Bab 5. Penyerangan

2K 135 0
                                    

Pagi ini aku bersiap siap hendak berangkat sekolah, paman sudah berangkat pagi sekali ke kantornya, dia bilang sedang banyak kerjaan jadi tidak sempat mengantarku sekolah, akhirnya aku memutuskan untuk memesan uber. Masih mengunyah zucchini bread aku berdiri hendak meninggalkan meja makan, meraih ponselku membuka applikasi taksi online tersebut, saat aku mendengar klakson mobil dari arah luar, aku penasaran dan mengecek keluar melalui jendela rumah, dan aku melihat mobil Alex terparkir disana, sang pemilikpun terlihat keluar dan berjalan mendekati pintu rumah, meskipun aku melihatnya mendekat tak urung aku terkejut mendengar bel pintu yang berbunyi nyaring itu, tak mau membuatnya menunggu lama aku membukakan pintu.

"Ada apa?" tanyaku masih terheran heran dengan kedatanganya pagi pgi sekali di rumahku

"Menjemputmu, apa kau sudah siap? Kalau sudah ayo berangkat"

"Hei tunggu... aku belum menyatakan kesediaanku"

"Lagipula aku biasa berangkat sekolah diantar paman" elakku kemudian

"Tapi kulihat mobil pamanmu tidak ada di parkiran"

Ohh iya aku lupa pekarangan rumah dan carport kami terbuka, tidak ada pintu gerbang disana, dan juga tidak ada garasi, dari teras rumah langsung ke pintu.

"Ayolah, sekali kali berangkat sekolah bersamaku, itu tidak akan membuatmu rugi" Alex menaik turunkan alisnya, menggemaskan.

Aku menarik napas panjang, entah mengapa aku masih jengkel dengan kejadian semalam saat Alex menerima telpon dari seseorang yang bernama Andrea, bahkan hingga dia mengantarkan aku pulang tak banyak yang kami bicarakan selama dalam perjalanan.

"Tapi aku sudah terlanjur memesan uber tadi" ucapku masih berusaha menolak ajakanya.

"Kau bisa mengcancelnya dan memberikan tips pada pengemudinya, ayolah.. aku sudah sampai disini"

Akhirnya akupun menyetujui ajakanya, harus kuakui Alex sungguh pandai dalam bernegosiasi.

Saat kami hendak memasuki mobilnya tiba tiba terdengar suara tembakan dari arah sebrang, dan juga pecahnya jendela kaca rumahku, jelas tembakan itu ditujukan ke rumahku, kami tersentak dan merunduk cepat, berlindung di balik mobil.

Kalau kalian menyangka aku gemetar ketakutan, maaf kalian salah, dari kecil aku dibekali ilmu beladiri oleh papaku, dan entah mengapa sewaktu kecil aku dan kakaku pernah beberapa kali menghadapi percobaan penculikan, setelah itu papa melatih fisik kami lebih keras lagi, bahkan papa memasukan aku ke sekolah menembak, dan juga belajar cara menggunakan pisau untuk menyerang lawan, dan aku sangat menyukai bermain dengan bayonetku saat menghadapi orang jahat atau orang orang yang berusaha menculiku. Pada saat itu kami beranggapan mereka adalah pesaing bisnis papa yang sedang berusaha menjatuhkan papa.

Kembali ke saat sekarang, aku berusaha mengintip dari celah kecil mengecek situasi karena sudah tidak terdengar lagi suara tembakan tersebut, aku menoleh kesamping namun tak kutemukan Alex, pergi kemana dia? Gumamku dalam hati. Setelah dirasa keadaan cukup aman akupun keluar dari persembunyianku, masih terheran heran dengan menghilangnya Alex, bukankah tadi dia ada disampingku?

Sentuhan di bahuku mengejutkanku, aku memutar tubuhku dan terpana melihat Alex ada di belakangku.

"Kau? Darimana saja kau? Kenapa cepat sekali menghilang?" tanyaku beruntun

"Aku dari tadi di belakangmu, kamu saja tidak melihatku"

"Benarkah? Tapi tadi aku sudah mencari carimu dengan menoleh kesana kemari"

"Aku bersembunyi di balik pot besar itu, sudahlah jangan debatkan itu, sebaiknya kita melapor ke polisi atas penyerangan ini, menurutku kau tidak usah pergi ke sekolah dulu"

"Kurasa kamu benar, aku harus menelpon pamanku"

"Baiklah, dan jangan takut aku akan menemanimu disini"

Tak berapa lama terlihat mobil paman memasuki pekarangan rumah, Setelah aku mengabarinya tadi paman langsung memutuskan untuk kembali ke rumah. Paman turun dari mobil dan langsung berhambur memeluku.

"Kau tidak apa apa nak?" tanyanya penuh kekhawatiran

"Aku baik baik saja paman, jangan khawatir"

"kau pergilah sekolah, aku akan mengurus semua ini, dan ada dua orangku yang akan mengawalmu mulai hari ini"

"Apa itu tidak terlalu berlebihan paman? Kurasa aku bisa menjaga diriku sendiri"

"Tidak nak, aku tidak mau kecolongan lagi, sudah cukup aku kehilangan kakakku, aku tidak mau lagi kehilangan anggota keluargaku yang lain"

"Ehm.. maaf menyela kalian, Mr Anderson perkenalkan namaku Alex" suara Alex menginterupsi kami dan mengulurkan tanganya ke arah paman Taylor, bahkan aku lupa bahwa ada Alex disana.

"Oh ya maaf aku hampir lupa, paman ini temanku Alex, Alex ini paman Taylor, adik dari papaku"

Paman Taylor menyambut uluran tangan Alex ramah dan memandangnya, namun aku sepintas melihat paman membelalakan matanya sesaat, hanya sesaat, setelah itu berubah normal kembali.

Aku menoleh kearah Alex, apa yang membuat paman kaget tadi? aku mengamati wajah Alex dan itu terlihat biasa saja, tidak ada yang aneh.

"Paman, apa semua baik baik saja?" tanyaku untuk memastikan pada paman

paman Taylor menoleh dan tersenyum

"Kita akan baik baik saja, kau jangan khawatir, aku akan membereskan semua ini, saat ini polisi sedang menuju kesini, kau tenang saja, lebih baik kau pergilah ke sekolah"

Mendengar itu aku merasa paman telah salah mengartikan pertanyaanku, aku kembali membuka mulutku hendak bertanya saat Alex menyela percakapan kami.

"Mungkin pamanmu benar Vaness, lebih baik kita berangkat sekolah, mumpung masih ada waktu, kita belum terlambat kalau berangkat sekarang"

Akhirnya aku menuruti saran paman untuk tetap berangkat sekolah, dengan syarat aku tidak mau ada bodyguard, dan Alex menawarkan diri untuk membantu paman menjagaku, dan akan mengantar jemputku sekolah setiap hari, untuk yang terakhir itu aku menganggapnya sebagai modusnya Alex, tapi biarlah daripada kemana mana dikawal bodyguard, memalukan..!

Alex benar, kami masih belum terlambat masuk sekolah, meskipun disaat Alex selesai memarkirkan mobilnya bel tanda masuk berbunyi. Alex membukakan pintu untukku, saat itu aku merasa beberapa pandangan mata siswa siswi yang belum masuk kelas mengarah kepadaku, apalagi disaat tangan Alex melingkar di pinggangku.

"Alex, apa yang kau lakukan? Kau membuat kita jadi pusat perhatian tau"

"Aku hanya menjagamu sweety, sesuai janjiku pada pamanmu"

Aku memutar kedua bola mataku mendengar jawabanya, apanya yang menjaga? Bahkan dengan kemampuan bela diri dan permaianan pisauku aku malah yang mungkin menjaganya. Eh tunggu dulu, dengan body atletis dan otot kekarnya, bisa saja Alex juga pandai berkelahi kan? Buktinya dengan penuh percaya diri dia menawarkan jasa untuk menjagaku di depan paman. Sudahlah itu akan kutanyakan nanti saja, sekarang fokus belajar dulu.

Kami memasuki kelas yang sama, kebetulan hari ini jadwal mata pelajaranku sama dengan Alex, dan kelas pertama kami adalah kelas miss Martha, konon kabarnya beliau adalah guru killer di sekolah ini, itulah sebabnya suasana kelas sedikit tegang. Beberapa saat setelah aku duduk, masuklah miss Martha, seorang wanita yang aku perkirakan usianya sama dengan paman Taylor, cantik, sexy dan sorot mata birunya tajam dan dingin juga kata katanya adalah mutlak di kelas ini, tak terbantahkan. Seperti saat ini, beliau menyuruh para siswanya merangkum 4 bab sekaligus dan menyerahkan kepadanya lusa, hanya di beri waktu dua hari dan minggu depan beliau akan mengadakan quiz. Memang sih beliau meminta kami mengerjakanya secara berkelompok, tapi tetap saja itu jadi tekanan mental, apalagi aku si murid baru. Alex pun mengajaku bergabung di kelompoknya bersama Susan dan Liam, langsung ku iyakan karena di kelas miss Martha hanya mereka yang aku tau, kamipun akhirnya sepakat mengerjakanya sepulang sekolah di rumahku. Entahlah mengapa mereka sangat terkesan memaksa untuk itu, padahal aku tidak keberatan jika mengerjakan tugas di rumah Susan ataupun yang lainya.

that wolf is your mate sweety !Where stories live. Discover now