II. Anak Kucing

15 12 19
                                    

Setelah 2 jam kira-kira pembelajaran matematika berlangsung, akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu oleh rakyat SMA Negeri Delima datang juga. Apalagi kalau bukan jam istirahat?

Sekarang gue sama Dera juga sedang di kantin, mengantri panjang demi mendapat semangkuk soto panas Bu Rahma yang sangat digemari disini. Tak heran antriannya selalu ramai bak konser, kuah kaldu ayamnya yang sangat memanjakan lidah, ditambah topping kecambah dan suwiran ayam menambah kelezatan di dalam semangkuk soto tersebut. Membuat semua orang- terutama rakyat *Amandel -tidak pernah absen untuk mengunjungi kedai kecil itu.

"Beli berapa dek?" tanya Bu Rahma, sang pedagang sekaligus juru masak handal andalan kantin, tangannya sambil tanpa berhenti menyiapkan satu persatu pesanan para pembeli yang sudah meraung kelaparan.

"2 Bu, sama es tehnya juga 2, ya!" kata Dera sambil menampilkan 2 jari yang kemudian langsung diangguki oleh sang penjual. Beliau menerima uang yang disodorkan Dera lalu kembali sibuk dengan pesanan-pesanannya.

Mata gue beralih ke arah luar kedai Bu Rahma, secara otomatis mata gue mengarah begitu saja ke seorang siswa yang sedang bermain dengan anak kucing sendirian didekat selokan. Yang tentu saja langsung gue kenali bahwa itu adalah Juna, sang murid baru.

"Del? Mau makan dimana?" ucapan Dera barusan ngagetin gue yang lagi serius memerhatikan Juna, lalu dengan cepat gue kembali ke Bu Rahma, lalu mengacungkan satu jari kearahnya.

"Bu maaf, Adel mau beli satu lagi."

Bisa gue liat Bu Rahma tampak agak kebingungan dengan tingkah gue yang tiba-tiba, tapi selanjutnya ia dengan profesional kembali menggerakkan tangannya dengan motif racikan yang sangat khas, membuat senyuman gue timbul seketika.

"Ini Del, kalau kurang pesen lagi ya," ujar Bu Rahma lembut sambil menyodorkan nampan berisikan semangkuk soto dan es teh diatasnya.

Dengan segera gue langsung ngambil alih nampannya dan memberi kode ke Dera untuk menjauh dari sana, membuat Dera yang melihat itu menatap gue heran.

"Tumben lo pesen dua?? Lo laper banget?" tanya Dera tepat setelah kita mendudukkan diri disalah satu kursi dan meja yang kosong.

"Tunggu disini bentar Der," Setelah mengucapkan kalimat itu, gue langsung ngacir ke tempat yang tadi disinggahi oleh Juna, tempat ia mengelus-elus rambut anak kucing yang masih belia umurnya.

"Juna, makan yuk? Udah gue pesenin tuh," kata gue sambil nampilin senyum canggung.

Perlahan Juna natap gue, terus mengedarkan pandangannya ke arah meja yang sekarang sedang ditempati Dera.

Juna menggeleng dengan ragu, lalu ia kembali fokus pada kegiatannya tadi yang sempat tertunda.

Gue bingung, gimana caranya biar Juna ikut makan sama gue? Gak lama setelah itu, suara guntur mengguncang SMA Negeri Delima, membuat beberapa siswi menjerit karena keterkagetannya. Lalu dengan itu, rintik hujan turun, sedikit demi sedikit mulai membasahi seluruh permukaan SMA Negeri Delima yang semula hanya teduh tersebut.

"Juna! Ayo neduh!" tawar gue sambil menadahi kepala gue dengan dua tangan.

Juna sempat bingung harus bagaimana, namun akhirnya ia memutuskan untuk meneduh dibawah gedung kantin sambil membawa anak kucing yang ia elus tadi, mengingat bahwa anak kucing itu terus memberontak ingin pergi karena kehujanan.

"Ayo duduk disana," ajak gue lagi yang membuat Juna lagi-lagi bingung akan keputusannya, apakah ia harus ikut atau menetap disitu? Mungkin begitulah kira-kira isi dipikirannya saat ini.

"Udah ayo cepetan." lanjut gue sambil ngambil tangannya yang kosong lalu menariknya menuju ke meja gue sama Dera tadi.

"Itu udah gue pesenin Jun, makan aja, pas banget cuacanya lagi hujan gini," ucap gue yang masih tidak digubris oleh Juna, dan juga Juna terlihat sangat canggung saat ini, ia duduk dengan jarak yang lumayan jauh dari gue dan Dera, membuat orang-orang disekitar menatap ke arah kami bingung.

Juna and His WordsWhere stories live. Discover now