Bab 9. Pengakuan

1.6K 129 0
                                    

Setelah beberapa saat menunggu akhirnya Susan dan Liam kembali, mereka membawa tukang untuk membetulkan pintu rumahku yang rusak, entah mereka dapat dari mana, dan karena acara masak memasak kami tadi sempat rusak, akhirnya kami memesan pizza dan makan dalam diam, aku memberikan satu box besar pizza kepada Max, diapun makan dengan lahap.

"Aku akan membereskan ini semua, dan dapur juga" Susan tiba tiba bersuara memecah keheningan.

"Aku akan membantumu" sahutku

"Tidak Vaness, biar aku membereskan semuanya, kau tenang saja, lebih baik kau ke kamarmu"

"Susan benar Vaness, kau istirahatlah biar relax, sepertinya kau tegang sekali, kau tenang saja kali ini tidak akan ada kekacauan lagi" Liam menimpali sambil terkekeh.

Jika kedua pasangan itu sudah berkolaborasi, susah sekali untuk ditentang, dan akupun akhirnya membawa max keatas, ke kamarku untuk beristirahat dan membiarkan kekacauan di bawah di urus oleh Liam dan Susan.

karena aku terbiasa mandi sebelum tidur aku berniat membersihkan diri.

"Max, kau tunggulah disini, aku mau mandi dulu, ok?" aku mengajaknya bicara seolah dia mengerti apa yang kubicarakan, kulihat max hanya merebahkan tubuhnya di karpet di bawah ranjangku, aku pun meninggalkannya ke kamar mandi.

Seperti biasa aku menggosok gigi terlebih dahulu sebelum mandi, baru kemudian membersihkan tubuhku, setelah selesai barulah aku ingat aku tidak membawa baju ganti ke kamar mandi, bahkan aku lupa membawa handuk, untunglah tidak ada siapa siapa di kamarku, dan tadi aku juga telah mengunci pintu kamar, akhirnya aku keluar kamar mandi tanpa mengenakan apapun, aku menoleh kesana kemari mencari handuk, kebiasaanku yang kadang suka menaruh handuk sembarangan selesai pakai susah sekali di hilangkan, aku menggerutu dalam hati sambil terus mencari handukku.

"Minggirlah Max, aku mencari handukku, kau geser dulu kesana" ujarku menyuruh Max untuk pindah, tanpa sengaja aku memandang ke arah mata Max, dan aku tercengang melihatnya, mata itu sepertinya bersinar ke emasan, namun hanya sebentar kemudian berubah normal kembali. Aku terdiam di depan Max, aku sangat yakin mata Max tadi berkilau, atau mungkin itu hanya persaanku saja? mungkin aku sangat lelah. Sebaiknya aku buru buru mengeringkan tubuhku dan berpakaian kemudian beristirahat.

Handuk yang kucari akhirnya ketemu juga, aku buru buru mengeringkan tubuhku dan memakai piyama tidurku kemudian merebahkan tubuh di ranjang. Aku sedang asik memainkan ponselku ketika Max meloncat naik ke atas ranjang, ikut berbaring disisiku.

"Hei Max, apa kamu mengantuk?" aku tau Max tidak bisa menjawab tapi aku tetap saja mengajaknya ngobrol, dan kulihat Max hanya menggesekan kepalanya ke tubuhku.

"Owh kemarilah Max" aku pun memeluk Max dan menyandarkan kepalaku di tubuh Max yang berbulu tebal, terasa empuk dan hangat.

Saat itulah aku mendengar kembali lolongan serigala, aku langsung terduduk tegak

"Kau dengar itu Max?"

Kulihat Max pun bangkit gelisah, dia turun dari ranjang dan berjalan mondar mandir sambil mengibaskan ekornya, dia pasti gelisah, dan itu artinya bukan hanya aku yang mendengar lolongan serigala.

Aku langsung berjalan ke arah pintu, membuka kuncinya dan keluar dari kamar, Max mengikutiku, sesampainya dibawah Liam dan Susan sedang berdiri menatap jendela, wajah mereka nampak tegang, tak kulihat lagi tukang yang tadi membetulkan pintu rumahku, mungkin mereka sudah pergi, dan pintu itu pun terlihat sudah rapi kembali seperti sedia kala, 'cepat sekali mereka mengerjakanya' gumamku dalam hati.

"Susan, Liam apa kalian mendengar lolongan serigala tadi?"

"Hmm.. sebenarnya iy..iya" jawab Susan

"Apa disini memang biasa suka ada suara serigala?" tanyaku kemuadian karena setauku wilayah rumahku memang yang paling dekat dengan hutan

that wolf is your mate sweety !Where stories live. Discover now