Bab 19

2.5K 253 1
                                    

Akad nikah dan resepsi berada di hotel yang sama dengan hotel di mana Sasa dan orangtuanya menginap. Tamu jauh, begitu orangtua Kiki bilang, dan sengaja membukakan kamar khusus buat Sasa dan orangtuanya.

Kiki tampak cantik mengenakan gaun warna putih dan kerudung berlapis veil yang menjuntai hampir sepanjang gaun. Abiyu tidak kalah memesona dengan setelan jas warna senada dengan pengantinnya. Pasangan raja dan ratu sehari penuh senyum itu tampak sangat bahagia begitu kata "sah" terdengar serempak dari orang-orang yang menghadiri akad nikahnya. Begitu pula dengan Sasa yang menyaksikan momen sakral itu. Dari bangku paling belakang, ia ikut mendaraskan doa bagi kebahagiaan sahabat baiknya.

"Hai."

Sasa mendongak, ketika suara pria terdengar dekat di telinga. Perempuan itu tersenyum ketika sosok yang mengenakan batik lengan panjang warna coklat itu menarik kursi berselimut kain putih di sebelahnya. "Sudah selesai akad nikahnya?"

"Barusan," jawab Sasa. Perempuan itu mengerutkan dahi ketika Raga tidak juga mengalihkan pandangan darinya. "Kenapa? Aneh, ya, aku dandan begini?"

Raga menggeleng. "Cantik."

Percayalah, Sasa sudah berupaya menahan diri. Perempuan itu menunduk, salah tingkah. Untungnya tak lama kemudian, ia dan beberapa bridesmaid lain dipanggil untuk berfoto lebih dulu. "Sebentar, ya, Pak."

Sasa berjalan menuju ke arah Kiki yang menunggunya. Gaun panjang satin warna lila berkerah rendah dengan lengan mengembang, memeluk tubuh Sasa begitu apik. Rambutnya sengaja digerai, dan hanya mengenakan jepit dengan hiasan mutiara di satu sisi kepalanya dan riasan wajah yang agak lebih dari biasanya.

Sesi foto tidak lama, Sasa kembali ke bangku di mana Raga duduk. Perempuan itu kemudian melepas sepatu hak tingginya.

"Capek?" tanya Raga.

"Enggak biasa pakai terlalu lama," jawabnya, lalu melambai ke arah Kiki yang juga melambai kepadanya. "Resepsinya masih setengah jam lagi."

"Itu Kiki ke mana?"

"Ganti baju dulu." Sasa memindai setiap sudut gedung yang ramai dengan orang-orang yang menghadiri pernikahan Kiki. Tak lama kemudian, ia merogoh ponsel dari tas kecil yang digenggamnya. "Orang-orang STG ada yang datang selain kita, kan, Pak?"

"Yang aku tahu atasannya Kiki dan Pak Dinar. Kenapa?" tanya Raga, seraya menyelipkan rambut Sasa yang menjuntai menghalangi wajah.

Sasa menatap Raga, seraya menggeleng. "Enggak apa-apa."

"Nduk."

Panggilan itu sontak membuat Sasa menegakkan badan lalu menoleh ke sumber suara. Ayah dan bundanya berdiri memandangnya seraya tersenyum.

"Resepsinya masih setengah jam lagi, kok, Bunda sama Ayah sudah ke sini?" tanya Sasa.

"Pesawatnya jam dua siang, takut telat." Bunda melirik ke sosok pria yang tadi bersama Sasa.

Melihat gelagat sang bunda, Sasa mau tak mau memperkenalkan Raga kepada kedua orangtuanya. "Ini Pak Raga, manajer produksi tempat Sasa kerja, Bun, Yah."

Raga berdiri, kemudian mengangguk dan menyalami kedua orangtua Sasa. "Selamat siang, Pak, Bu."

"Dari Solo kapan, Pak?" tanya Raga seraya mendekat ke ayah Sasa.

"Kemarin sore," jawab ayahnya Sasa.

Tak butuh waktu lama, dua pria itu sudah asyik mengobrol sendiri, sedangkan Bunda mendekat ke Sasa. Perempuan itu menyikut lengan Sasa berkali-kali, berikut lirikan meminta penjelasan. "Bunda ndelok (lihat), lho."

Sasa mengatupkan bibirnya, lalu mengedarkan pandangan ke orang-orang yang sibuk menata hidangan. "Cuma teman, Bun. Aku sama Pak Raga cuma teman kantor biasa."

Approve (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang