Bab 16

2.7K 283 5
                                    

Halo, teman-teman.

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan. Semoga lancar ibadahnya.

Setor dulu, yaaa. Buat teman menanti sahur. ^^



Nyatanya udara tidak selalu terasa dingin, meski pengaturan suhu AC sudah sesuai dengan kebiasaannya. Raga melepas jaket, melemparnya ke kursi di sebelah, kemudian berdiri diam di depan jendela. Matanya menatap ke kerlap lampu di bawah sana.

Raga bergeming, bahkan ketika ada tangan yang melingkar di perutnya, lalu disusul dengan kecupan lembut di punggungnya.

"Aku tahu kamu pasti datang."

Raga menoleh, kemudian menurunkan tangan Emma dari tubuhnya. Ketika ia berbalik, Emma mendongak, menyunggingkan senyuman.

"Kenapa?" tanya Raga.

Sesaat, Emma terdiam. Hanya memandang pria yang berdiri di depannya. Namun, sepersekian detik, raut mukanya berubah. Senyuman terukir di wajah cantiknya. Perempuan itu berbalik lalu duduk menyilangkan kaki di ranjang.

"Silakan kalau kamu mau mendekati perempuan sebanyak yang kamu mau, sambil menunggu putusan ceraiku." Emma menatap Raga lurus-lurus. "Toh, kita sama-sama tahu kalau kamu akan selalu pulang ke aku."

"Pulang ke kamu?" Raga menatap tajam ke mata Emma. "Jangan bercanda, Em."

Emma mengedipkan mata, seperti mencoba mencari keyakinan buat dilahapnya sendiri, seperti menolak kalimat-kalimat yang barusan mampir di telinganya. Perempuan itu berdiri, kemudian mendekat lagi kepada Raga.

"Aku enggak akan meminta pernikahan," ucapnya. Emma menyentuh pipi Raga, mengelusnya sembari berkata, "Begini saja, seperti yang kamu mau. seperti kemarin-kemarin. Seperti sebelum aku menikah dengan Timur. Aku menepati apa yang aku bilang ke kamu. Sebentar lagi aku bercerai, Raga. Aku bercerai buat kita."

Raga mencekal tangan Emma. "Aku enggak pernah meminta kamu bercerai dengan suamimu." Tanpa buang waktu, Raga mengambil jaket di kursi. "Kalau cuma ini yang mau kamu bilang, sebaiknya aku pergi."

"Namanya Sasa?!" Suara Emma menghentikan langkah Raga. Baru akan membuka pintu, ia membalik badan.

"Teresa Naima. Dia sudah tahu tentang kamu, kan? Tentang kita? Hubungan kita? Atau soal Timur?" Emma menyipitkan matanya, seraya berjalan pelan kembali mendekat ke Raga. "Aku hampir lupa kalau ternyata kalian bekerja di perusahaan yang sama sekarang. Dunia terlalu sempit."

"Apa maksudmu?"

"Ah, ternyata kamu juga tidak tahu. Dia enggak pernah cerita soal mantan tunangannya?" Emma berhenti ketika tubuh mereka berjarak sejengkal. Ia mendongak, lalu menyeringai. "Lima tahun lalu, Sasa membatalkan pernikahannya karena calon suaminya menikah dengan perempuan lain. Dan, perempuan lain itu adalah aku. Dia mantan tunangannya Timur, Raga. Terus, apa jadinya kalau dia tahu bahwa laki-laki yang sekarang dekat dengannya ini juga menjalin hubungan denganku sampai sekarang?"

Dengan kedua tangannya, Emma mengelus dada Raga. "Bagaimana kalau dia tahu, laki-laki ini adalah laki-laki yang akan selalu pulang ke rumahnya, setelah bosan bermain-main di luaran?"

Emma menghela napas, lalu mendongak. "Kasihan, harus patah hati dua kali, dan dua-duanya karena perempuan yang sama."

Raga mencengkeram tangan Emma. Rahangnya mengetat. "Apa maksudmu bilang soal ini ke aku?"

"Aku sedang memastikan sesuatu." Emma menatap tajam mata Raga. "Aku enggak pernah membiarkan rumahku dimasuki oleh pencuri."

"Teresa bukan pencuri, tapi kamu. Dan aku bukan rumahmu."

Approve (TAMAT)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz