VII. Dendi, Dendi, dan Dendi

2 0 0
                                    

"Del, lo udah makan belum?"

"Del?"

Dendi meminggirkan motornya yang sedang melaju dijalan raya yang lumayan ramai malam ini, menyandarkan motornya dan turun dari sana sembari melepas helmnya.

"Del? Lo gapapa?"

Gue ketahuan.

Sejak dari rumah Juna, gue gak bisa nahan tangis gue. Dasar Adel, cengeng banget.

Setelah Dendi tahu kalau gue lagi nangis, dia dengan spontan kembali menaiki motornya dan mengenakan helmnya. Ia melajukan motornya lagi. Perlahan gue dongak, mencoba untuk menikmati dinginnya angin malam hari ini. Air mata gue mulai mengering seiring dengan angin malam yang berhembus melewati permukaan kulit gue.

Dingin, tapi pasti gak sedingin Juna sekarang.

"Ayo turun,"

Gue ngelihat ke sekitar, ini bukan rumah gue ataupun daerah komplek rumah kita.

"Ngapain kesini?"

"Lo belum makan, kan? Ayo mampir makan dulu, kalau nunggu sampai rumah pasti lo gak mau makan."

Sok tahu aja nih Deden-nya Eyang.

Daripada berlama disini, gue memilih untuk mengikuti apa kata Dendi dan melepas helm yang semula menutupi kepala gue.

Dendi yang melihat itu langsung berjalan duluan ke dalam sebuah resto franchise ayam goreng, meninggalkan gue yang masih sibuk merapihkan rok gue.

"Den! Tungguin lah!"

Dendi gak nanggepin, mau tidak mau gue harus mempercepat gerakan gue dan lari nyusul dia.

"Besok lagi gue gak mau bareng lo, Den."

"Terserah lo, siapa suruh ketemu gue pas mau berangkat dan lagi ada Eyang,"

"Dih? Kan itu kejadian pagi tadi, sekarang mah beda! Lo sendiri tadi yang nyuruh gue bareng ke rumah Juna!"

"Ya lo mikir aja, masa mau ke rumah Juna gue naik motor lo nya jalan kaki? Gitu caranya gue kerja kelompok berdua doang sama Juna, tugas udah selesai lo baru dateng," sewot Dendi lagi yang gak mau kalah.

Kalo dia bukan tetangga gue, udah dipastiin dia gak akan selamat malam ini.

"Terserah, pokoknya besok lagi gue gak mau bareng lo."

"Halah bilang aja lo sengaja kan ke rumah gue biar bisa bareng? Jujur aja mah gapapa,"

Mau aja gue marah ke dia lagi, tapi kita udah sampai didepan resto, bikin gue mengurungkan niat untuk mengucap segala kata kasar untuk Dendi.

Kita pun duduk di salah satu meja kosong yang tepat memiliki 2 bangku, membuat kita duduk saling berhadapan.

"Lah kok gak pesen?"

"Lah iya dodol malah duduk dulu, ayo cepet pesen dulu!"

Yeee udah salah ngegas lagi, mana gue ngikut-ngikut aja.

"Lo mau apa?"

Mata gue melihat menu dari atas hingga kebawah, biasanya gue tipe ngikut orang yang bareng sama gue, tapi kali ini gue mau coba pesan sendiri.

"Paket 1 aja kak,"

HAHA! Andalan gue ketika gue harus dihadapkan oleh pilihan yang gak bisa gue putuskan saat itu juga, menu nomor 1 adalah jawabannya.

"Baik kak, untuk pilihan minumannya apa kak?"

BAM! Gue paling males sama pertanyaan yang dilontarkan setelah gue merasa kalau urusan gue udah selesai.

Lagian kenapa menu paket harus masih milih minumannya?? Mana gue gak lihat pilihan minumannya lagi.

"Eee.. Es teh aja kak,"

"Maaf kak tidak ada pilihan es teh, kakak bisa memilih antara beberapa minuman yang tertera dipaket ini, ada soda, susu coklat, atau lemon tea,"

Tamatlah gue.

"Pfft, BUAHAHAHAHA!"

Gue udah gak sanggup lagi nengok, lebih tepatnya kearah Dendi yang saat ini sedang tertawa terbahak-bahak melihat gue yang sedang mempermalukan diri sendiri.

"Oh iya lemon tea kak maksud saya, hehe,"

"Baik kak, ada lagi?"

Dengan terpaksa gue nengok ke Dendi, manusia itu masih sibuk tertawa diatas penderitaan gue. Gimana dia mau nyebutin pesanan dia kalau dia masih ketawa gitu?!

"Den."

"Aduh, aduh, iya maaf, saya samain aja kak," kata Dendi kemudian setelah Ia puas dengan tawanya.

"Baik kak, totalnya lima puluh dua ribu rupiah,"

Dendi merogoh sakunya dan menemukan dompet yang langsung Ia keluarkan untuk membayar makanan kami. Untung masih tahu diri.

"Ini, kak,"

"Baik kak ditunggu pesanannya, terima kasih."

Gue dan Dendi pun menjauh dari area kasir dan kembali duduk ke tempat yang kami pilih sebelumnya.

"Bodo amat, Den. Pokoknya gue gak mau makan sama lo lagi,"

"Iya iya maaf, gue kan cuman bercanda."

"Tapi bercanda lo gak lucu, tau."

"Tapi serius, Del. Tadi lucu banget gue gak bisa nahan ketawa."

Ini orang minta maaf tapi kok malah ngelunjak ya?

"Tapi-"

"Udah ah gak usah tapi tapian terus, gue jadi keinget tadi kan,"

Kurang ajar. Pokoknya ini makan bareng terakhir sama Dendi.

"Silahkan kak."

Setelah gue adu mulut sama Dendi, gak lama pesanan kita datang. Suasananya seketika menjadi sepi karena kami sibuk makan seperti orang yang sangat kelaparan. Malam itu pun tanpa sadar, gue lupa sama kesedihan gue.

"Maaf ya, Del."

"Besok lagi gue gak akan ngajak lo ke tempat kayak gini, deh."

"Besok lagi gue bakal cari tempat yang dimana lo bisa pesan es teh, biar lo gak malu lagi."

Tawa Dendi kemudian.

Juna and His WordsWhere stories live. Discover now