02

89 2 0
                                    

Rai membanting tubuhnya ke atas sofa. Memijat pelipisnya yang tegang.

Tatapan sendu Bagus mengurungkan niat Rai untuk jatuh pingsan.

Dia ingin tahu yang terjadi.

Apa sebenarnya maksud Bagus yang mengatakan menerima dampak dari talak tiga, namun enggan melepas dirinya?

Akan sulit bila momen ini telah berlalu.

Bagus bukan orang yang suka dua kali menyampaikan sebuah rahasia.

Bagus menyodorkan sebuah map pada Rai ketika Rai sudah mulai tenang.

"Bukalah," ucap Bagus sedikit lemah, karena tangis yang tertahan di pelupuk matanya.

Bagus harap - harap cemas ketika Rai mulai membuka segel pada map putih di tangannya.

Kop surat sebuah rumah sakit terkenal menyembul keluar saat Rai menarik kertas putih yang tersimpan di dalam map.

Rai sesekali mengernyit kala membaca isinya.

Ada banyak istilah bidang medis. Rai tak paham banyak tentang ilmu kedokteran.

Hanya dari kesimpulan di bagian bawah, Rai kemudian memahami maksud surat yang diberikan mantan suaminya.

Sper ma pujaan hatinya tak sehat. Yang berarti, Bagus sulit punya anak.

Tak bisa dikatakan mandul karena Rai melihat masih ada tiga persen kemungkinan untuk sper ma Bagus membuahi sel telur.

"Lalu apa masalahnya!? Ada banyak pengobatan di dunia ini. Kita bukan orang susah! Jika sampai akhir tidak diberi pun, ada banyak bayi yang membutuhkan orang tua! Kita akan menjadi orang tua jika mengurusnya sejak bayi itu tak memahami apa pun!"

Rai tidak percaya Bagus menyerah dengan kondisinya! Ini tidak seperti pria yang dikenalnya.

"Tetap saja itu bukan darah daging kita! Kamu pewaris satu - satunya dan aku satu - satunya harapan Ayah dan Bunda. Bayi orang tak mungkin kita urus!" cecar Bagus.

Menolak pendapat Rai.

"Apa maksudmu, Mas?!" sengit Rai.

Suara Rai mulai gemetar. Dia bukan orang yang polos.

Arah pembicaraan Bagus, sangat jelas.

Pria yang selalu jadi nomor satu di hatinya itu menginginkan bayi, tapi Bagus tidak dapat memberikan benih yang sehat!

Bagus merasa malu untuk menatap wanita yang sangat dia cintai.

Wanitanya, kekuatannya, belahan jiwanya.

Tak mungkin Rai sebodoh itu tidak memahami kalimatnya.

Dia tak bisa memberikan benih, tapi wanitanya masih bisa menampung benih dari pria lain.

"Aku mempunyai rekan bisnis yang cerdas dan berlatar keluarga yang baik. Dia akan menjadi suami sementaramu dan menjadi ... ayah anak kita."

"Gila kamu!" sentak Rai.

Rai beranjak pergi dengan tergesa.

Dia tidak mau mendengar perkataan gila suaminya.

Dia melangkahkan kaki lebar - lebar menuju pintu yang lumayan jauh jaraknya.

Biasanya pintu di ruang kerja Bagus terasa dekat bagi Rai, mengapa sekarang menjadi sangat jauh!?

Rai merasa tak sampai - sampai untuk mencapai pintu.

Bagus mengekor di belakang Rai. Raut wajahnya dipenuhi berbagai macam emosi.

Kesedihan, kemarahan, kegusaran, khawatir, dan harapan yang tinggi.

Bagus tahu, kalimatnya sangat gila.

Tapi dia tidak menemukan jawaban lain, selain ini!

Membiarkan wanitanya mengandung benih dari pria pilihannya.

"Sayang.." panggil Bagus dengan lembut.

"Jangan panggil sayang!" sentak Rai galak.

"Aku bukannya tidak berusaha! Aku sudah mencoba pengobatan selama lima tahun belakangan! Itulah kenapa aku tunda pernikahan kita! Kamu tidak berpikir aku menunda pernikahan kita lima tahun lalu, hanya karena orang itu menjadi cacat 'kan? Atau karena alasan klise, tidak mau mengganggu kuliah? Aku berusaha, Sayang..."

Rai hampir saja luruh ke lantai setelah mendengar penjelasan Bagus, andai pria itu tidak menopang tubuhnya dan mendekapnya erat.

Teringat lima tahun yang lalu, saat mereka lulus sekolah dan Bagus hampir sembuh dari sakit mentalnya, Rai dan Bagus memutuskan untuk menikah secepat mungkin.

Saat satu pekan sebelum hari H, Tuan Muda Keluarga Agung, kakak kandung Bagus, kecelakaan lalu koma di tempat.

Keluarga Rai tentu saja tidak terlalu mempermasalahkan penundaan waktu pernikahan.

Saat itu, perhatian orang tua Bagus semuanya tersedot pada kesembuhan anak emasnya.

Keluarga Rai bukan orang yang tak punya hati. Mereka paham posisi Bagus.

Sebagai orang terpandang, akan mengundang tanya bila Bagus hanya sendirian di acara pernikahan.

Rai dan keluarganya menunggu dengan sabar, sampai Keluarga Bagus kembali dalam kondisi normal.

Kemudian Bagus menyelesaikan pendidikannya dan melamar Rai. Mereka menikah tanpa kendala.

Rai tak menyangka ada hal lain yang membuat Bagus menunda pernikahannya sampai lima tahun lamanya.

Dia kira benar - benar karena komanya sang kakak dan karena tak mau mengganggu pendidikan mereka, yang berlangsung selama empat tahun lamanya.

Kemudian tertunda satu tahun setelah kelulusan, karena Rai dan Bagus sama - sama belajar memahami kondisi perusahaan masing - masing.

Bagus menunjukkan hasil pemeriksaan kesehatannya yang lain. Di sana tertera tanggalan lima tahun yang lalu.

Inisiatif dalam dirinya muncul ketika teringat hidupnya selama ini tidak baik, dalam segi mental dan juga fisik.

Makanan bergizi hanya sedikit yang masuk dalam tubuhnya.

Pengelolaan stres dan emosinya tak baik. Berakhir dengan dia yang selalu melakukan pembenaran ingin memperbaiki mood, tiap kali dia memesan makanan cepat saji.

Hasil dari selalu memakan masakan cepat saji ialah membuat senjata pembuahannya tak sehat. Sulit memiliki anak.

Lima tahun itu tepat pada hari ini.

Dia melakukan pemeriksaan ulang kesehatannya dan tidak ada perbedaan.

Hasilnya sia - sia.

"Aku sudah memastikan kebenaran data ini, jika kamu ragu.." ucap Bagus melihat mata Rai meragu.

Memang, bisa saja hasil pemeriksaan disabotase.

Bagus langsung menjelaskan dengan tegas.

Hasil pemeriksaan itu sungguh nyata adanya.

"Aku mohon ... kita harus punya anak," pinta Bagus.

"Kamu tidak memikirkan perasaanku, Mas!?" geram Rai.

"Aku tahu kamu juga ingin secepatnya memiliki anak."

Rai terdiam.

Ucapan prianya tak salah.

Dia juga ... harus secepatnya memiliki anak.

"Demi kita..."

••• ••• ••• ••• ••• ••• ••• •••

ꦧꦺꦂꦱꦩ꧀ꦧꦸꦁ​ ꧉​꧉​꧉​

© Al-Fa4 | Dua Suami

Dua SuamiWhere stories live. Discover now