan meledak dan terbakar," jelas Dion yang langsung memotong perdebatan mereka.

Pietro menggigit kukunya, "hey, yang kamu lawan itu bukan puluhan. Tapi ribuan makhluk yang sama. Aku tidak yakin kalau jumlah bom ini akan cukup membunuh mereka."

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang