Rustling

17 3 1
                                    

Hening suasana yang mereka rasakan selama perjalanan. Semakin dalam masuk ke ladang itu, membuat Dion semakin tidak nyaman. Ia tidak mengerti mengapa jantungnya kini berdegup sangat kencang, rasanya seperti ada yang memantaunya dari segala penjuru. Suasana berubah suram, kabut semakin menebal. Padahal sebelumnya cahaya orange itu berpendar terang. Cuaca memang suka berubah-ubah tanpa di prediksi.

Desir angin tipis gemerisik menyentuh gandum. Bersahut-sahutan kala menyentuh sisi demi sisi tanaman itu. Tapi, suaranya seperti berisik. Seolah sesuatu tengah berjalan di tengah-tengah ladang. Memaksakan diri untuk menembus gandum lebat yang membentang.

"Dion, kamu mendengarnya?" tanya Dara. Gadis itu sama sekali tidak menoleh ataupun melihat ke arahnya.

"Angin," jawab Dion tak yakin.

Dara mengangguk saja. Tidak habis pikir, padahal Dion melihat gadis itu sok berani sebelumnya. Sekarang terlihat ketakutan sambil terus menggenggam erat tangannya.

"Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau ada apa-apa bakar saja? Kenapa sekarang ketakutan?" tanya Dion.

Dara menoleh, gadis itu mengerutkan kening, "siapa yang takut?" Cepat-cepat ia melepaskan tangannya dari Dion, "benar, kalau ada yang berani langsung siram dengan bensin itu."

Dion terkekeh pelan mendengarnya. Suara itu masih terdengar, kala angin sudah berhenti berhembus. Laki-laki itu memalingkan pandangannya.

Tidak ada. Suara itu juga ikut tenggelam di kesunyian. Suhu mendadak turun, Dion merasa jelas sekali bulu kuduknya berdiri saat ini. Di tengah kabut yang gelap, tidak nampak apa yang tengah mengikutinya. Mungkin, hanya perasaannya saja?

"Dion, Kenapa?" Dara ikut melihat sesuatu yang tengah di pandang Dion.

Kepala Dion menggeleng, "tidak. Ayo kembali jalan."

Anggukan Dara mengisyaratkan bahwa gadis itu menerima arahannya. Oke, mungkin itu hanya perasaannya saja. Tidak mungkin kan kalau ada monster lain yang ada di sini selain gagak tadi? Mungkin ...

"Kamu ingat dua scarecrow tadi?" tanya Dion.

"Ingat, kenapa?"

"Apa kamu yakin kalau mereka itu benar-benar benda mati?" tanya Dion lagi.

Dara mengetuk-ngetuk dagunya, "mung—kin?"

Dion mengangguk menanggapi.

"Aku tidak melihat kalau mereka benar-benar bergerak. Sebenarnya aku juga menaruh curiga pada dua benda yang tiba-tiba berdiri di depan kita, tadi."

Ternyata bukan dirinya saja yang sadar. Dion juga tadi merasa ada yang janggal dari kedua benda itu.

"Tapi, tidak perlu terlalu di pikirkan. Anggap saja itu memang benar benda mati, bukan?" ucap Dara kikuk. Gadis itu menggigiti bibir bawahnya.

Dion kembali mengangguk dan mempercepat langkahnya. Tunggu ... Suara itu terdengar kembali. Suara sesuatu yang bergesek dengan gandum-gandum itu. Samar namun dirinya mampu mendengarnya. Apalagi di situasi hening seperti ini.

Tangan Dion merasakan tarikan yang cukup kencang. Dara menggenggam tangannya erat sambil terus menariknya. Semakin Dara menarik, semakin keras suara yang terdengar. Dari sudut matanya, terlihat beberapa sosok hitam besar tengah mendekatinya. Cahaya merah terang berpendar dari bola mata mereka. Membentuk dua titik cahaya di tengah kabut putih yang pekat.

"Da–"

"Aku melihatnya, Dion." Dara tersengal memberitahu.

"Makhluk hitam itu?" tanya Dion memastikan.

Dara mengangguk cepat. Kepala Dion berputar ke belakang. Keningnya langsung berkerut. Benda itu tiba-tiba berhenti tak mengikutinya. Mulai menghilang dari tebalnya kabut di tempat ini.

DOMEحيث تعيش القصص. اكتشف الآن