"Maaf.." ucap seorang gadis dengan kepala yang tertunduk, menghindari tatapan memohon pemuda di hadapannya."Aku ngerti kok." Hal pertama yang Zee ucapkan setelah mendengar balasan menyakitkan dari adik kelas yang telah ia suka hampir setahun belakangan.
Sebenarnya Zee sadar bahwa pengakuannya akan ditolak kembali oleh Marsha. Yap.. Ini bukan kali pertama Marsha menolak ungkapan perasaan yang berusaha Zee sampaikan. Ini sudah ketiga kalinya ia mengungkapkan isi hatinya pada Marsha.
Hanya saja Zee agak berharap gadis di hadapannya itu bisa menerimanya. Namun apa daya, semuanya telah berakhir. Semuanya sudah jelas sekarang bahwa adik kelasnya itu memang tak bisa membalas perasaannya.
Suasana canggung menghinggapi mereka berdua. Zee harus kembali mencoba mencairkan suasana. Kafe yang mereka kunjungi malam ini memang terasa nyaman dan hangat karena terdengar musik klasik yang mengalun sebagai backsound yang memenangkan bagi siapapun yang mendengarnya. Meskipun begitu, karena perasaan sakit dan patah hati yang ia rasakan. Zee tidak bisa menikmati suasana kafe yang menenangkan.
"Udah malem. Aku anterin pulang ya. Besok pagi aku jemput lagi kek biasa??"
"Apa ka Zee gak butuh waktu?? " jawab Marsha setelah jeda yang cukup lama dari pertanyaan Zee.
"Waktu?? Waktu buat apa??" tanya Zee dengan polos.
"Maksudnya.. " Marsha terlihat ragu-ragu
'Aku baru aja nolak kamu kak dan kamu masih pengen kita sedekat biasanya??' ungkapan hati Marsha sebenarnya. Sampai ia menyusun kembali pilihan kata yang lebih baik.
"Maksud aku. Bukannya akan lebih baik kalau kita gak usah ketem--"
"Marsha.. " potong Zee sambil tertawa kecil.
"Kita itu sama-sama anak OSIS dan berada di bidang yang sama. Hampir tiap hari kita ketemu apalagi akhir-akhir ini karena persiapan acara ulang tahun sekolah. Jadi gak mungkin kalau kita gak ketemu satu sama lain. "
Marsha masih tampak ragu, sampai Zee kembali melanjutkan kata-katanya.
"Kita lupain aja ya apa yang terjadi malem ini, oke?? Dan anggap aja kamu gak pernah denger pengakuan aku barusan. Dan besok, kita masih temenan sama seperti biasanya sebelum kita mampir ke kafe ini.
"Oke." jawaban singkat Marsha yang menimbulkan sedikit senyuman di bibir Zee.
###
Marsha Lenathea sangat membenci konfrontasi. Dia hanya ingin hal apapun yang berada disekitarnya berjalan damai tanpa adanya permasalahan yang terjadi.
Marsha sendiri masih merasa bersalah kala mengingat saat dimana ia kembali menolak pengakuan dari Zee. Pemuda kelas 11 itu selalu tampak tenang dan masih bersikap normal atas apa yang terjadi. Zee masih mengantarkan Marsha pulang ke rumahnya dan pagi ini rencananya pemuda itu akan menjemputnya untuk pergi sekolah bersama.
Marsha pun mengecek handphone miliknya berharap menerima pesan dari sang kakak kelas. Biasanya Zee akan datang menjemputnya sekitar 10 menit yang lalu.
"Apa gue chat duluan ya?? Atau langsung telepon aja gitu??" gumam Marsha.
Cukup lama Marsha memandangi kolom chat milik Zee.
"Gimana kalau ka Zee gak jemput gue hari ini? Atau jangan-jangan dia udah di sekolah?"
"Tapi kemarin dia udah janji bakal jemput gue." gumam Marsha dengan khawatir.
*Ding
Terdengar bunyi notifikasi dari layar handphone Marsha.

YOU ARE READING
Oneshots Zeesha
FanfictionKumpulan oneshots zeesha Semoga kalian suka dan selamat membaca 👍