03

333 29 4
                                    

Rai mematut dirinya di depan cermin. Balutan gaun pengantin kembali terpasang di tubuhnya.

Memakai gaun yang sama seperti sepuluh bulan yang lalu.

Empat bulan belakangan, Rai telah mencari tahu tentang tiga kali talak yang diucapkan suami dalam waktu berbeda, juga mencari jalan untuk membatalkan talak yang terucap.

Dia menolak mentah - mentah permintaan gila suaminya untuk menikah dengan pria pilihannya.

Tapi tidak ada jalan untuk kembali bersama sang kekasih, selain dia melakukan pernikahan terlebih dahulu dengan orang lain.

Pemeriksaan ulang yang dilakukan Bagus, menunjukkan hasil yang sama.

Air maninya hanya memiliki sedikit sperma yang aktif.

Bahkan terbilang kosong.

Raden Bagus Agung Sayyidin sulit punya anak.

Bukan Rai tak percaya pada Bagus akan pemeriksaan yang ditunjukkan Bagus empat bulan yang lalu.

Rai hanya takut ada anggota keluarga mertuanya yang melakukan sabotase, seperti yang mereka lakukan pada kecelakaan Shalih, kakak Bagus.

"Sudah siap, sayang?" ucap seseorang yang tetap tinggal bersamanya —walau status mereka telah berubah menjadi haram.

Dari pantulan cermin, Rai dapat melihat mantan suaminya dalam balutan pakaian yang senada dengannya.

Jarik dan beskap Bagus satu motif dengan Rai.

Satu warna yang sama.

Putih yang suci.

Jika tidak tahu, orang mungkin akan berpikir Bagus lah yang akan menjadi mempelai prianya.

Rai meraih tangan Bagus. Berjalan anggun menuju ruang tengah yang telah disulap menjadi aula pesta.

Walau tanpa kehadiran keluarga, banyak tetangga datang memenuhi undangan.

Mereka mengenal Dewi —panggilan Rai di sekitar rumah dan di dalam kampus— yang telah tinggal di sana sejak awal perkuliahan.

Rumah itu pemberian Bagus, yang awalnya hendak digunakan sebagai mahar pernikahan lima tahun yang lalu.

Sengaja Bagus mengadakan pesta pernikahan —walau terbilang amat sederhana baginya. Semua itu ia lakukan agar makin banyak orang mengawasi suami istrinya.

Di tengah aula yang telah dipenuhi deretan kursi berlapis kain putih, berdiri seorang pria tampan dalam balutan beskap hitam —berbanding terbalik dengan beskap putih yang dikenakan Bagus.

Pria itu menyambut Rai dengan wajah datar.

Menunjuk kursi. Menyuruh Rai untuk duduk di sisinya, tanpa dia jemput dan tuntun Rai seperti permintaan Bagus sebelum hari H berlangsung.

Rai mengusap lengan Bagus ketika pria itu mulai tersulut dengan sikap pemberontak yang dilakukan calon suaminya.

Alan Mahardika, teman satu SMA Rai dan Bagus, melafalkan kabul dengan lantang dan lancar.

Ijab diucapkan oleh wali hakim.

Tiada satu pun pihak keluarga mereka yang tahu tentang pernikahan ini.

Hati Rai berdesir sekaligus bersedih ketika Alan menyelesaikan kalimat yang mengguncang Arsy agung di Atas sana.

Ijab kabul selesai tanpa hambatan.

Pesta yang dianggap kecil oleh Rai dan Bagus, sangat dinikmati oleh warga sekitar.

Mereka semua berdecak kagum sejak awal menginjakkan kaki di rumah megah milik Rai, dari Bagus.

Bahkan sebagian besar dari mereka berlama - lama menikmati hidangan yang tersedia.

Makan bagai seorang putri yang menyesap hidangan dengan ujung sendok emas.

Sangat amat lama.

Tiada malu bagi mereka untuk mencicipi setiap hidangan yang begitu mewah dan tidak cukup dibeli oleh kantong - kantong mereka.

Rai melepas senyumannya saat tetangga terakhir telah pergi dari halaman rumahnya.

Wanita yang masih sama cantiknya seperti pagi tadi, telah begitu lelah dengan senyum palsu yang ia tampilkan di sepanjang hari.

Rai menoleh pada sisi kirinya.

Tempat di mana sang suami baru, menemaninya mengantar tetangga yang begitu bebal —tak tahu malu tinggal di dalam rumah orang sampai malam hari.

Ternyata Alan, suami sementaranya, sudah beranjak pergi menuju kamar tamu.

Kamar yang akan ditempati Rai dan Alan.

Bagus masih tinggal di tempatnya. Di kamar mereka di lantai atas.

Warga mengenali Bagus sebagai saudara Rai.

Pria yang memang tak suka berinteraksi dengan rakyat jelata itu, kali ini menampilkan wajah di muka umum dengan status yang dipenuhi kedustaan.

Sejak sepuluh bulan lalu pindah ke rumah ini, tak ada satu warga pun tahu perihal siapa saja yang tinggal di dalam rumah megah itu dan ada hubungan apa saja di dalam sana.

Hanya Dewi yang mereka kenal.

Para pembantu pun tidak terlalu warga kenali karena jarang keluar dari gerbang yang menjulang tinggi.

Terhitung sudah tiga kali ketua rukun warga mendatangi rumah megah itu, ketua dan jajarannya terhempas oleh kenyataan.

Akan sebuah identitas yang tidak mampu mereka senggol dan mereka tekan untuk mengatakan sebuah kejujuran.

Ketua rukun warga hanya bisa berbasa - basi mempertanyakan identitas orang besar yang tinggal di dalam sana, ketika dia mendata untuk kepentingan ulang tahun kenegaraan dan pendataan penduduk ketika pihak keamanan melakukan inspeksi mendadak.

Bertanya pada para pembantu pun percuma.

Tiada mereka mau membuka mulut.

Dan lagi, biasanya para pembantu hanya tinggal paling lama dua tahun di rumah megah itu.

Bagus telah naik ke lantai atas sejak satu jam yang lalu. Meninggalkan keramaian yang ada.

Rai patut bersyukur karena tidak akan mendapati Bagus kembali marah pada sikap Alan yang tak acuh padanya.

Rai akan pusing mendamaikan keduanya.

Rai menyampingkan segala keributan dalam otaknya, lebih baik dia menyiapkan makan malam.

Perutnya sudah keroncongan.

Sejak pagi tak sedikit pun makanan berat masuk dalam perutnya.

••• ••• ••• ••• ••• ••• ••• •••

ꦧꦺꦂꦱꦩ꧀ꦧꦸꦁ​ ꧉​꧉​꧉​

© Al-Fa4 | Dua Suami

Dua SuamiΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα