Episode 50 : Dika

68 11 0
                                    

"Yang mana rumahnya. Benar disini?"  ucap supir Gocar sambil memberhentikan mobil di depan sebuah rumah yang Dita kenali. Dita tak menyangka bisa menginjak kembali tanah tempat dia bermain dulu. Selokannya masih jernih seperti dulu dan tanamannya juga masih hijau. Dita belum bisa menoleh. Jantungnya masih berdebar. Dia tidak tahu apa yang akan dia temui nanti.

"Mbok (mbak dalam bahasa Bali) ..." Sang supir membalik tubuhnya. Memanggil sang penumpang yang tidak menyahut.

"Ah iya Bli. Maaf. Iya benar."

Sang supir melihat kemungkinan penumpangnya dalam masalah berat. Dia tahu wanita cantik itu adalah orang Bali asli melalui pertanyaan yang dijawab seperlunya tapi tetap dengan keramahan.

"Sabar malu nah nyalain kehidupan, pasti kal ada jalan melah melah ne. (Bersabarlah menjalani kehidupan, pasti ada jalan yang terbaik)." Sang sopir memberikan kata-kata hikmah dalam bahasa Bali.

Hati Dita menghangat. Disaat seperti ini dia mendapat semangat dari tempat yang tak terduga.
"Matur Suksma, Bli. (Terima kasih banyak, Mas).

"Suksma Mewali. (Terima kasih kembali). Biar saya yang keluarkan kopernya." Sang supir turun dari kursi kemudi lalu berjalan menuju bagasi. Dita pun membuka pintu mobil lalu turun. Mencoba melongok ke balik pagar terlihat bersih dari lumut. Rumah terlihat terpelihara rapi dari luar. Catnya terlihat baru.

Sang supir sudah berdiri di depan pagar masuk dengan koper di tangan. Lalu menyerahkan kopernya ke Dita.
"Semangat!"

Dita akhirnya bisa tersenyum kemudian mengangguk. Menghadap teras rumah, memandanginya.
Keadaannya jauh lebih baik dari saat Sun Woo datang berkunjung. Plafon yang berlubang sudah diperbaiki. Rumput tumbuh dengan teratur. Dita tidak tahu. Ada jasa Sun Woo dibalik semua itu.

Saat Dita ingin membukanya, sebuah gembok menggelantung disana. Pagar dalam keadaan terkunci. Dita mencoba membuka mulutnya. "A.." Suaranya tak keluar. Dita berdehem. Mencoba menangguhkan hati. "Ajik. (Ayah)." Suara Dita bisa keluar, tapi parau. Tak mungkin orang di dalam rumah itu bisa mendengarnya.
"Ajik!"

"Iya nak."

Dita mendengar suara di belakang tubuhnya. Hatinya kembali sakit dan kali ini dia tidak dapat menahan.
Membalikkan tubuh, Dita melihat sang ayah dengan pakaian rapi dan sarung selutut, lengkap dengan ikat kepala dan sandal.

Wajah Dita memerah. Wajah ayahnya yang tampan itu mulai kabur karena air mata yang mulai menggenang. Alih-alih Dita yang mendekat, sang ayah yang datang dan memeluk sang anak terlebih dahulu.

Dita mulai menangis. Suaranya dan adegan itu membuat orang yang memberitahu sang ayah kalau sang anak telah pulang, ikut terharu. Matanya ikut basah. Lalu sang tetangga pun pergi, tidak ingin merusak momen tersebut.

"Dita masih mau nangis? Ajik buka pintu dulu ya. Nanti dilanjutkan."

Dita melepaskan pelukannya lalu mengulum senyum malu. Sang ayah mengambil kunci yang disimpan di saku dada dengan tangan kanannya. Tangan kirinya masih memeluk sang putri.

Dita melihat pemandangan rumah. Teras, pura kecil di kanan, tanaman kamboja, palem, bale-bale rotan tempat dia dan Dika dulu ... Dita menunduk lagi. Sepertinya dia akan menangis di rumah ayahnya untuk waktu yang cukup lama.

Semua kenangan itu menyerbunya sekarang. Dadanya sangat sesak.
Sang ayah terus mengelus-elus bahu putrinya itu sampai mereka berhasil duduk di dalam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulut pak Nyoman. Hanya tangisan Dita yang terdengar. Pak Nyoman juga sebenarnya sangat-sangat rindu kepada sang putri tapi dia merasa harus tegar sekarang. Melihat putrinya kembali di rumahnya adalah kesempatan kedua yang tak boleh dia sia-siakan. Di dalam hati sebenarnya dia menginginkan sang cucu ikut. Tapi untuk Dita datang ke Bali saja mungkin sudah sangat sulit.

Mistake in Love (Sudah Terbit. Pemesanan lihat halaman terakhir.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang