28. JUGA BERHAK UNTUK EGOIS

74 9 8
                                    

"Lo juga berhak atas diri lo. Sekali-kali lo harus egois, gak semua orang mikirin lo. Jangan jahat sama diri sendiri dengan selalu ngalah dan biarin harga diri lo di injek-injek. Selagi lo bisa lawan, lo harus lawan. Walaupun endingnya lo bakal mati, seenggaknya lo pernah ngelawan dan gak nyerah gitu aja. Terapin kata-kata gue. Bukan berarti, sekali lo egois, lo langsung jadi jahat. Enggak. Kembali ke awal, lo juga berhak buat egois."

"Sekali pukul pun gak papa, seenggaknya lo pernah ngelawan."
____________

Selamat Membaca~

🍅

Keadaan sekolah sudah mulai ramai. Murid-murid mempercepat langkah menuju kelas masing-masing. Tangga-tangga mulai penuh dan berdesakan. Albi berjalan mendekati tangga dengan wajah ceria, sesekali membetulkan sandangan tasnya. Pagi ini Albi telat bangun, tapi harus tetap beres-beres rumah sebelum ke sekolah. Kesalahan itu sama sekali tak merenggut keceriaan di wajah Albi, rasa bahagia bersama Ayahnya kemarin masih bertahan hingga pagi ini.

Namun, saat kakinya baru saja menginjak anak tangga pertama, tasnya ditarik kasar dari belakang. Tak siap dengan serangan mendadak tersebut, Albi terjerembab ke lantai. Tidak berhenti di situ, sebuah tangan menyeretnya Albi tanpa memberinya waktu untuk kembali berdiri.

Walaupun menjadi tontonan setiap mata di koridor lantai satu, Albi tak kehabisan akal. Ketika masih diseret, Albi memegangi tangan si pelaku dan mencoba bangkit. Berhasil, dan kini si pelaku pula yang terhuyung, tapi tidak jatuh. Barulah Albi mengetahui si pelaku yang tak lain adalah Sergio. Cowok berwajah arogan itu menatap garang pada Albi. Dadanya naik turun dipacu emosi yang meluap. Albi mundur perlahan, hawa kemarahan Sergio yang sekarang berbeda dari sebelumnya. Biasanya Sergio akan menyuruh Okta atau Abay untuk menjemput Albi, tapi hari ini Sergio sendiri turun tangan.

Belum sempat ingin kabur, tangan Sergio mencengkeram leher Albi dan mendorongnya ke dinding. Giginya bergemeletuk menyalurkan amarah. Albi kesulitan bernapas saat dicekik Sergio, tangan Albi berusaha melepas tangan Sergio dari lehernya. Syukurlah Sergio cepat sadar dan melepaskan cengkeramannya. Matanya melirik kiri-kanan, melihat orang-orang yang terkejut dengan aksi berbahayanya.

"Ikut gue!"

Sergio menjambak rambut Albi dan menarik Albi untuk mengikuti langkahnya.

"Sergio, lepasin! Sakit, Sergio...." rintih Albi memegangi rambutnya.

"Diem!" bentak Sergio.

"Lepasin dulu, Sergio! Sakit...."

"Gue bilang diem!" Sergio menghentikan langkahnya dan memperkuat jambakannya.

"Sakit...." adu Albi, meringis.

"Semakin lo berisik, bakal semakin kuat jambakan gue!"

Albi kicep akan ancaman Sergio, ia tidak mau membuat Sergio makin marah. Dengan tidak berperasaannya Sergio menarik Albi bak binatang.

Di belakang sekolah—tepatnya di kelas lama—Sergio menghempaskan tubuh Albi ke dinding kelas. Senyum jahat tersungging di bibir Sergio ketika melihat helaian rambut Albi di tangannya. Sedangkan Albi, cowok itu memegangi kepalanya yang berdenyut.

Sergio memperpendek jarak, mulai menyudutkan tubuh Albi. "Kemaren lo kemana?" tanya Sergio, to the point.

Albi menatap Sergio takut-takut. "Aku ke museum sama—"

AFEKSI (end)Where stories live. Discover now