Bab 27 - Jika Harus Pergi

3.8K 697 95
                                    

Mengapa perpisahan selalu menjadi cobaan?

~AA Dearest~
By Mellyana Dhian

***

Kesalahan paling fatal Annalis adalah menjadikan Alraz tumpuan kebahagiaan. Ketika jalan hidup tak memihaknya lagi, ia akan kehilangan setengah hidupnya. Namun, bukan hanya Annalis yang seperti itu, Alraz pun juga demikian. Keduanya kadang lupa mengukur sampai cintanya pada manusia melebihi cintanya kepada Allah. Dan sekarang mereka diuji oleh 'sesuatu' yang paling ia cintai itu.

"Assalamualikum, Pa. Maafin Annalis yang jarang berkunjung ya, tapi Papa jangan khawatir karena Annalis selalu mengirim doa-doa untuk Papa. Doanya sampai kan Pa?" Selesai berdoa Annalis berbicara satu arah dengan batu nisan.

"Seminggu lagi Annalis ulang tahun loh Pa. Papa gapapa kok gak ngado Annalis tahun ini karena Annalis udah jadi calon ratu. Alhamdulillah gak ulang tahu aja Annalis dapat bunda dan kado dari rakyat Madani." Annalis terkekeh. "Pasti Papa gak nyangka gadis kecilmu ini bisa jadi ratu negara Madani Raya. Sama Pa, Annalis juga gak nyangka."

Annalis terus berusaha tersenyum dengan sesekali terkekeh, meskipun dalam batin tengah menangis sekeras-kerasnya. "Lucu ya Pa. Dulu Annalis pengen cepet gedhe, sekarang udah gedhe rasanya pengen kecil lagi aja. Berat banget ya Pa hidup ini. Apalagi setelah Papa pergi. Annalis kira suami Annalis bisa jadi pengganti Papa tapi enggak juga. Papa tetap satu-satunya."

"Pa ... " Rasanya tenggorokan Annalis tercekap. Sakit. Lalu agar tak menangis ia menghela napas. Mencoba tersenyum lagi. "Annalis bisa gak ya? Annalis kuat gak ya Pa?"

Tiba-tiba Annalis mencabut rumput seperti orang yang sedang kesal. "Sebel deh. Papa kenapa harus tidur di sini sih? Padahal sekarang Annalis bisa kasih Papa kasur paling mahal dan embuk. Menantu Papa itu putra mahkota loh. Papa gak mau nyampa dia? Dia itu baik banget. Dia bisa nerima Annalis meskipun Annalis gak sempurna."

"Iya loh Pa."

Tubuh Annalis terperanjat. "Loh sejak kapan ada di situ?" Pipinya memerah. Pangeran Alraz berdiri di belakang Annalis sambil membawa buket bunga.

"Sudah dari tadi, Sayang. Kau sih asyik cerita sama Papa sampai-sampai ada suami saja tidak sadar." Tangan kirinya mengusap punggung Annalis sambil berjongkok. Sedangkan tangan kanannya menaruh buket di dekat nisan.

"Sudah selesai curhatnya sama Papa?" tanya pangeran yang dijawab anggukan oleh Annalis.

"Sekarang kita bisa pulang ke kastil nenek."

"Kastil?" Satu alis Annalis naik.

"Iya. Saya sudah mengajukan cuti 2 hari untuk kita berdua."

"Emang bisa seperti itu?"

"Bisa. Sejak kecelakaan saya tidak pernah cuti loh. Saya kan juga kangen dengan istri tercinta yang habis ngambek ini." Pangeran sengaja menggoda Annalis.

"Ish." Annalis berdiri lebih dulu. Ia juga bergegas meninggalkan pangeran.

Pangeran pun menyusul sang istri. Tak tertinggal memasang senyum jahil yang membuat Annalis semakin salah tingkah.

Annalis ke sini bersama pengawal menggunakan mobil untuk permaisuri, tapi mobil itu sudah tidak ada di parkiran. Hanya ada Saka yang berdiri di dekat pintu mobil dinas Pangeran Alraz.

"Mobil pribadi saya mana?" tanya pangeran.

Saka melihat ponsel. "Sebentar lagi sampai."

Baru Saka menutup mulut mobil itu sudah muncul.

AA Dearest [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang