Bab 29 - Menghilang

2.7K 445 6
                                    

Sudah 7 jam Hulya menunggu Annalis di ruang tunggu. "Putri Annalis mana ya, biasanya tidak selama ini kalau terapi."

Hulya pun mendatangi perawat yang bertugas. Ia bertanya menggunakan bahasa Inggris. "Permisi, bagaimana dengan pasien Annalis."

"Anda sudah bertanya 10 kali lebih. Bisa tidak Anda bersabar?" Tanggalan perawat itu semakin ketus. Namun Hulya tidak takut, sebab ia lebih khawatir dengan Annalis.

"Karena ini tidak wajah. Bisanya hanya 3 jam. Apakah Anda bisa cek ke dalam?"

"Dokter kami akan mengajak tuanmu keluar kalau sudah selesai."

"Baiklah kalau Anda tidak mau melihat Putri Annalis. Saya yang akan mengeceknya sendiri." Hulya menerobos. Ia tak memedulikan kalau pintu itu hanya boleh dilewati karyawan.

Perawat itu menarik tangan Hulya. "Ok. Kamu tunggu di sini. Saya akan masuk melihat kondisi tuanmu."

Tak berselang lama perawat itu keluar lagi. "Sepertinya Tuanmu pulang lebih dulu."

"Tidak mungkin. Dia tidak mungkin meninggalkan saya begitu saja."

"What ever!"

Hulya panik. Dia mencari Annalis ke beberapa sudut tapi tidak ketemu. Dia menelepon juga tidak diangkat. Karena putus ada, ia mengubungi pihak kerajaan.

***

Di ruangan yang sangat gelap Annalis merintih kesakitan. Entah obat apa yang dibiuskan padanya yang jelas itu menbuat kepalanya sangat pening sampai detik ini.

"To-tolong le .. paskan aku," lirihnya.

Tidak lama suara langkah kaki yang di geser terdengar. Annalis semakin merinding.

"Dia cantik. Apa kita rasakan dulu sebelum kita bunuh?"

Dengan sekuat tenaga Annalis terhuyun. Dia berusaha tidak memunculkan bunyi. Di liar malam sangat gelap. Dia berusaha menelepon Hulya dengan telepon umum, akan tetapi tidak terjawab.

Lalu tampak kerumunan yang membuat Annalis memutuskan untuk ke sana. Ia merasa akan jauh lebih aman jika bersembunyi. Betapa terkejutnya Annalis kalau orang yang dikerumuni oleh orang-orang adalah Hulya yang tertembak mati di jalan. Desas desus warga itu terjadi disebabkan ulang perampok. Namun dia tidak percaya. Apalagi dirinya juga baru saja diculik. Pasti ada yang mengutus mereka.

Annalis ngaris memeluk mayat Hawwa, akan tetapi ia melihat para lelaki bertubuh besar itu melihatnya. "Ya Allah selamatkan aku."

"Suamiku. Pangeran Alraz." Annalis menangis sambil berusaha berlari. Hidup dan mati Annalis ada di tangan Allah. Kondisinya lemah, dia tidak lagi bisa berlari. Ia hanya bisa bersembunyi di balik pohon yang tak begitu besar.

AA Dearest [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang